[Di Atas Patung Hokage]

326 26 35
                                    


"Aku pergi dulu."

Suara itu berbaur dengan udara malam yang dingin, memasuki indra pendengaran beserta dengan suara derap langkah yang menuruni tangga. Kedua manusia yang diberi ucapan pamit itu tidak lebih hanya mengangguk.

Konoha saat malam hari terlihat sangat indah dan manis. Dari atas patung Hokage seperti ini, kerlap-kerlip lampu malam desa sangat menawan. Konoha bagai surga jika dilihat dari dataran yang lebih tinggi, siapapun akan terhipnotis karena keindahan yang tercipta, belum lagi di atas terbeberkan bintang dan bulan.

Kepergian seorang wanita cantik berambut merah muda, meninggalkan dua laki-laki yang memakai pakaian tidak terlalu tebal. Dua manusia itu sedang menikmati apa yang terpapar di depan mata mereka.

"Jadi ingat masalalu," kata Naruto sambil memegang batas besi yang tersedia di depannya. Hembusan napas Naruto juga terlihat memburu, tapi selang beberapa detik deru napasnya membaik.

Laki-laki yang berada di samping Naruto tidak melakukan pergerakan apapun, hanya membisu memandang keindahan desa.

Naruto memicingkan mata kepada Sasuke. Ia benar-benar tidak suka dengan sifat Sasuke yang suka sekali mengabaikan sesuatu. Bukannya apa-apa, tetapi ia sungguh tidak sudi diperlakukan begitu oleh manusia laknat di samping kirinya itu.

Tidak ingin berkelahi setelah Sasuke pulang dari tugasnya yang membutuhkan hampir tiga minggu, ia memilih menggerutu di dalam hati sambil menggigiti lidah kenyalnya. Menahan jengkel itu susah bagi Naruto, apalagi kepada sahabat sendiri.

"Sekali-kali pulanglah, menginap di rumahmu, kasihan Sakura yang terus murung. Suami macam apa kamu ini. Tidak memikirkan Sarada?" tegur Naruto.

Jika dipikir-pikir, Naruto dulu juga mirip seperti Sasuke yang jarang pulang. Semenjak ia diangkat menjadi Hokage, pekerjaannya menjadi lebih berat sampai melupakan keluarga, tetapi setelah kejadian itu melanda keluarga kecilnya ia jadi lebih perhatian pada rumahnya.

"Aku akan pulang jika kamu juga pulang kepada Hinata."

Ctak!

Perempatan imajiner muncul di seluruh permukaan kulit wajah Naruto, mata birunya seakan berganti mode merah milik Kurama, dan giginya menjadi berbunyi tidak karuan. Sasuke sedang bercanda atau bodoh. Yang dikatakan Sasuke sama saja menyuruhnya berpulang pada yang maha kuasa.

"Kau bodoh?!" Mendelik sebal pada pria berambut aneh di sampingnya, yang ia lihat bukannya wajah bersalah, tetapi wajah yang seolah-olah mengatakan bahwa dirinya yang bodoh bukan pria itu.

Menarik lidah ke belakang. Naruto menelan rasa jengkelnya hanya karena berhasil menafsirkan arti dari wajah tampan nan datar pria tersebut.

"Sudah dua belas tahun berlalu, tidak ingin mencari pengganti?"

Bola mata Naruto membeliak terkejut dengan pertanyaan dari Sasuke. Pertanyaan seperti itu selalu Naruto singkirkan dari benaknya, ia nyaman sendiri, meskipun terkadang rindu kepada yang sudah pergi. Hinata, istrinya meninggal dua belas tahun yang lalu, saat melahirkan anak kedua mereka.

Hembusan napas Naruto semakin berat, kesedihan menjalar pada setiap pembuluh darah, mengantarkan rasa sakit pada ulu hati, sehingga jari-jari Naruto meremas besi pembatas dengan kuat. Sungguh, Naruto terus saja bersedih jika membahas masalah Hinata.

Mengerti dengan kondisi perasaan Naruto yang mulai tidak stabil. Sasuke mengelus punggung tangan Naruto dengan pelan, memberi ketenangan dalam sentuhan kulit. Sampai Naruto merasa tenang, Sasuke baru menghentikan aksinya.

Naruto tersenyum lembut pada Sasuke, mengucapkan terimakasih karena sudah menenangkannya, kemudian ia menatap langit. Langit malam itu, bintang-bintang yang bersinar, seolah menunjukkan jika Hinata mengawasinya dari sana.

HOW YOU LIKE ME [BORUNARU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang