Aletta dan Alora sedang berada di lapangan depan sekolah, menunggu untuk dijemput dengan ayah ibunya. Tapi hari ini, ada yang berbeda dengan Aletta.
"Tumben hari ini kamu baca buku novel, kesurupan apa?" Tanya Alora.
"Diam. Berisik tau gak, ini bagian yang paling seru." Jawab Aletta kesal yang sedikit kaget.
"Novel apa sih? Serius banget bacanya." Tanya Alora heran. Fenomena langka sekali melihat Aletta membaca buku.
"Percaya Kepadaku, kamu tahu gak?" Tanya Aletta yang matanya masih fokus kepada lembaran buku itu yang dibalik satu per satu.
Alora seketika terdiam keheranan. Percaya Kepadaku? Novel apa itu? Tidak pernah dengar. "Keluaran terbaru?"
"Gak tahu, Saava yang kasih."
Alora meminjam buku itu dari kakaknya lalu melihati bagian buku itu dengan sangat rinci. Sampulnya, tidak pernah lihat. Judulnya, tidak pernah dengar. Isinya, sangat aneh. Terlebih, itu semua terlihat seperti karangan walaupun di halaman paling depan tertulis kisah nyata.
"Kalau udah selesai baca, kasih tau aku sinopsisnya." Ucap Alora yang mengembalikan novel itu kepada Aletta.
Aletta mengacungkan jempolnya sambil tersenyum. Tak lupa ia juga mengedipkan mata kanannya. Sebenarnya, Aletta cantik. Kalau kalem.
***
Mereka sudah dijemput oleh ibunya menggunakan mobil. Alora bisa tidur di kursi penumpang bagian belakang dengan bebas dan nyaman. Sedangkan Aletta di kursi penumpang bagian tengah, masih asyik membaca novelnya.
"Seru banget kak kelihatannya. Novelnya beli atau dikasih?" Tanya ibu Aletta dan Alora, Meyla.
"Dikasih lah, mom. Masa Aletta yang uang tabungannya lagi miskin ini mau beli buku kayak gini?" Ucap Aletta sambil terkekeh.
"Ooh, begitu ya. Alora, lagi apa?"
"Tidur, ngoroknya keras banget."
Meyla hanya bisa tertawa geli. Aletta dan Alora, tidak pernah akur. Selalu bertengkar setiap waktu. Tapi justru itu yang membuat hubungan mereka semakin dekat.
***
Alora mendobrak pintu rumah dengan bahagia. "Akhirnya, sampai rumah!" Serunya.
Tidak perlu berlama-lama, ia pergi ke gudang lalu mengambil gitar listriknya. Sudah lama ia tak memetik senar gitar favoritnya itu. Ia memainkan beberapa lagu, terlebih lagi jarinya bermain dengan lincah sehingga lagu tersebut enak untuk didengar tanpa ada bagian yang terputus.
"Alora, ganti baju dulu ya sayang." Ucap Meyla dengan senyuman hangatnya.
Alora mengangguk lalu segera berdiri dari sofa ruang TV. Tak disangka, matanya tertuju kepada bingkai foto keluarganya. Ia berhenti berjalan, mendekati bingkai itu di laci.
Alora hanya bisa tersenyum kecut. "Andaikan kamu masih hidup disini, bang. Aku kangen bagaimana abang ajarin aku gitar itu." Gumam Alora.
Dadanya sakit, tenggorokannya tersekat, ia menahan air matanya agar tidak jatuh. "Bahagia di sana ya, bang."
Ia menyeka air matanya dengan baju seragamnya lalu kembali berjalan ke kamar mandi.
***
"Ta, tidak mandi? Sudah jam segini tau." Tanya Alora kesal.
"Oke." Jawab Aletta yang membuat Alora semakin marah. Anak monyet ini tidak berdiri juga, batinnya. Ia pun menjewer telinga Aletta dengan jari lentiknya itu. Aletta meringis kesakitan.
"Iya iya, kamu ngeselin banget sih!" Teriak Aletta lalu melempar novel itu di sofa dan pergi menjauh sambil menghentakkan kakinya keras-keras, pertanda bahwa ia kesal dengan Alora.
"Sok-sok an hentakkan kaki, tapi dia bukan hulk." Gumam Alora.
Sebelum pergi ke kamarnya, Alora menoleh ke arah buku novel yang dibaca Aletta yang tidak ada habisnya itu. Ia menautkan alisnya lalu mengambil buku itu. Ia membuka buku itu, membalik halaman per halaman.
Ia menggumam keheranan melihat makhluk dan benda aneh yang diceritakan di buku novel. "Cih, makhluk hitam. Ini juga, pohon tua. Portal, daun layu, dunia lain, penyihir, elf, naga."
"Sinting." Pikirnya.
Tapi dia salah, Aletta benar..
***
Wkwkwk, males bgt up bab ini pls. Btw bagus gaa? Janlup votenya yaa
"Dia selalu berada di sampingmu."