Chapter 8

575 114 57
                                    

Hai hai gessss wohoho....

Akhirnya muncul nih

Mau curhat dikit hehehe...

Aku tuh seneng banget nulis tapi kenapa ya akhir-akhir ini tuh kek lagi capekkk banget...

Cenderung stress sampai akhirnya susah banget nulis.

Aku tuh takut banget kalau kalian gak suka sama cerita aku dan apalah itu...

Akhirnya banyak banget cerita yang aku unpublish terus...

Cenderung gak pede sih walaupun sejauh ini Alhamdulillah-nya gak ada yang komen jelek-jelek gitu

Tapi aku kek gak pede sendiri

Akhirnya malah gak nulis. Jadi maaf ya buat pembaca ceritaku dari dulu karena aku sering unpublish terus

Aku akan berusaha semaksimal mungkin buat kalian semua

So, ditunggu ya karya-karyaku lainnya hehe

Big luv, Ififah75

*-*-*

Ayura berjalan gontai keluar dari lift. Mengabaikan satpam yang terlihat menatapnya dengan seksama. Jam menunjukkan pukul setengah delapan dan Ayura baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Ijin tidak masuk kemarin membuat Ayura harus menyelesaikan semua pekerjaannya secara beruntun.

Alhasil ia harus menyelesaikannya dengan cara lembur. Ayura tidak bisa membayangkan jika harus menyelesaikan pekerjaan besok dengan tumpukan tugas yang tersisa.

Sepertinya setelah ini Ayura harus berpikir beberapa kali untuk ijin bekerja. Apalagi jika bukan karena hal yang penting karena tubuhnya saat ini benar-benar lelah.

Astaga! Bahkan Ayura tidak yakin jika rasa lelahnya bisa di tahan sampai di rumah Devan.

Semua barangnya sudah dipindahkan ke rumah pria itu. Jadi tidak ada alasan untuk tidak pulang ke rumah pria itu. Jika barangnya belum pindah Ayura lebih memilih pulang ke rumah Catarina.

Bagaimanapun Ayura masih ingat jika pria itu merajuk padanya siang tadi. Perasaan kesal sekaligus bersalah seketika berkumpul menjadi satu.

Ayolah, saat ini yang hamil adalah dirinya. Lalu kenapa Devan yang terlihat lebih sensitif daripada dirinya ?

Bukankah itu terbalik ? Harusnya Ayura yang marah dengan alasan tidak masuk akal pria itu padanya.

Lalu kenapa malah pria itu yang marah ? Sialan memang.

Sibuk dengan berbagai cacian di dalam hatinya. Ayura langsung mendongakkan kepalanya menatap sosok pria yang terlihat familiar di depannya

Devan.

Pria itu terlihat berdiri di hadapannya dan wajah datarnya. Walaupun tanpa mengatakan apapun. Ayura cukup tau apa yang tengah dilakukan pria itu di sini.

Jam pulang kantor adalah pukul 5 dan di jam itu pula waktunya Devan untuk pulang. Tetapi pria itu kasih di sini, menunggunya.

Ayura tidak ingin mengakui perasaan haru yang dirasakannya. Namun hal ini sama sekali tidak bisa di cegah.

Seperti layaknya gadis remaja Ayura berjalan mendekati Devan dengan langkah yang lebih semangat dari sebelumnya.

Sebelum berhenti di depan pria itu dan tersenyum. Walaupun senyumannya sama sekali tak di gubris oleh Devan yang hanya menatapnya dingin.

Rasa haru dan senang yang melingkupi dada Ayura secara tiba-tiba membuat Ayura mengabaikan tatapan beberapa pegawai yang masih ada di lobby perusahaan.

Ini adalah kali pertamanya mereka terlihat benar-benar berhadapan di depan semua orang tanpa sepintas lalu. Seolah menegaskan jika gosip yang beredar adalah benar.

Trapped By Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang