Anak Betawi

6 2 1
                                    

Di ujung senja, ketika matahari mulai tenggelam di balik perbukitan Jakarta, kehidupan di Kampung Betawi perlahan meredup. Suara adzan maghrib bergema dari masjid kecil yang terletak di tengah kampung, memanggil para warga untuk meninggalkan sejenak kesibukan dunia dan bersujud kepada Yang Maha Kuasa. Dalam keheningan itu, seorang anak muda berjalan dengan langkah mantap di antara gang-gang sempit yang penuh dengan rumah-rumah berdinding bambu dan beratapkan rumbia. Wajahnya mencerminkan kejujuran dan keteguhan hati, serta semangat yang tak pernah padam.

Nama anak itu adalah Pitung, seorang pemuda yang dikenal di seluruh kampung sebagai putra asli Betawi. Sejak kecil, Pitung telah menunjukkan sifat-sifat kepahlawanan yang membuatnya dihormati oleh orang-orang di sekitarnya. Meski usianya baru menginjak delapan belas tahun, ia sudah dikenal sebagai pembela kaum lemah dan penegak keadilan.

Pitung lahir dari pasangan yang sederhana, Babeh Sabeni dan Emak Halimah. Mereka hidup dengan bercocok tanam dan menjual hasil kebun di pasar kampung. Kehidupan mereka mungkin tidak mewah, tetapi penuh dengan cinta dan kehangatan keluarga. Babeh Sabeni adalah seorang pria yang dihormati di kampungnya, tidak hanya karena kebijaksanaannya, tetapi juga karena keberaniannya dalam melawan ketidakadilan yang sering kali menimpa warga kampung. Emak Halimah, di sisi lain, adalah seorang wanita yang lembut dan penuh kasih, selalu mengajarkan Pitung untuk senantiasa rendah hati dan bersyukur.

Masa kecil Pitung tidak berbeda jauh dengan anak-anak kampung lainnya. Ia sering bermain di kebun, menangkap ikan di sungai kecil yang mengalir di dekat rumahnya, atau membantu Emak Halimah memasak di dapur. Namun, ada satu hal yang membedakan Pitung dari teman-temannya: rasa keadilan yang tertanam dalam dirinya. Sejak kecil, Pitung selalu merasa gelisah jika melihat ketidakadilan, baik itu dalam bentuk perkelahian antar anak-anak, atau ketidakadilan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Suatu sore, ketika Pitung sedang bermain dengan teman-temannya, sebuah peristiwa terjadi yang akan menjadi titik awal dari perjalanan hidupnya sebagai seorang pahlawan. Saat itu, mereka sedang bermain sepak bola di lapangan kampung, ketika tiba-tiba seorang pria datang menghampiri dengan langkah terburu-buru. Pria itu, yang dikenal sebagai Pak Burhan, adalah seorang pedagang kecil yang sering menjual sayur di pasar kampung.

Wajah Pak Burhan terlihat cemas, dan napasnya tersengal-sengal. "Pitung! Pitung!" serunya sambil melambaikan tangan ke arah Pitung yang sedang berlari mengejar bola. Pitung segera berhenti dan menghampiri Pak Burhan.

"Ada apa, Pak Burhan?" tanya Pitung dengan nada khawatir.

Pak Burhan menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Tolong, Pit. Babeh loe ditangkap Belanda di pasar!"

Mendengar kata-kata itu, darah Pitung langsung berdesir. Ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada ayahnya. "Kenapa, Pak? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada penuh kegelisahan.

Pak Burhan menjelaskan dengan singkat, bahwa Babeh Sabeni, yang sedang berjualan di pasar, terlibat dalam perselisihan dengan seorang kompeni Belanda. Babeh Sabeni yang dikenal keras kepala, tidak mau menyerah pada tuntutan tidak adil yang dipaksakan oleh kompeni itu, sehingga berujung pada penangkapan.

Pitung tidak berpikir panjang. Dengan cepat ia meninggalkan lapangan dan berlari menuju pasar. Teman-temannya yang melihat kegelisahan di wajah Pitung, berusaha mengikutinya. Jalan menuju pasar dipenuhi oleh warga yang mulai berkumpul, berbisik-bisik tentang apa yang baru saja terjadi. Beberapa di antara mereka mengenal Babeh Sabeni, dan tampak cemas dengan keadaan yang menimpanya.

Ketika Pitung tiba di pasar, ia melihat kerumunan orang yang sedang berdiri di sekitar sebuah kereta kuda. Di sana, Babeh Sabeni sedang diborgol dan didorong masuk ke dalam kereta oleh dua serdadu Belanda. Wajah Babeh Sabeni tampak tenang, tetapi Pitung bisa melihat ketegangan di matanya. Tanpa ragu, Pitung menerobos kerumunan dan berteriak, "Lepaskan Babeh gue!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Si Pitung first Satria NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang