Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!
Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!✧
Alya, Maya, dan Dika terperangkap dalam ketegangan yang mencekam. Pria misterius yang mendekat dari bayangan itu mengeluarkan aura yang mematikan, dan setiap langkahnya terasa seperti dentang waktu yang semakin mendekat ke arah mereka. Ketiganya berdiri kaku, tanpa tahu harus melakukan apa.
Pria itu akhirnya berhenti di depan mereka, cukup dekat hingga mereka bisa melihat wajahnya meski hanya diterangi cahaya remang dari lampu di lorong. Wajahnya tirus, dengan mata yang tajam dan penuh kecurigaan.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya pria itu lagi, suaranya tegas namun terdengar seperti ancaman terselubung.
Alya mencoba menenangkan napasnya yang memburu. Dia tahu bahwa mereka tak bisa mengungkapkan tujuan sebenarnya. "Kami... tersesat," jawabnya dengan suara yang sedikit gemetar, berusaha terdengar tenang.
Pria itu menatapnya tajam, seolah mencoba mencari kebohongan dalam setiap gerak-gerik mereka. Lalu, dia mendekatkan wajahnya ke arah Alya, membuat suasana semakin mencekam.
"Di tempat ini, tidak ada yang tersesat," gumamnya. "Semua yang datang ke sini punya tujuan. Dan kalian, aku yakin, punya tujuan tersembunyi."
Maya hampir tak bisa menahan ketakutannya. Dika mencoba tetap tenang, tapi Alya bisa melihat keringat dingin di pelipisnya. Pria itu mengangkat tangannya, seolah ingin menyentuh Alya, tapi sebelum dia bisa melakukannya, suara derap langkah lain terdengar dari arah lorong, menarik perhatiannya.
Seorang wanita muncul dari bayangan, dengan pakaian serba hitam dan sikap yang sama menakutkannya. Rambutnya tergerai panjang, dan tatapannya yang dingin segera tertuju pada mereka bertiga. "Apa yang terjadi di sini?" tanyanya dengan nada yang tidak kalah tajam.
Pria itu mundur sedikit, lalu menjawab, "Mereka tertangkap di sini. Mengaku tersesat."
Wanita itu menatap mereka bertiga dengan tajam, kemudian melirik pria itu dengan sinis. "Kau terlalu mempercayai kata-kata mereka," katanya, lalu beralih ke Alya, Maya, dan Dika. "Aku tahu anak-anak seperti kalian. Kalian menyusup, mencoba mencari sesuatu yang bukan urusan kalian."
Dika yang akhirnya angkat bicara. "Kami benar-benar tersesat. Kami hanya ingin keluar dari sini."
Wanita itu tersenyum tipis, senyum yang tidak mengandung kebaikan sedikit pun. "Bohong." Kemudian, dia mengangkat tangannya, dan seketika sebuah suara pintu besi berat terbuka di ujung lorong. "Ikut aku. Jika kalian sungguh tersesat, mungkin kita bisa menemukan jalan keluar bersama."
Alya tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Mereka saling pandang dengan cemas, tetapi akhirnya mengikuti wanita itu dengan langkah berat. Ketegangan terus menghantui mereka setiap saat. Lorong semakin sempit dan gelap saat mereka bergerak lebih dalam ke bawah tanah.
Alya bisa merasakan sesuatu yang mengancam di udara, seperti bayangan gelap yang mengikuti mereka dari belakang. Setiap langkah terasa seperti mendekati sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang bisa mereka bayangkan.
Mereka tiba di sebuah ruangan besar, dikelilingi oleh dinding-dinding logam dengan peralatan yang terlihat aneh dan asing. Suara dengungan mesin terdengar di udara, membuat suasana semakin tak nyaman. Di tengah ruangan, ada sebuah tangki besar berisi cairan hijau yang mengeluarkan cahaya samar. Di dalamnya, ada sesuatu—atau seseorang.
Alya menahan napas saat dia mendekat. Sosok di dalam tangki itu tampak manusia, tetapi tubuhnya tampak tidak normal. Kulitnya terlihat pucat, hampir transparan, dan tubuhnya dipenuhi luka-luka aneh.
"Apa ini?" bisik Maya ketakutan.
Wanita itu menatap mereka dengan penuh kemenangan. "Ini adalah masa depan. Masa depan yang telah kami kembangkan jauh sebelum kalian bahkan mengetahui keberadaannya."
Dika merasakan ketakutan yang semakin memuncak. "Kalian... kalian yang menyebabkan semua ini? Wabah itu... eksperimen ini?"
Wanita itu tertawa kecil, suaranya dingin dan penuh kesombongan. "Wabah? Oh, anak muda, kalian masih terlalu polos. Ini bukan sekadar wabah. Ini adalah transformasi. Sebuah langkah besar dalam evolusi manusia."
Alya merasa mual mendengar kata-kata wanita itu. Dia akhirnya sadar bahwa apa pun yang terjadi di sini, ini jauh lebih buruk dari yang pernah mereka bayangkan. "Kalian membunuh orang-orang... demi eksperimen ini?"
Pria yang berdiri di dekat pintu tertawa sinis. "Mereka bukan korban. Mereka adalah pion dalam sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang akan mengubah dunia."
Wanita itu menatap mereka bertiga dengan penuh keyakinan. "Dan kalian, anak-anak muda, telah melihat terlalu banyak. Kalian tidak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup."
Suasana ruangan itu tiba-tiba terasa semakin dingin, seolah udara di sekitarnya menekan mereka. Alya, Maya, dan Dika tahu bahwa mereka berada di ambang bahaya yang tak terelakkan. Tidak ada jalan kembali. Kini, mereka harus bertahan hidup atau mati di tangan para peneliti gila ini.
Wanita itu melangkah lebih dekat, mengangkat tangannya seolah memberikan perintah. Namun, sebelum dia bisa bertindak lebih jauh, suara keras terdengar dari luar ruangan. Seperti sesuatu yang besar jatuh ke tanah, mengguncang seluruh tempat itu.
"Apa yang terjadi?" pria itu berteriak, tampak panik.
Wanita itu menatap pintu dengan waspada. "Seseorang masuk!"
Alya merasakan detik-detik ketegangan itu semakin meningkat. Apapun yang datang, ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka untuk melarikan diri. Mereka saling berpandangan, dan tanpa perlu berkata apa-apa, mereka tahu bahwa mereka harus bertindak cepat.
Di tengah kekacauan yang mulai terjadi, Alya, Dika, dan Maya memutuskan untuk melawan nasib mereka sendiri.
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SILENT PLAGUE
HorrorDi sebuah kota kecil yang tenang, penyakit misterius mulai menyebar tanpa peringatan. Orang-orang yang terinfeksi tidak segera berubah menjadi mayat hidup, tetapi mereka perlahan kehilangan kesadaran, menjadi terobsesi dengan suara tertentu yang han...