" Ayah ampun ayah..... hiks hiks..... Sakit ayah...... Sakit..... Hiks.... Ampun..... "
" ANAK SIALAN SEPERTI LO PANTAS MATI! BUAT APA LO HIDUP!!! "
" KARENA KELAHIRANMU, WANITA YANG AKU CINTAI HARUS MATI!! "
" LO GAK BISA NGEGANTIIN DIA SIALAN! "
" Maaf........ Maaf....... "
Deg!
" HANAN! "
" Hah apa! Iya! Dimana? Kapan? "
" Anjir lama-lama lo bego juga ya. Dipanggil dari tadi malah melamun. Mikirin apa sih? " tanya Reno pada Hanan, yang sedari tadi hanya melamun menatap kosong ke depan.
" Ah, enggak. Mikirin ayah aja disana, hehehehe..... " jawab Hanan dengan cengengesan.
Reno menatap penuh curiga pada Hanan yang berlalu lebih dulu meninggalkan Reno dibelakang. Reno tahu jika Hanan berbohong. Tapi, dirinya tak ingin membuat pertengkaran lagi hari ini. Cukup kemarin-kemarin dirinya marah pada Hanan.
Reno berlari menyusul Hanan yang sudah sedikit jauh darinya. Reno merangkul pundak Hanan dan kembali bercerita tentang nya dan juga teman-temannya.
Bibir Reno tak berhenti untuk bercerita pada Hanan tentang semuanya. Matanya sesekali melirik kearah Hanan untuk memastikan apakah sahabatnya ini melamun lagi, atau mendengarkan ceritanya.
Tak khayal jika Reno sangat protektif pada Hanan. Bisa dibilang Reno adalah sahabat Hanan yang paling protektif dan juga galak. Entahlah, Hanan bilang dirinya mempunyai DID.
" Lo mandangin gua mulu, suka ya? Ih maaf ya, gua normal btw, " ujar Hanan pada Reno yang sedari tadi meliriknya. Sebenarnya Hanan sadar, sangat sadar malah, jika Reno menatapnya. Hanan membiarkannya saja, tapi lama kelamaan, tatapan Reno semakin aneh dan membuat Hanan risih.
" Apaan, dih, najis, " elak Reno pada Hanan yang ketahuan dirinya selalu melirik Hanan. Merasa dirinya ketahuan, Reno mempercepat langkahnya meninggalkan Hanan yang menertawakan nya.
.
.
.
.
.Bug!
Bug!
Bug!
" Dan tinggalin aja dia, " ujar siswa berseragam putih abu khas anak SMA itu.
" Yakin nih tinggalin disini nih anak? Kalau guru tau gimana boss? " tanya salah satu anak yang berseragam sama dengannya.
" Dahlah, jan urusin orang gak guna kayak dia. Udah kaga punya ibu, bapaknya dipenjara lagi ahahahhahaha " ujarnya diakhiri dengan tawa dan diikuti oleh teman yang lainnya.
Mereka berlima dengan seragam khas putih abu yang melekat dibadan mereka, perlahan meninggalkan Hakil, lelaki yang meringkuk tepat dipojok bangunan sekolah bagian selatan. Hakil terus memeganggi perutnya yang masih terasa sakit akibat pukulan yang ia terima bertubi-tubi. Dengan sedikit mengerang, dirinya perlahan berdiri dengan tangannya meraba-raba tembok untuk menopang tubuhnya. Wajahnya yang penuh lebam, hidung dan mulutnya yang masih mengeluarkan darah segar, sedikit lebam berwarna biru keunguan disudut mata kirinya, bajunya yang sangat kotor dengan cap sepatu yang menempel dibaju putihnya itu, celana yang robek dibeberapa bagian dan juga rambut yang sangat tidak beraturan.
" Argh... " erangnya saat dirinya melangkah untuk pijakan pertama. Sungguh, dirinya merasa seperti akan mati kali ini. Perutnya yang melilit, kedua kakinya yang masih bergetar, kedua tangannya juga tak luput dari luka. Bisa dilihat jika sebagian besar tubuh Hakil dipenuhi oleh luka. Wajah, tangan, kaki dan tubuhnya. Kedua kakinya yang sedikit lecet karena injakan yang ia terima dari kelima temannya yang sering membully nya. Kedua tangannya yang sedikit memar dan beberapa luka dikeduanya. Dari ujung jari hingga sikunya. Wajahnya yang dipenuhi dengan luka dan lebam hampir di seluruh wajahnya. Bagian tubuhnya yang memang tertutup oleh baju pun tak luput dari tentangan dan pukulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Life 2 (Second Life)
Fanfiction_Yang belum baca Short Life 1, bisa baca terlebih dahulu, karena ini adalah lanjutan kisah dari Hanan_ _Ini akun ke-2 ku, untuk yang mau baca Short Life 1,bisa kunjungi akun Eccedentesiast245 Selamat menikmati......