Mettasha sampai di rumah sakit di mana Melati dirawat. Ia segera berlari tergesa menuju ruang ICU. Di depan ruangan itu, hanya ada Bibi Yati, dan suaminya, Pak Among.
"Bi, Ibu kenapa?" tanya Mettasha dengan wajah panik begitu tiba di hadapan mereka.
"Kondisinya menurun, Non. Maafin Bibi yang nggak nunggu Non Metta sampai, soalnya dokter minta cepat. Jadi, tadi Bibi telepon Tuan Adrian, Non. Terus Pak Adrian minta Bibi ikuti arahan Dokter untuk ke sini," jelas Bi Yati hati-hati.
"Iya, gak apa-apa, Bi. Terima kasih udah bantu aku, ya. Aku malah jalan-jalan. Maafin Metta, ya, Bi," ujar Mettasha yang menunduk dengan penyesalan.
"Gak apa-apa, Non. Selagi Bibi bisa bantu, pasti Bibi akan bantu Non sampai kapan pun itu. Non Metta kalau mau masuk udah bisa kok, tapi gak bisa lama-lama." ujar Bibi Yati seraya mengusap pelan punggung Mettasha.
Mettasha mengangguk pelan. Ia pun langsung berjalan masuk ke ruangan setelah mendapat izin dari perawat dan berganti dengan baju khusus. Matanya berusaha menahan tangis supaya tidak mengalir di hadapan sang ibu. Tangannya terulur menggenggam tangan Melati yang sudah terpasang selang infus, dan juga selang yang dimasukkan ke mulut serta hidungnya.
Mettasha mengusap wajah wanita yang sudah terlihat tidak muda lagi itu dengan perasaan sayangnya. Dikecup keningnya yang sudah berkerut. "Ibu, ini Mettasha. Ibu harus sembuh, ya? Maafin Metta yang pergi terlalu lama. Maafin Metta yang udah tinggalin Ibu di sini sendirian. Izinin Metta untuk temani Ibu sebagai pengganti waktu selama aku tinggalin," ucapnya sembari melihat wajah yang tenang itu.
Air matanya tidak bisa ditahan lagi. Luruh seluruhnya dengan tangis yang sedikit terdengar dan bahu yang bergetar. Mettasha sudah tidak bisa berkata-kata lagi, selain ingin melihat ibu kandungnya itu sembuh.
Tiba-tiba suara monitor berbunyi cepat dan tubuh Melati mengalami kejang. Mettasha seketika panik. Tak lama, dengan sigap beberapa perawat dan seorang dokter yang berjaga langsung datang untuk memeriksa kondisi Melati.
"Maaf, silakan menunggu di luar, Mbak," seorang perawat menggiring Mettasha untuk keluar dari ruangan itu. Sementara dokter dan perawat lain tengah melakukan pemeriksaan pada Melati.
"Suster, ibu saya baik-baik aja, kan? Tolong lakukan apapun untuk ibu saya, sus! Tolong, Suster!" ujar Mettasha kepada perawat di hadapannya ketika melihat tirai ibunya ditutup sehingga ia tidak bisa melihat lagi apa yang tim medis itu lakukan.
"Kami akan memeriksa dan melakukan yang terbaik untuk pasien, Mbak. Silakan menunggu di luar," jawab sang perawat, kemudian kembali masuk ke ruangan dan menguncinya dari dalam.
"Bi Yati," Mettasha dengan suara tangisnya langsung memeluk Bibi Yati.
"Kenapa, Non?" Bibi Yati mengusap punggung Mettasha mencoba menenangkan.
"Ibu, Bi. Tadi Ibu kejang tiba-tiba," cerita Mettasha dengan suara terisak.
"Semoga nggak terjadi apa-apa sama Ibu Melati, Non. Kita berdoa dari sini, ya," Bibi Yati meregangkan pelukan Mettasha yang wajahnya sudah basah dengan air mata.
Selama beberapa waktu, mereka duduk dengan tidak tenang di depan ruang ICU. Mettasha tidak bisa berhenti menangis, sementara Bibi Yati dan Pak Among menemaninya dengan perasaan yang sama. Mereka mencemaskan wanita yang berada di ruangan itu.
Dokter keluar dari ruangan ICU dan menghampiri mereka.
"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok? Ibu baik-baik aja, kan?" tanya Mettasha dengan tatapan penuh harap.
Dokter wanita itu menunduk dalam. "Maafkan kami, Bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Ibu Melati tidak bisa bertahan. Beliau sudah tiada. Kami turut berduka cita," ucapnya kepada Mettasha.
![](https://img.wattpad.com/cover/373056341-288-k530901.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VIEIL AMOUR | HOSEOK [TERBIT]
FanfictionMettasha terlahir sebagai putri konglomerat ternama yang memiliki banyak hal yang diimpikan semua gadis seusianya. Namun, ia memiliki masa lalu kelam sehingga membuatnya harus menutup rapat dirinya dengan sifat keras dan introver. Sampai suatu har...