Bagian 2

43 4 0
                                    

" Semuanya tolong tertib! Kita semua dapat bagian, tolong tertib! Sekali lagi.. semuanya tolong yang tertib!" Suara yang keluar dari pengeras suara membisingkan telinga.

Aku hanya diam, enggan mendengar perintah. sudahlah, aku juga tidak mau mengantri. Toh, aku pun ingin mati. Jadi tidak perlu repot menerima jatah makanan. Mungkin aku bisa bertahan tiga empat hari kedepan, tapi setelahnya aku akan kehilangan energi, pusing dan.. yeah, mati.

Itu anganku empat hari yang lalu.

Ternyata aku salah kaprah. Justru aku sekarang terlihat bugar, mataku melek tidak ada tanda kelelahan ataupun kehilangan energi. Bagaimana tidak, gadis aneh itu terus terusan memberiku jatah makan yang ia peroleh dari para sukarelawan. Awalnya aku menolak, tapi ia terus memelototiku. Ia bersitegas jikalau aku tidak menerimanya, dia akan merasa sedih.

Hah! Emang nya dia siapa? Kenapa juga ia harus memperdulikanku?

" Ingat! Kamu tidak boleh sakit. Ataupun mati seperti anganmu itu!" Lagi lagi gadis itu menceramahiku. Ia selalu membual katanya ia akan sedih, ia akan menangis, atau ia bakalan ikut mati bersama.

Tapi satu yang ku tidakmengerti, darimana ia tahu bahwa aku menginginkan tuhan mengambil nyawaku. Dan, aku juga lupa bagaimana ia tahu kalau aku membenci pamanku. Empat hari yang lalu aku tidak pernah menceritakan apapun kepadanya, bahkan aku tidak pernah menyinggung tentang pamanku.

Bagaimana caranya dia bisa tahu. Dan saat ia mengatakan 'pamanmu sudah mati' . Detik itu juga aku limbung tak sadarkan diri. Semua gelap. Tahu tahu aku bangun sudah disini, ditempat aku duduk dibawah tenda. Orang sekelilingku melihatku aneh. Katanya aku ajaib.

Ajaib?

Iya. Katanya aku pingsan empat hari yang lalu, dan tidak ada tanda kehidupan di raut wajahku. Aku pingsan selama empat hari, orang beranggapan aku benar benar mati saat itu. Ada yang membicarakanku dikarenakan aku pingsan akibat debu dan sulit bernafas. Ada pula yang berkata aku mati suri, jiwaku hilang selama empat hari.

Aku stres dibuat omongan mereka. Sebenarnya apa yang terjadi? Aku bahkan tidak ingat apa apa.

" Aku pingsan selama itu?" Akhirnya aku membuka obrolan pertama kepada gadis itu. Aku belum sempat berkenalan, aku masih ragu menanyakan siapa namanya.

" Panggil saja aku inah," ia tersenyum sembari membersihkan sepatu boot mewahnya.

Astaga!
Dia mengerti isi kepalaku? Jangan jangan dia tau apa yang aku ucapkan selama ini di dalam otakku?

" Ba.. bagaimana mungkin kamu tahu apa yang aku pikirkan?" Aku mengernyitkan dahi, aku dibuat mampus olehnya. Aku selalu bertanya tanya kepadanya, siapa sebenarnya gadis ini.

Inah, namanya. Itu hal pertama yang baru ku ketahui.

" Kamu mau makan?" Ia memberiku sebungkus roti, bertuliskan 'roti asli'. Aku menerimanya dengan sejuta pertanyaan. Ia tidak mau membahas apa yang ku tanyakan.

Sudahlah. Lagi pula aku juga enggan berlama lama disini, aku ingin pergi. Pergi dari tempat ini, dari dunia ini. Aku sudah tidak sanggup lagi hidup. Tapi sepertinya tuhan tidak mengizinkanku untuk mati cepat. Buktinya aku justru sekarang terlihat baik baik saja.

Aku melihat ke arah pakainku. Aku telah berganti jaket, sepatuku yang berwarna biru sekarang berubah hitam. Aku tidak ingat kapan aku menggantinya. Dan seingatku pun aku tidak pernah mau menerima dari para sukarelawan. Apa mereka mengganti pakainku saat aku pingsan.

Oh tidak. Itu artinya tubuhku ditelanjangi dan aku seperti mayat dibungkus kain baru. Aku segera melepas jaket, ah sialan kenapa susah sekali dibuka.

" Kamu hanya berganti pakaian luar. Para sukarelawan yang memberimu jaket itu." Aku menoleh ke gadis itu. inah maksudku."jaketmu benar benar lusuh, sudah tidak layak pakai." Inah meneruskan perkataanya. Ia hanya tersenyum lalu menggelengkan kepala.

NGADIRAH - PESUGIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang