Part 2 - Kenyataan Pahit

26 1 1
                                    

"Mas Raiga...?"

Mereka berdua saling bertatapan, lalu terputus saat suara Kanaya menginterupsi mereka.

"Avhara, kalian saling mengenal?" Tanya Kanaya, lalu Raiga dan Avarha menjauhkan diri.

Kanaya masih menatap bingung keduanya, "Kalian saling kenal?" Tanyanya lagi. Raiga hanya terdiam, Avarha tersenyum kecut lalu menggeleng.

"Oh... Iya ya, ini kan pertama kali kalian bertemu." Ujar Kanaya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Ini Avarha mas, dia sahabat aku. Dan Avarha, ini mas Raiga. Yang aku ceritakan ke kamu soal dia." Kanaya bersemangat mengenalkan mereka.

Avarha berpura mengulurkan tangan padanya, Raiga sempat menyipitkan kedua matanya. Dan menyambut uluran tangannya, dan ikut berpura tak mengenalnya seperti yang ditunjukkan dari kode mata Avarha.

"Avarha..."

"Raiga..."

Mereka berjabat tangan sejenak lalu melepaskannya, dan yang tidak disadari oleh Kanaya adalah ekspresi di antara mereka berdua, yang mana mereka berdua sudah saling mengenal jauh sebelum Kanaya. Tapi apakah benar seperti itu?

Avarha memandang foto yang terpajang di dinding lalu kembali memandang Raiga yang ada di hadapannya. Jadi Raiga adalah anak orang kaya? Yang dia tahu hanyalah dia pegawai kantoran biasa. Bukan anak dari seorang pemilik perusahaan besar, dan dia adalah penerusnya.

Lalu matanya berpusat pada poto yang disebelahnya, di sana mereka berempat berdiri berfoto bersama. Avarha memandang lamat-lamat siapa gerangan gadis itu, adiknya kah. Tapi kenapa tidak makan bersama?

Raiga yang mengerti arah pandang Avarha, langsung berbicara. "Dia adikku, namanya Sania dia sekolah di Amerika Serikat."

"Oh..."

Kanaya yang bingung dengan suasananya pun lebih memilih meraih tangan Avarha,  dan membawanya ke ruang tamu dan duduk di sana. Sementara orangtua Raiga pamit pergi ke kamar mereka, karena ayahnya yang baru pulang kerja dan ingin mandi dulu.

"Tunggu dulu di sini sebentar ya Rha, aku mau berbicara dulu sama mas Raiga." Avarha hanya bisa mengangguk, lalu Kanaya pergi ke kamar Raiga berada. Dia menaiki tangga, di mana dia ingin berbicara dengannya dan lebih ingin mendekatkan diri padanya agar lebih akrab.

Tidak mudah baginya untuk mendekatinya pada awalnya, namun ia harus berusaha keras bukan agar kelak saat menikah mereka tidak akan canggung lagi. Kanaya yakin kalau Raiga adalah takdirnya, takdir yang berjodoh dengannya. Dia pun memahami kalau dialah orang yang sangat dingin, cuek dan tidak pandai mengekspresikan wajahnya. Itu lah menurutnya menambah ketampanan wajahnya, dia memanalah sangat perfect.

Si pria dengan sedingin kulkas itu, memang mebuatnya jatuh tergila-gila pada pesonanya. Kanaya mengetuk pintu kamar Raiga, menunggu dia untuk membukanya.

Sementara Avarha yang sedari tadi menahan perasaannya yang berkecamuk, dan rasa gemuruh hatinya karena kenyataan bahwa Raiga adalah anak orang kaya. Terlebih dia adalah orang yang kelak akan menjadi suami dari sahabatnya, dirinya tak menduga sama sekali kalau hidupnya akan serumit ini.

Ia akan dihadapkan dengan Raiga dan Kanaya akan menikah kelak, itu menghancurkan hatinya. Perasaannya dengan Raiga sudah berkembang, ia pun takut akan kenyataan kalau Kanaya akan kecewa padanya jika mengetahuinya kelak.

Apa yang harus ia lakukan? Apakah ada jalan lain? Ia harus mengakhiri hubungannya dengan Raiga yang tergolong seumur jagung itu. Sungguh demi apapun dia tidak ingin kehilangan sahabat satu-satunya, dan juga Raiga. Tanpa sadar air matanya mengalir, dia tidak tahu apa hang akan terjadi nantinya. Tapi satu hal yang pasti, lebih baik dia mengakhirinya di sini. Sebelum semua terlambat.

Kanaya & Her Decision Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang