13. TANDA YANG TERSISA

88 3 0
                                    

Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!

Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!

Alya, Dika, dan Maya kini berada di titik kritis. Mereka telah menggali terlalu dalam, dan seiring berjalannya waktu, semakin banyak hal aneh terjadi di sekitar mereka. Tapi tak ada jalan kembali. Mereka sudah memulai sesuatu yang tak bisa lagi dihentikan.

Hari itu, Alya merasa kegelisahan semakin meningkat. Sosok misterius yang dilihatnya di luar rumah beberapa malam lalu masih menghantuinya. Setiap bayangan yang dia lihat tampak lebih gelap, setiap suara samar terdengar seperti bisikan yang mengintai. Meski Dika dan Maya berusaha menyemangatinya, dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang menunggunya.

Mereka bertiga duduk di kantin sekolah, mencoba menenangkan diri sambil memikirkan langkah selanjutnya. Di tengah hiruk-pikuk percakapan siswa lain, mereka membahas apa yang sudah terjadi sejauh ini.

"Subjek eksperimen yang kita cari belum jelas," kata Dika pelan, memeriksa catatannya. "Tapi kita tahu pasti bahwa beberapa siswa di sini mulai menunjukkan gejala. Kita hanya butuh bukti kuat."

Alya mengangguk, meskipun pikirannya tampak melayang. "Aku merasa ada yang mengawasi kita. Sejak malam itu... semuanya terasa berbeda."

Maya menatapnya dengan cemas. "Kita harus cepat. Sebelum mereka menyadari bahwa kita terlalu dekat dengan rahasia mereka."

Saat mereka sedang berbicara, tiba-tiba suasana kantin terasa berubah. Udara terasa dingin, dan entah bagaimana, siswa-siswa lain tampak berhenti sejenak, seperti merasakan sesuatu yang salah. Alya merasa bulu kuduknya berdiri. Dia menoleh dan melihat seorang siswa berjalan dengan lambat memasuki kantin. Wajahnya pucat, matanya sayu, dan langkahnya seperti terhuyung-huyung.

Siswa itu adalah Rifki, salah satu siswa yang selama ini sering absen. Penampilannya sangat berbeda dari biasanya. Biasanya dia ceria dan penuh energi, tapi sekarang dia tampak sekarat.

"Rifki..." bisik Maya, memperhatikan perubahan drastis pada temannya itu.

Alya dan Dika juga menatap Rifki dengan perasaan tak nyaman. Tubuh Rifki gemetar, dan setiap langkahnya seperti penuh usaha. Dia berhenti di dekat meja mereka, matanya kosong, seolah tak sadar di mana dia berada.

"Rifki, kamu baik-baik saja?" tanya Alya, merasa ada yang sangat salah.

Namun, Rifki tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana, napasnya berat dan matanya semakin kosong. Suasana kantin menjadi sunyi, dan semua orang kini memperhatikan Rifki. Dalam sekejap, Rifki jatuh ke lantai dengan suara keras.

Panik langsung melanda seluruh kantin. Siswa-siswa lain berlarian mencari pertolongan, sementara beberapa guru segera datang untuk membantu. Maya menutupi mulutnya dengan tangan, menahan rasa takut yang mulai menguasainya.

"Apa yang terjadi padanya?" bisik Maya dengan ketakutan.

Dika berdiri, berusaha menenangkan diri. "Ini gejala yang sama. Mereka melakukan sesuatu padanya."

Alya merasa seluruh tubuhnya bergetar. "Kita harus menemukan jawabannya sekarang, sebelum semuanya terlambat."

Setelah kejadian itu, Rifki langsung dibawa ke ruang kesehatan sekolah, dan kemudian dikirim ke rumah sakit. Kejadian ini membuat seluruh sekolah menjadi cemas, dan rumor tentang penyakit misterius mulai menyebar dengan cepat. Namun, Alya, Dika, dan Maya tahu bahwa ini lebih dari sekadar penyakit biasa. Ini adalah tanda bahwa mereka semakin dekat dengan kebenaran yang mengerikan.

Malam itu, Alya, yang masih dibayangi oleh kejadian di kantin, kembali merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Bayangan sosok yang pernah dilihatnya di depan rumah kembali mengusik pikirannya. Dia merasa ada sesuatu yang lebih besar dari semua ini, sesuatu yang menunggu di balik kegelapan yang kini melingkupi hidup mereka.

Ketika dia sedang bersiap untuk tidur, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Tangan Alya gemetar saat dia membuka pesan tersebut.

"Kamu terlalu dekat dengan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi. Berhenti sekarang, sebelum semuanya terlambat."

Jantung Alya berdegup kencang. Dia mencoba mencari tahu siapa pengirim pesan itu, tetapi tidak ada petunjuk. Pesan itu anonim, tanpa tanda-tanda dari siapa pun.

Dengan cepat, Alya menghubungi Dika dan Maya, menceritakan pesan yang baru saja diterimanya. Mereka bertiga tahu bahwa ini adalah peringatan, sebuah ancaman. Tapi siapa yang mengirimnya? Dan seberapa jauh orang-orang ini bersedia pergi untuk melindungi rahasia mereka?

"Kita sudah terlalu dalam," kata Dika melalui telepon, suaranya terdengar tegang. "Tapi kita tidak bisa berhenti sekarang. Jika kita berhenti, mereka akan menang."

Alya menggigit bibirnya, merasakan ketegangan semakin berat di dadanya. "Kita harus lebih hati-hati. Kita tidak bisa biarkan mereka tahu lebih banyak tentang apa yang kita lakukan."

Maya menyela, suaranya gemetar. "Tapi apa yang akan kita lakukan? Bagaimana jika mereka tahu kita yang menghapus rekaman CCTV? Kita mungkin dalam bahaya."

Ada jeda singkat, sebelum akhirnya Alya menjawab dengan tekad yang bulat. "Kita harus lanjut. Apapun yang terjadi."

Malam itu, Alya tidak bisa tidur. Setiap suara kecil di rumah membuatnya terlonjak, setiap bayangan di kamarnya tampak seperti sosok yang mengintai dari kegelapan. Dia tahu bahwa apa pun yang mereka lakukan, mereka sudah berada di ujung tanduk. Dan siapa pun yang mengawasi mereka, pasti tidak akan berhenti sampai mereka berhasil menghentikan Alya dan teman-temannya.

Di tengah malam, Alya mendengar sesuatu di luar jendela. Dia menoleh perlahan, mencoba melihat lebih jelas. Dan di sana, sekali lagi, sosok itu berdiri. Tepat di luar jendelanya, di bawah cahaya bulan yang remang. Sosok itu lebih dekat dari sebelumnya, wajahnya masih tak terlihat dengan jelas, tapi kehadirannya begitu kuat, membuat udara di kamar Alya terasa berat.

Alya menahan napas, mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa sesuatu sedang menunggunya, sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar penyakit misterius yang melanda sekolahnya.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Alya merasa dirinya benar-benar dalam bahaya.


To Be Continued...

THE SILENT PLAGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang