---
Saat aku terbangun lebih awal dari biasanya, udara pagi yang dingin menyusup ke dalam kamar kecil tempat aku beristirahat. Sinar matahari belum sepenuhnya muncul, namun perasaan aneh yang mengusik membuatku segera bangun. Aku duduk sejenak di atas tempat tidur kayu kasar itu, merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Dengan cepat, aku mengenakan sepatuku dan keluar dari kamar, berjalan menuju pintu depan gubuk. Begitu membuka pintu, aku disambut oleh pemandangan yang membuat jantungku berdetak kencang. Dermaga yang seharusnya dipenuhi oleh kapal kami kini kosong.
Aku tertegun, merasa kebingungan dan panik. “Kapalnya… di mana kapalnya?” gumamku dalam ketakutan. Tanpa menunggu lebih lama, aku berlari ke arah dermaga dengan harapan menemukan jawaban
Tapi kenyataannya tak bisa dibantah, kapal itu sudah pergi. Tak ada jejaknya sama sekali. Panik mulai merayapi diriku, aku berteriak, "Kapten! Yon! Dimana kalian?!"Tak ada jawaban. Aku berlari ke sekeliling dermaga, mencari tanda-tanda mereka, tapi hanya kesunyian yang menjawab.
Namun, aku melihat sesuatu yang membuat langkahku melambat. Di sana, di pinggiran dermaga, Cesha sudah lebih dulu duduk, tubuhnya bergetar dan bahunya terguncang karena tangis yang tertahan. Matanya merah dan sembab, menatap kosong ke arah laut yang tak berujung.
"Cesha…" panggilku pelan, tapi suaraku nyaris tenggelam dalam suara isakannya.
Dia menoleh padaku, air mata terus mengalir di pipinya. “Mereka pergi, Arka… mereka meninggalkan kita di sini.” Suaranya pecah, penuh dengan ketakutan.
Aku merasa dunia seakan runtuh di sekitarku. Kapal kami kapten dan seluruh kru benar-benar telah meninggalkan kami. Keningku berkerut, "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyaku, meskipun aku tahu Cesha juga sama bingungnya denganku.
Dia tidak menjawab, hanya terus menangis, menggenggam lututnya erat-erat. Sementara itu, aku mencoba berpikir keras, mencari jalan keluar, meski rasa takut terus menghantui.
Hari mulai siang, dan salah seorang warga mendekati kami, seorang pria paruh baya dengan senyum ramah dan penampilan sederhana. Cesha, yang melihatnya, langsung berdiri dengan mata yang mulai cerah. "Itu pemilik penginapan," katanya, suaranya masih bergetar tapi penuh harapan. "Dia pasti bisa membantu kita."
Pria itu mendekat, memandang kami dengan tatapan penuh perhatian. "Kalian pasti belum sarapan pagi tadi. Ayo, aku akan mengajak kalian makan di kedai dekat sini. Hari sudah mulai siang, dan kita perlu mengisi energi."
Aku melihat ke arah Cesha, yang tampak sangat menginginkan tawaran itu, tetapi aku merasa tidak nyaman. "Terima kasih atas tawarannya," kataku dengan nada tegas. "Tapi aku yakin kapten akan kembali menjemput kita. Kami hanya perlu menunggu di sini."
Pemilik penginapan dan Cesha saling memandang, keduanya tampak kebingungan oleh sikapku. "Arka," kata Cesha lembut, "aku lapar... Mungkin mereka tidak akan kembali segera. Kita tidak tahu apa yang terjadi."
Aku merasa terpecah antara harapan dan kenyataan. "Aku hanya merasa kita harus menunggu di sini. Kapten pasti akan kembali begitu kapal siap. Kita harus tetap di dermaga."
Pemilik penginapan, meskipun tampak memahami sikapku, tetap memohon dengan sopan. "Kalian berdua pasti sudah sangat lelah dan butuh makanan. Makan akan membantu kalian berpikir lebih jernih."
Akhirnya, setelah beberapa saat berpikir dan melihat betapa kelelahan dan kelaparan Cesha, aku mengangguk perlahan. "Baiklah, tapi hanya untuk makan sebentar." kami mengikuti pemilik penginapan menuju kedai kecil di dekatnya.
Saat kami duduk di kedai dan mulai menikmati makanan sederhana yang disajikan, suasana di sekeliling mulai terasa lebih tenang. Cesha tampak lebih tenang saat makanan mengisi perutnya. Pemilik penginapan duduk bersama kami, tampak ramah dan berusaha membuat kami merasa nyaman Sambil menyantap hidangan sederhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lautan
BeletrieArka, seorang anak yang memulai petualangan berlayar di kapal dagang kapten Azul. Di atas kapal, ia belajar tidak hanya tentang seni berlayar dan berdagang. Tapi