A Love That Doesn't Last

176 10 0
                                    

//Maybe right person, wrong timing. But I can't be stuck on someone who doesn't love me anymore, trust me anymore, want me anymore//


"Kamu bilang kamu sayang sama aku! Kamu bilang nggak akan ninggalin aku, kamu mau berjuang... kita bakalan berjuang sama-sama! Tapi apa, Karina?! Kamu bohong! Di sini cuma aku yang mati-matian perjuangin kamu!" Winter mendorong Karina dengan kuat hingga terhuyung, meluapkan segala kemarahan atas keputusan sang kekasih yang dianggapnya sangat pengecut.

"Win, please... Aku nggak bisa. Aku nggak yakin kita bisa bertahan selama itu... dan aku masih butuh orang tuaku," Karina meraih tangan Winter, menggenggamnya erat.

Winter merasakan hatinya semakin hancur, bukan hanya karena keputusan Karina, juga kabar dari kakaknya atas kondisi kesehatan ayahnya yang semakin memburuk. Winter mengorbankan segalanya untuk Karina, bahkan melawan keinginan orang tuanya agar tetap bersamanya. Dan sekarang, ketika semuanya telah ia lepaskan, Karina justru memilih untuk mundur, meninggalkan dirinya.

Isakan demi isakan lolos dari mulut Winter, membuat Karina merengkuh tubuh sang kekasih dan memeluknya erat.

Winter kembali mendorong keras tubuh Karina, menatapnya nanar, menyesali keputusannya mempercayai Karina hingga memutuskan untuk meninggalkan segalanya bahkan keluarganya hanya untuk Karina semata.

"Aku bodoh karena jatuh cinta dengan pembohong sepertimu! Terlalu bodoh karena percaya dengan segala ucapan dan janji kosong yang kamu beri. Setelah apa yang aku lakuin untukmu, sekarang malah omong kosong ini yang aku dapatkan!" Winter terus mendorong tubuh Karina. Mata yang selalu menatap Karina dengan penuh cinta kini tampak dengan kemarahan serta kekecewaan yang mendalam.

Karina sadar bahwa ia pantas mendapatkannya. Ia merasa sama hancurnya seperti winter. Ia mengetahui kondisi ayah Winter, betapa winter membutuhkan dukungan darinya saat ini, melalui masa-masa sulit itu bersama.

Namun, ibunya yang sakit dan harapan yang ia bawa begitu besar hingga ia memilih jalan yang paling mudah untuk dirinya, meskipun melukai orang yang paling ia cintai.

"Aku nggak bisa lagi, Win. Aku nggak bisa dampingi kamu lagi. Kamu harus ada di samping keluargamu sekarang, bukan sama aku. Aku nggak bisa jadi penopangmu. Kamu butuh seseorang yang lebih kuat, yang bisa ada di sana buat kamu, dan itu bukan aku..." Karina berkata dengan suara yang bergetar, mencoba menahan air mata yang bersiap jatuh.

Pasrah adalah satu-satunya kata yang bisa ia terima. Bohong jika ia mengatakan tak mencintai Winter, namun ia terpaksa berpisah karena permintaan sang ibu yang kini tengah terbaring sakit, dan berharap dirinya menikah dengan lelaki pilihan.

"Aku sayang sama kamu... Aku cinta sama kamu... Tapi maaf, Win, aku nggak bisa lanjutin hubungan ini. Kamu berhak bahagia meskipun tanpa aku." Akhirnya tangisan yang Karina tahan pun pecah, ia bersimpuh di hadapan Winter, meluapkan segala sesak yang ia tahan saat memutuskan hubungan mereka.

"Aku minta maaf nggak bisa nepatin janjiku untuk terus sama kamu... Ini bukan kemauanku, Win, dan kamu tahu itu... Aku mohon, Win, maafin aku." Isakan Karina semakin kuat, air matanya tak lagi bisa ia bendung.

Winter tak pernah melihat Karina serapuh ini. Melihat Karina yang seperti ini pun membuatnya semakin hancur.

Winter ikut bersimpuh di hadapan Karina, memeluknya erat, mengusap punggungnya pelan, ia menarik nafas dalam, air matanya kembali jatuh, mendekap tubuh karina semakin erat, ia tahu pelukan ini menjadi pelukan terakhir diantara mereka berdua.

"If we are not destined to be together now, I hope we will not be reunited in our next life. If pain and hardship are all we get, we'll never be happy. I let you go. You have become one of the sweetest and bitterest love stories that I will keep in my heart. I love you and goodbye, Karina." Bisiknya pelan, mensejajarkan wajahnya menatap sang kekasih untuk terakhir kalinya.

Cerita cinta mereka berakhir tak bahagia, namun kenangan manis yang mereka lewati akan selalu menyertai perjalanan kehidupan mereka berdua kedepannya.

Winter mencium pelan kening Karina dan bangkit, melangkahkan kakinya perlahan meninggalkan Karina yang kini hanya bisa menatap punggung Winter yang semakin jauh meninggalkan dirinya.

Jika Tuhan tak mengizinkan mereka untuk bersama, mengapa Tuhan mempertemukan mereka berdua, memberikan mereka berdua perasaan cinta untuk satu sama lain? Jika memang tak ada lagi harapan untuk mereka, mengapa rasa sayang, cinta, dan sakit hadir bersamaan di antara mereka?

~Oneshoot | Winrina/ Jiminjeong ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang