3. Bianca Geram

160 33 6
                                    

Hola, apa kabar semua?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hola, apa kabar semua?

Chapter 3

Bianca Geram

"Jadi, Evander memintamu melupakan dendam di masa lalu kalian lalu kalian harus berteman lagi?" tanya Lisa, ibu dari seorang balita yang sedang dirawat di rumah sakit.

"Kumohom jangan menatapku seperti itu," kata Bianca lalu mendengus karena Lisa menatapnya seolah sedang membujuk dan memohon padanya.

"Hanya berteman, Bi. Berteman. Setelah aku bekerja dan posisiku aman, kau bisa memutuskan pertemanan itu dan membalas dendam jika itu mungkin," kata Lisa sembari memotong tangkai mawar kemudian meletakkannya  pada gundukan mawar yang belum disusun oleh Bianca.

Balas dendam? Balas dendam seperti apa? Lagi pula menampar Evander di hari pertama mereka bertemu kembali sudah cukup membuat Bianca puas.

"Aku lebih baik menghidupi putramu sampai kau mendapatkan pekerjaan ketimbang harus menjadi teman Evander lagi," kata Bianca cukup serius.

"Kau pikir membesarkan anak hanya memberinya makan, pakaian, dan tempat tinggal? Ada asuransi pendidikan dan asuransi kesehatan yang harus kau bayar, Bi."

Sialan, batin Bianca. Benar juga yang dikatakan Lisa, dirinya tidak berpikir sajauh itu karena kurangnya pengamalan. Meskipun toko bunga kecilnya tidak bisa dibilang sepi pembeli, tetapi uang dari keuntungan yang didapat sedang dipakai untuk pengembangan rumah kaca modern agar dapat menanam bunga sendiri, ia mungkin harus lebih berhemat jika harus membiayai Agusto.

"Aku bisa saja mendapatkan pekerjaan serabutan, tapi kau tahu, 'kan? Tidak seorang pun yang bisa menjaga Agusto selaian kau saat ini. Jadi, aku perlu gaji besar agar aku bisa membayar baby sitter, aku tidak mungkin menitipkannya padamu setiap kali aku bekerja di cafe malam hari, kau juga butuh istirahat, Bi."

"Dengan kata lain kau sangat menginginkan pekerjaan itu?"

"Tentu saja, itu adalah perusahaan bergengsi dan gajinya sudah pasti cukup untuk menopang kehidupan kami?" jawab Lisa sungguh-sungguh lalu wanita itu menangkupkan kedua tangannya  di depan wajahnya. "Bi, kumohon. Sekali lagi saja."

Bianca menatap buket 1001 mawar yang hampir jadi lalu memicik pelipisnya. "Tidak, Lisa. Aku lebih baik menjaga Agusto setiap malam dari pada berteman lagi dengan si brengsek itu. Kau juga harus memikirkan perasaanku. Dia pernah meninggalkanku begitu saja, membuangku seperti aku adalah sampah yang tidak bisa didaur ulang. Ya Tuhan."

"Tapi itu sudah sangat lama, Bi."

"Tapi dia bahkan tidak minta maaf kepada padaku sampai sekarang, dan malah menawarkan pertemanan. Konyol!"

Lagi pula, untuk apa berteman dengan Evander, pria itu pasti punya banyak teman di Madrid dan Evander juga  memiliki kekasih, seharusnya Evander sudah tidak memerlukan teman tambahan.

Menawarkan pertemanan kepadanya menurutnya hanya omong kosong bahkan mungkin hanya trik untuk mengelabuinya lagi dan Evander seharusnya sudah tahu dengan jelas jawabannya.

Sementara Lisa kehabisan kata-kata, ia tidak dapat lagi mendesak sahabatnya, akhirnya ia memilih menyelesaikan memotong-motong tangkai mawar dibandingkan meyakinkan Bianca untuk berteman dengan Evander lagi.

Dua jam kemudian Bianca dan Lisa berdiri di depan meja sambil berkacak pinggang menatap buket bunga yang berisikan 1001 bunga mawar.

"Kurasa mantan pacarmu itu benar-benar romantis, ya?" kata Lisa.

Romantis. Jika Evander tidak meninggalkannya begitu saja mungkin kata romantis cocok untuknya. Sayangnya setelah apa yng Evander lakukan padanya membuat kesan baiknya pada Evander memudar hingga tak berbekas.

"Aku justru kasihan pada gadis yang sedang dikencaninya," kata Bianca sinis.

"Tidak semua laki-laki memiliki effort seperti itu, 1001 mawar artinya cinta yang lengkap. Evander pasti sangat mencintai gadis itu."

Perasaan Bianca seperti tertusuk mendengar ucapan Lisa, mengingat betapa jahatnya Evander yang meninggalkannya begitu saja. Ada perasaan tidak biasa menjalari otaknya, semacam rasa iri dan Bianca langsung membeci perasaan itu.

Bianca melirik jam di pergelangan tangan kanannya, waktu sudah mulai malam, toko juga sudah hampir tutup, tetapi Evander belum juga muncul untuk mengambil bunga pesanannya.

Bianca lalu memanggil salah satu pegawainya yang bernama Alma. "Alma, hubungi pemesan bunga itu, katakan padanya toko akan segera tutup dan dia harus mengambil pesanannya."

Alma baru saja hendak mendekati meja kasir untuk mengejawantahkan perintah Bianca, tetapi seorang pria tampan dengan kulit kecokelatan menggeser pintu toko.

"Bunga pesananmu sudah siap," ucap Bianca acuh.

Evander mengelus sebelah alisnya kemudian berkata, "Apa kau memperlakukan semua pelangganmu dengan ketus seperti ini?"

"Bagaimana sikapku  pada pelanggan, itu bukan urusanmu," sahut Bianca semakin ketus.

Lisa mendekati Bianca, wanita itu berbisik, "Ini mantan kekasihmu itu?" tanyanya dan Bianca tidak menyahut. Sementara mata Lisa berkilat-kilat  menatap Evander. "Apa Anda tuan Evander Torrado?"

Evander menaikkan kedua alisnya dan mengangguk meskipun samar. "Bianca pasti sudah bercerita banyak tentangku, 'kan?"

"Aku mengatakan jika kau pria brengsek dan licik," kata Bianca dengan datar.

"Tidak, tidak. Jangan dengarkan dia," kata Lisa sembari menggelengkan kepalanya dan satu tangannya melambai-lambai. "Mr. Torrado, aku adalah Lisa Tamlyn. Aku yang meminta Bianca untuk mewakili ku wawancara dengan bagian personalia di kantormu karena putraku sedang sakit."

"Kau pasti sudah tahu jika kau sudah kuterima dengan syarat...."

"Bianca sudah menyetujuinya," potong Lisa cepat-cepat.

"Lisa... Oh my God" erang Bianca.

Evander tersenyum. "Mulai besok kau mulai bekerja di kantorku dan biaya pengobatan putramu juga akan kutanggung."

"Ya Tuhan, terima kasih, Mr. Torrado," kata Lisa.

Sementara Bianca tidak bisa berkata-kata lagi, ia mematung di tempatnya dan menatap Lisa dengan jengkel.

Evander memberikan kode dengan tangannya, dua orang pria berperawakan tegap masuk ke toko. "Angkat bunga itu," titah Evander.

Evander mendekati buket bunga raksasa yang sedang diangkat oleh dua bodyguard kemudian mencabut satu tangkai mawar, bibirnya menyunggingkan senyum lalu mengulurkan mawar di tangannya kepada Bianca.

"Terima kasih," kata Evander.

Sementara Bianca meremas tangkai mawar dengan geram, ingin sekali melemperkan mawar di tangannya kepada Evander.

Bersambung....

1001 LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang