Rapot day

777 133 11
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

"Nggak usah macem-macem!" cicit Klarisa kesal saat mereka mampir ke toko kue untuk membeli buah tangan yang Cendana kasih ke gurunya nanti.

Darka menggandeng tangan Cendana, berjalan di belakang Klarisa.

"Itu cara aku bertanggung jawab. Kenapa nolak?!" balas Darka sengaja.

Klarisa tak membalas, ia mementingkan memilih kue di rak display.

Darka diajak Cendana ke kulkas transparan besar. Ia tarik tangan Darka hingga pria itu membungkuk.

"Bapak, beliin ini, ya," bisiknya.

"Siapa yang ulang tahun?" balas Darka berbisik.

"Ibu. Oma yang kasih tau, tapi besokkkk," bocah cilik itu berbisik seru. Darka melirik lantas menahan senyumannya.

"Ayo!" Suara Klarisa lantang. Ternyata ia sudah meneteng satu box ukuran 20x20cm berisi brownies premium dengan coklat almond. Emang Klarisa, mana mau dia kasih buah tangan abal-abal.

Lanjut kembali menaiki mobil Darka berupa sedan mewah warna putih, Cendana terus ceriwis membahas banyak hal selama di sekolah.

"Masa kamu sedih cuma karena Bapak kerjanya jauh?!" Darka berkomentar seolah tak suka dengan kesedihan Cendana.

"Iya, Bapak ..., tapi sekarang nggak. Bapak udah pulang!" teriak girang hingga mengangkat tangan ke atas.

Terus aja, Dana. Ibu masih marah besar sama laki-laki yang kamu panggil 'Bapak'. Kembali batin Klarisa protes.

"Halah ... udah, Dana. Pokoknya sekarang Bapak kerja di sini, nggak pergi lagi. Oke!" Darka mengarahkan telapak tangan untuk bertos ria dengan Cendana yang menyambut girang.

Gerbang sekolah terbuka lebar, lalu lalang orang tua murid berdatangan menuju ke area sekolah di tengah komplek perumahan Ijal dan Audrina.

"Come on," ajak Darka tak lupa tersenyum seraya mengulurkan tangan ke Cendana yang menyambut riang.

"Hadehhh," keluh Klarisa sambil menutup pintu, rasanya jengah karena drama di depan matanya. Menurut dirinya, tidak dengan Darka, ia senang menjadi bagian penting Cendana.

Klarisa menyapa sesama wali murid dengan senyum juga lambaikan tangan ringan. Semua mata tertuju pada Darka yang ganteng berkacamata hitam. Tangannya menggandeng erat jemari Cendana.

"Buka kacamata kamu!" cicit Klarisa menarik lengan kiri Darka sehingga lelaki itu memiringkan tubuhnya condong ke Klarisa yang pendek.

"Kenapa? Nggak boleh?" balas Darka berbisik.

"Ini Jakarta, bukan KL. Di sana kamu mau pake apa juga nggak jadi soal! Di sini, kamu bisa jadi bahan gosip karena masuk ke kelas pake kacamata hitam. Lepas, sekarang!" perintah Klarisa berbisik dengan nada kesal.

Darka melepaskan kacamata, ia selipkan pada belahan kemeja dua kancing teratas yang dibuka.

"Pak, kita duduk di sini," ajak Cendana. Darka duduk di samping bocah manis itu.

"Cendana, tempat duduk kamu yang mana?" bisik Darka sembari mengamati ruang kelas.

"Itu! Yang kursi warna pink, ada sticker kupu-kupu." Cendana menunjuk ke meja dan kursi tempatnya belajar.

"Oh, kok di belakang. Pindah dong ke depan, biar fokus belajarnya," cicit Darka.

"Nggak mau, Pak. Di depan Dana nggak suka."

"Kenapa?"

Darka menunggu Cendana menjawab karena mendadak diam menatap lekat Darka. Klarisa juga ikut menunggu Cendana menjawab.

Magnetize ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang