satu

149 17 0
                                    

"Hana, maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hana, maaf. Ini catatan lo yang gue pinjem. Sekali lagi, gue minta maaf karena lama balikin catatan lo," ucap Yuna, perempuan cantik dengan rambut panjang sembari memberikan catatan Hana kepada pemiliknya.

Hana menerima buku dari sahabatnya itu. "Iya, Yun, nggak papa. Santai aja sama gue. Lagian, gue udah ada cadangannya."

"Iya, Han. Ya udah, gue pulang dulu, udah ditunggu sama kakak gue di sana," tunjuk Yuna ke arah sang kakak berada.

"Ya udah. Lo hati-hati, ya. Gue mau pulang."

Setelah Yuna pergi, Hana bergegas pulang karena hari sudah mau malam. Hana dan Yuna baru saja menyelesaikan mata kuliah hari ini. Sebenarnya jadwalnya tadi siang, berhubung dosen pengampu tidak hadir, jadi kelas diundur malam. Hana, perempuan berambut sebahu dan berponi memilih berjalan kaki sambil menikmati pemandangan di malam hari.

Suasana jalanan cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang lewat. Hana terpaksa memilih jalan pintas agar cepat sampai di rumah, karena sejak tadi, ibunya mengirim pesan untuk menanyakan keberadaan dirinya. Hana hanya bisa menghela napasnya ketika sang ibu khawatir dengannya. Bagaimana tidak khawatir jika putri tunggalnya belum pulang?

Namun, langkah Hana berhenti ketika mendengar suara rintihan minta tolong di ujung gang. Tidak ada orang di sekitarnya, bahkan hewan juga tidak ada. Hana yang mudah penasaran dengan sesuatu, lantas ia melangkahkan kaki menuju sumber suara dengan langkah pelan. Hana berharap semoga tidak ada terjadi kepada orang yang merintih tadi.

"Pengkhianat! Orang kayak lo harus mati!" teriak seseorang berbaju serba hitam dengan tudung hoodie, dan masker hitamnya sembari menarik memasukkan pisau ke perut seseorang.

"Sa—kit. Am—pun ... gue sa—lah. Be—ri gue kesempatan kedua ..." lirih korban sembari menatap sendu seseorang yang ada di depannya.

Pelaku tertawa sarkas, ia mencengkeram pipi korban menggunakan tangan kanan dan tangan kirinya memegang pisau lipat. Pelaku tidak peduli darah segar keluar dari pipi dan mulut korban.

"Gue, ngasih kesempatan buat lo. Nggak usah mimpi. Yang namanya pengkhianat, tetap pengkhianat. Lo harus mati!"

Jleb!

Napas korban tidak beraturan ketika pelaku kembali menghujani beberapa tusukan ke perutnya. Darah keluar dari mulut korban, mengenai wajah pelaku. Namun, pelaku tidak peduli dan ingin korban segera meninggalkan dunia untuk selamanya. Pelaku tidak segan-segan berbuat sadis, jika ada yang berkhianat dan mencari masalah dengannya.

"Gue ... berani sumpah ... lo ... bakal dapet karma. Suatu saat ... lo pasti di ... penjara ... karena ulah lo ..." lirih korban menatap pelaku dengan tatapan sendu dan kebencian.

Pelaku tersenyum miring. "Itu nggak bakal terjadi, Nona," bisiknya, kemudian menarik pisaunya dari perut korban.

Pelaku mendorong korban ke dinding sambil menginjak perutnya yang masih mengeluarkan darah. Perempuan yang hanya menggunakan tanktop merah maroon, celana di atas lutut, dan rambut blonde hanya bisa pasrah dengan keadaannya yang cukup parah.

"Argh!" teriak korban ketika benda tajam menerobos masuk ke area sensitifnya.

"Sakit, ya? Gue nggak suka ada yang berkhianat. Lo lupa sama ucapan gue, jika ada yang berkhianat. Mereka akan mati!" teriak pelaku memperdalam pisaunya ke titik pusat sensitifnya.

Pelaku mengeluarkan sesuatu dari balik hoodie. Sebuah pistol. Pelaku tersenyum miring dan korban tahu apa yang akan dilakukannya.

"Selamat jalan, Nona Kana."

Dor!

Pelaku berhasil menembak dada perempuan bernama Kana, orang yang telah berkhianat dan membuat pelaku marah. Hana menghembuskan napasnya untuk terakhir kalinya. Pelaku tersenyum senang melihat perempuan itu tewas di tangannya sendiri.

Hana menutup mulutnya ketika melihat pembunuhan di depan mata. Jantungnya berdegup lebih cepat dan ini pertama kalinya, ia melihat pembunuhan langsung. Sebelum pelaku melihat Hana, ia segera lari dan melaporkan ke kepolisian. Namun, naas, takdir tidak berpihak kepadanya.

Prang!

"Woy, siapa di sana?!"

"Sial. Gue harus kabur," gumam Hana, kemudian ia berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat.

Pelaku berniat mengejar Hana, tapi ia tidak sengaja menemukan kartu identitas milik perempuan itu. Pelaku tersenyum miring setelah mengetahui siapa nama dan identitas perempuan cantik itu.

"Menarik. Tunggu aja tanggal mainnya," gumam pelaku, kemudian ia pergi sebelum ada yang melihat dirinya di sini.

○●○●○

Hana menarik napasnya setelah menjauh dari lokasi pembunuhan. Hana tidak habis pikir dengan kejadian yang ia alami. Beruntung saja, pelaku tidak mengejarnya. Hana tidak ingin dijadikan korban selanjutnya.

"Gila emang tuh orang," gumam Hana.

Hana melihat arloji di pergelangan tangan kirinya, sudah pukul sembilan malam. Hana melangkahkan kembali langkahnya menuju rumah yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Hana pulang," ucap Hana ketika tiba di rumah dan juga melepas sepatunya, meletakkan di rak.

Justin, sang ayah menyambut putrinya dengan senyuman manisnya. "Tumben kamu pulang terlambat? Bukannya kelas kamu selesai jam 8?" tanya Justin sembari merangkul bahu Hana ke ruang makan.

"Ah ... tadi dosen Hana terlambat datang, jadi kelas diundur beberapa menit," jawab Hana terpaksa berbohong. Hana akan menyimpan rapat apa yang ia lihat malam ini.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harsa Alfrezzo

Harsa Alfrezzo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hana Patricia

Killer Shadow | Heeseung - HaewonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang