SPECIAL SERIES: SPECIAL MOMENT 2

1K 6 0
                                    

Aku meringkuk di tempat tidur dalam kegelapan, menguatkan diriku menanti kunjungan Ayah yang akan datang.

Aku tahu dia akan datang. Dia selalu melakukannya. Selama dua minggu terakhir, dia mengunjungiku setiap malam, menyatakan bahwa itu salahku karena menjadi penggoda di rumah.

Katanya, selama beberapa bulan terakhir, sejak aku mencoba keluar dari tampilanku yang lama dan mendapatkan lemari pakaian baru, aku selalu menjadi penggoda di rumah. Dia berbisik di telingaku bahwa itu adalah perilaku tercela, dan aku tidak tahu harus berkata apa. Aku menjadi tegang, bulu kudukku berdiri karena nada bejat dari suaranya yang rendah dan kuat. Aku benci mengecewakan Ayah.

Dia melanjutkan, mengatakan bahwa anak perempuan dengan payudara berair dan pantat bulat perlu dijaga oleh ayah mereka. Mereka tidak bisa membiarkan vagina putri mereka menjadi liar dan lepas kendali—itu akan sangat memalukan setelah semua yang dilakukan Ayah terhadap gadis kecil mereka. Jadi dia harus melakukan sesuatu.

Aku mendengar kenop pintu kamarku diputar dan dia masuk dengan tenang. Ayahku bertubuh besar dan bekerja dengan lengannya sepanjang hari, membentuk otot, menjaga fisik yang kuat sehingga membuatnya tetap gagah dan kuat.

Banyak wanita mengaguminya di kota kami. Mereka menggodanya setiap kali kami keluar. Mereka melakukannya tepat di depanku, dan mereka bahkan berbicara tentang keinginan untuk menidurinya seolah-olah aku tidak ada di sana.

Aku sangat pemalu dan pendiam sehingga mereka tidak berpikir aku punya pendapat. Mereka mengira aku tidak menyadari keindahan otot lengan Ayah atau lesung pipit manis di pipinya yang berjanggut saat dia tersenyum. Mereka salah, aku sangat sadar.

Aku selalu bangga karena Ayah sangat tampan, tapi aku tidak pernah berpikir dia ingin melakukan apa pun denganku—putrinya yang lugu dan canggung dalam pergaulan. Itu salah satu alasan kenapa aku tidak segara menghentikannya saat pertama kali dia merobek celana dalamku. Aku terlalu bingung, lugu dan canggung, sehingga aku menjadi ragu-ragu menolaknya. Ketika aku punya keberanian untuk itu, dia sudah menembus jauh ke dalam diriku.

Ruangan kamarku sunyi, yang ada hanya napas Ayah yang berat dan suara kain yang teredam di kulit saat dia melepaskan celananya dan membuka baju. Dia menarik selimutku dan kasur di belakangku tenggelam, menampung tubuhnya yang berat saat dia bermanuver, menempelkan dadanya yang bidang ke punggungku. Tangannya yang besar bergerak ke sisi tubuhku dan menyelinap ke depan untuk meremas payudaraku. Itu selalu menjadi tempat pertama yang dia tuju.

Aku menghela napas, bersantai di tempat tidur, hampir terkejut merasakan betapa nyamannya rasa tubuhnya di tubuhku. Aku memejamkan mata, ngeri karena aku mulai terbiasa dengan kehadirannya di tempat tidurku.

"Kau sedang menungguku, bukan?" Suaranya yang serak hampir seperti bisikan di telingaku. "Menunggu ayah masuk dan meniduri vagina kecilmu seperti pelacur."

Aku menggelengkan kepalaku, sebuah reaksi naluriah. Tapi Ayah tidak tertarik mendengar apa pun yang ingin kukatakan. Itu haknya untuk memberi tahuku siapa diriku, dan aku harus menerimanya. Sama seperti aku harus menerima kemaluannya. Dia selalu memberitahuku betapa menggoda dan pelacurnya aku karena membangkitkan hasrat yang tak terpadamkan dalam diri seorang pria yang selama ini mengabdi pada istrinya.

Aku merasa bersalah sepanjang waktu, tapi aku tidak bisa menahan reaksi tubuhku. Bukannya aku tidak mencoba menghentikannya pada awalnya. Aku mendorongnya menjauh saat dia membuka paksa kakiku dan menyentuhku, tapi kenikmatan yang menguasaiku saat bersama Ayah tidak seperti yang pernah kualami sebelumnya. Itu bukan sesuatu yang bisa kuberikan pada diriku sendiri, dan bukan sesuatu yang diberikan pacarku yang tak berharga, Gary, kepadaku. Yang Gary inginkan hanyalah merasakan payudaraku dan membuatku menyentak penisnya. Dia menyentuhku, tapi tidak menyentuhku cukup lama hingga aku selalu gagal merasakan apa pun saat berkencan dengannya. Tapi Ayah... Ayah berada di level yang berbeda.

"Hmmm." Erangan pelannya bergetar di punggungku dan putingku mengeras karena remasan lembut tangannya yang besar. Dia menekan dirinya ke dalam diriku, kekerasannya menusuk kelembutan pantatku.

"Aku yakin kau basah," kata Ayah, tangannya turun ke betisku dan perlahan menyentuh kulit halusku. "Aku yakin kau sudah berbaring di sini sambil gemetaran dengan cairanmu sendiri, menunggu untuk digali dan ditumbuk oleh penis mana pun yang kebetulan lewat."

Aku menggelengkan kepalaku. Aku hanya ingin Ayah. Napasku semakin dalam saat tangannya meraih pahaku, meremas dagingnya dan mengirimkan sensasi kesemutan ke perut bagian bawahku. Dia melanjutkan lebih jauh.

"Aku yakin kau menyentak penis anak itu hari ini hingga kau basah memikirkan apa lagi yang akan dia lakukan padamu."

Aku mengatupkan bibirku, dan menggelengkan kepala lagi karena itu tidak benar.

Ayah meremas pinggulku, meraih ke belakang untuk meremas gundukan daging di pantatku. Ayah mengerang di telingaku sebelum menyelipkan jari-jarinya di antara kedua kakiku.

"Tidak ada celana dalam." Ayah terdengar mencela. Dia mengaitkan tangannya di bawah lututku dan mengangkat kaki bagian atasku.

"Ini nakal, Jimena," katanya tegas. "Aku harus menghukum perilaku pelacur ini."

Peringatan itu membuatku merinding.

"Maafkan aku, Ayah," bisikku. Tapi dia tidak mendengar.

Dia terlalu sibuk menghirup udara. "Cium itu?" katanya, ada nada jijik dalam suaranya. "Vaginamu bau."

Aku tidak mengatakan apa-apa. Itulah yang disukai Ayah.

Seminggu yang lalu, saat aku berkeringat karena lari, dia bilang aku tidak perlu mandi, tepat di depan Ibu.

Ibu tertawa dan mengalihkan pandangannya dari TV cukup lama untuk menimpalinya. "Kau tidak bisa memberi tahu seorang gadis muda bahwa dia tidak perlu mandi!"

Tapi Ayah tidak tertawa bersamanya. Dia menatap lurus ke arahku, alisnya terangkat. Dan aku tahu apa yang dia inginkan.

Sekarang dia mencaci-makiku karena hal itu, memberitahuku hal-hal buruk. Dia selalu bersikap lebih keras, dan meniduriku lebih keras saat aku mengeluarkan cairan berbau ke seluruh tubuhnya. Dia suka vagina kotor.

Bauku pasti membuatnya bergairah, karena dia sudah menggosokkan ujung kemaluannya ke lipatan tubuhku, menyebarkan basah yang sudah terkumpul.

"Lihat betapa basahnya dirimu," geramnya. "Menjijikkan."

****

Baca versi lengkap di KaryaKarsa!

Caranya? Klik link di bio akun ini Ya!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 16 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DADDY KU HOT 21++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang