Bab 11

221 68 19
                                    


Bab 11Cemburu itu buta



Technical meeting berisi dengan laporan setiap vendor membuat Mara bingung. Mara tak tahu apa fungsinya datang mengikuti setiap menit informasi persiapan pernikahan Dipa dan Caca. Beberapa kali ia berusaha menutup mulutnya, menahan diri untuk tidak menguap. Namun, semua usahanya gagal ketika dengan santai Aga menguap di sampingnya.


"Aku usaha untuk nahan dari tadi, kenapa Mas Aga dengan santai nguap gitu, sih!" protes Mara yang segera menguap sesaat setelah Aga melakukannya.


Aga memandangnya dengan heran. "Lah, nek arep angop, ya, angop ae, Yang!"


Seperti orang yang melihat sesuatu untuk pertama kalinya, Mara menatap Aga dengan mata membelalak. "Kamu enggak boleh panggil Yang gitu, Mas!" protesnya. "Itu bisa bikin orang salah sangka. Dan aku enggak mau itu." Mara meluruskan pandangannya bersamaan dengan namanya di sebut. Ia berusaha mendengarkan dengan seksama, meski tak ada satu kata pun yang bisa diingatnya.


"Enggak mungkin aku manggil kamu Ma. Karena itu berarti kamu harus manggil aku Pa." Mara kembali memandang Aga dengan mata membelalak. "Kenapa? Salah?"


Menolak untuk terjebak dengan permainan Aga, Mara menatap layar yang berisi dengan susunan acara. Membaca sebaris kalimat berulang-ulang dan tak mengerti dengan apa yang dimaksud. Semua itu dilakukannya hanya karena tak ingin melihat Aga. "Ojo aneh-aneh, Mas!"


Kekehan Aga membuat Mara semakin kencang mengigit bibirnya. "Kamu ngerti enggak kalau dari tadi Dipa enggak bisa duduk tenang." Mara tak berani untuk melirik Aga saat ini. "Pura-pura enggak lihat itu juga butuh tenaga, Yang!" mendengar Aga kembali memanggilnya Yang membuat Mara menghela napas panjang.


"Berhenti manggil aku Yang!" bisiknya tanpa melepas pandangan dari layar yang berada tepat di depannya.


"Yang, Hon, Baby, Babe, Ay." Mara menggelengkan kepala. "Kamu boleh pilih mau dipanggil apa. Tapi jangan minta dipanggil Ma," kata Aga sesaat setelah ia membuka mulut untuk membatahnya. "Aku bisa manggil kamu Ma, kalau sudah dengar kata Sah!"


"Mas!" Semua orang terdiam dan melihat ke arah mereka berdua dengan tanda tanya terlihat jelas di setiap wajah. "Maaf," ucapnya meminta maaf. Mara tahu wajahnya memerah karena malu saat ini. "Gara-gara kamu, semua orang ngeliatin kita!" marahnya pada Aga yang terlihat menahan tawa. Mara mendorong pundaknya ke arah Aga yang terlihat semakin kesulitan menahan tawa. "Wis dikandani, ojo aneh-aneh!" ancamnya.


Rapat kembali berjalan setelah interupsi darinya. Namun, duduknya menjadi tak tenang ketika mendapati mata tajam Dipa tertuju padanya. Mara tak tahu apa yang ada di pikiran Dipa. Namun, melihat dari sorot mata tajam itu, Mara bisa merasakan kemarahan Dipa.


"Dipa marah, tuh," bisik Aga yang tak mempedulikan saat ini Mara berusaha untuk menarik tubuhnya menjauh. "Kamu takut?" tanya Aga semakin membuatnya tidak nyaman.


Mara menatap tajam Aga. "Aku bukan takut Mas Dipa marah sama kamu. Aku cuma enggak suka sama cara Mas Aga bikin dia cemburu." Ia menahan pandangannya beberapa detik sebelum memalingkan wajah memandang slide yang berganti dengan prosesi akad nikah.

Tamat (PROSES CETAK - DIHAPUS SEBAGIAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang