Waktu menunjukan pukul satu dini hari, terlihat sebuah rumah sederhana yang nampak berdiri tegak diantara rumah lainnya. Terdengar suara knalpot motor yang berasal dari luar rumah tersebut, tak lama kemudian muncullah dua insan yang sedang berjalan menggunakan motornya menuju rumah sederhana itu. Sosok laki-laki yang duduk di jok belakang pun turun setelah temannya menghentikan mesin motornya di sebuah gang kecil.
"Thanks ya, Lang," ujar laki-laki tersebut setelah turun dari atas motor dengan tangannya yang menyentuh ujung bibir yang berdarah dan dihiasi oleh ringisan.
"Yoi, jangan lupa tuh muka diobatin," jawab temannya yang masih setia duduk diatas motor.
"Lo juga, itu muka pada bonyok semua," Jawabnya.
Setelah selesai berbincang, laki-laki yang mengendarai motor itu pun menyalakan mesin motornya kembali dan kemudian melesat pergi, meninggalkan temannya yang masih setia berdiri untuk menunggu dirinya menghilang dari penglihatannya.
Laki-laki itu segera berjalan menyusuri sebuah gang kecil dan memasuki rumah yang cukup sederhana itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia membuka pintunya dengan sangat perlahan, berusaha untuk tidak membuat suara sekecil apapun. Setelah membuka pintu dan menutupnya kembali, ia berjalan lagi untuk memasuki kamarnya, saat sampai di sebuah ruangan yang cukup sempit, ia menatap nanar sosok wanita setengah baya yang sudah tertidur di sebuah kasur yang bisa dibilang tidak layak untuk dipakai, disamping wanita tersebut juga ada sesosok anak kecil yang juga sedang tertidur disampingnya.
Tiba-tiba anak kecil tersebut terbangun dan netranya langsung mengarah ke laki-laki itu yang sedang berdiri memandanginya. "Abang udah pulang?" tanyanya.
"Husttt.... jangan berisik, nanti ibu kebangun," ujar laki-laki itu lirih dengan jari telunjuknya yang ia letakkan didepan bibirnya, mengisyaratkan anak kecil tersebut untuk tidak berisik. Anak kecil itu pun langsung mengangguk dan memejamkan matanya kembali.
"Capek banget hari ini, mau nyerah aja boleh nggak sih?" gumam lelaki itu dengan air mata yang sudah menampung di lubuk matanya, "tapi boong hahaha, yakali seorang Afan nyerah," timpalnya sambil memasuki kamar dan duduk bersandar di belakang pintu. "Tapi beneran gue capek banget, mau cerita tapi bingung mau cerita ke siapa, mau cerita sama Ibu entar takut malah nambahin pikiran, mau cerita ke Adel—adik perempuan Afan—tapi dia pasti belum paham, kalau dipendam sendirian bisa-bisa gue gila, serba salah gue," monolognya.
"Semangat Fan, lo harus kuat, tujuan lo hidup tuh untuk bahagiain ibu sama Adel, jadi lo nggak boleh nyerah, masa jiwa-jiwa pelawak nangis," ucapnya menyemangati diri sendiri.
Semua kalimat yang Afan ucapkan bohong, nyatanya ia tak sekuat apa yang diucapkan, ia juga butuh rumah untuk mengadukan semua keluh kesahnya. Kini pundaknya bergetar dan cairan bening telah mengucur deras dari kedua netranya, ia duduk dengan posisi memeluk kedua lututnya dan berusaha untuk menahan tangisnya namun ia gagal, Afan menangis tanpa suara di dalam kamarnya yang sunyi. "Ngapain sih lo nangis, cengeng banget," gumamnya.
Cukup lama Afan menangis, hingga tak sadar ternyata ia sudah terlelap dengan posisi yang masih duduk memeluk kedua lututnya.
*****
Plak!
Suara tamparan dari tangan Afan yang ia layangkan ke arah pipinya untuk mengusir nyamuk yang sedang menggigitnya. Kini Afan terbangun karena terganggu oleh banyaknya nyamuk yang mengerubungi, semua badannya terasa sakit karena Afan tidur dengan posisi duduk. Ia mengarahkan matanya menuju jam dinding yang terpasang dikamar, sudah waktunya untuk Afan melaksanakan sholat subuh, ia sedikit meregangkan ototnya terlebih dahulu sebelum memulai aktivitasnya.
Ia berdiri dan berjalan dengan lunglai karena kesadarannya yang belum pulih total, saat dirinya telah sampai di dapur ternyata ibunya—Hasni telah bangun lebih dulu darinya dan sedang membuat kue untuk ia titipkan di penjual warung dekat rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFAN: Jangan Salahkan Takdir
Teen Fiction"Dunia emang jahat Fell, tapi lo jangan salahin takdir, Tuhan ngasih ujian kaya gini sama lo berarti lo mampu buat ngatasinnya." "Tapi gue capek Fan, dan gue nggak punya seseorang buat cerita tentang semua keluh kesah gue." "Lo masih punya gue, lo b...