3. Sosok Baru

213 28 3
                                    

Giselle mengukir satu garis, di belakang empat garis lainnya. Menandakan, jika hari kembali berlalu di pulau entah berantah ini.

Menatap pada batang pohon yang Giselle ukir, dirinya bergumam, "Hari ke lima, berakhir."

Beberapa hari lalu, ketika Jisung terbangun dari tidurnya, Giselle memutuskan untuk menyusuri pantai dengan Jisung yang mengikutinya kemanapun ia melangkah. Berfikir, jika bisa saja ada penumpang lain yang selamat seperti dirinya dan Jisung.

Remaja Wanita itu menemukan beberapa penumpang yang sudah pucat, tak bernyawa. Setiap kali menghampiri penumpang yang tertangkap netranya, Giselle selalu berharap agar mereka masih memiliki nyawa, meski terluka. Namun, apa yang ada hanya membuatnya kecewa atas harapan yang ia bangun sendiri.

Giselle, dibantu oleh Jisung -meski tidak terlalu membantu, menyeret tubuh tak bernyawa untuk yang kesekian kalinya. Menghanyutkannya pada lautan luas, dan merapalkan doa setiap kali apa yang dilakukannya selesai. Tidak lupa Giselle meminta maaf, sebab tidak dapat menyemayamkan mereka dengan layak.

Setiap kali Giselle menemukan tubuh tak bernyawa, air matanya luruh. Perasaan sedih menghiasi hati yang lebih tua. Remaja itu tau, Jika mereka bukanlah siapa-siapa baginya. Namum melepaskan mereka, seakan membuat Jiwanya ikut terbawa arus ombak yang mengantarkan pada peristirahatan terakhir.

Jisung berkali-kali bertanya, "Giselle, ada apa? Mengapa menangis?" yang berulang kali Giselle jawab, "Jisung tidak boleh meninggalkan Giselle, ya? Jisung harus terus bersama Giselle."

Tidak menyerah meski telah mengantarkan banyak korban, Giselle dan Jisung kembali menyusuri pantai.

Masalahnya, mereka belum mengisi perut -entah dari kapan. Jisung yang masih polos, terus merengek pada Giselle jika ia lapar. Mendesak Giselle untuk mencari makanan, tanpa mengerti situasi seperti apa yang tengah mereka hadapi, kini.

Saat sedang berfikir untuk mencari makanan di dalam hutan, Netranya menangkap seseorang yang tengah menatap luasnya lautan. Tanpa berfikir panjang, Giselle menggenggam tangan Jisung dengan erat dan menghampiri seseorang yang tengah melamun di kejauhan.

"Paman." sapaan yang Giselle beri menyadarkan Jeno untuk kembali pada dunia yang kejam ini.

Tanpa diduga, Giselle memeluk Jeno dengan erat. Air matanya kembali luruh dengan perasaan lega yang hinggap di hati. Akhirnya, setelah Giselle berharap pada Yang Kuasa, dirinya menemukan satu orang yang selamat meski dengan luka.

Jeno yang masih dilingkupi keterpurukan, tersadar sepenuhnya. Kembali menangis, dengan Giselle yang ada dalam pelukannya.

Saat pundaknya ditepuk entah oleh siapa, Jeno menyadari jika ada anak berumur enam tahun yang mengikuti Si Remaja. Jeno berkata, "Kemari, nak." lantas turut serta memeluk Jisung yang tampak kebingungan.

Hati Jeno yang kosong seakan kembali terisi. Hanya dengan, kehadiran dua anak yang Jeno tidak tahu siapa mereka. Tapi intuisinya seakan memberi tahu, jika dirinya harus bertahan demi melindungi kedua anak ini.

Naluri seorang Ibu, itu fikirnya.

Pelukan penuh haru itu harus terhenti ketika Jisung kembali merengek, "Giselle, Jisung lapar." dan memandang Jeno, takut-takut.

Jeno, sebagai yang tertua di antara mereka, memutuskan dengan cepat. Meski dirinya merasa sangat lemas, Jeno berusaha berjalan menuju hutan dengan tertatih. Berpesan pada Giselle dan Jisung untuk menunggunya hingga ia kembali.

Dari kejauhan, di tepi hutan yang berbatasan dengan pantai, Jeno melihat pandan laut dengan buah hala yang terlihat berwarna oren kemerahan. Jeno menghampiri dan mengambilnya tanpa berfikir panjang. Dalam hati bersyukur, pencarian makanan untuk pertama kalinya tidak sesulit yang ia bayangakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jatuh dan Berlabuh [Renno] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang