'Please don't tell me wait~'
Senandung merdu itu terdengar kala sang pemuda yang masih belia itu menyenandungkan lagu yang akhir-akhir ini menjadi hits dikalangan remaja, sambil tangannya terus menulis diatas buku tugasnya. Namanya Lee Chan tapi teman-temannya sering memanggilnya dengan nama Dino. Agar keren saja katanya.
Kamar dengan nuansa remaja itu cukup rapi untuk ukuran seorang pria. Hanya berantakan dibagian meja belajarnya saja. Wajar, karena pemuda tersebut sudah mendekam didalam kamarnya selama lebih dari 3 jam. Sebentar lagi ujian akan dimulai. Itu lah mengapa Dino lebih memilih berdiam diri di kamarnya daripada keluar untuk bermain seperti biasa.
Tok tok tok~
Ketukan pada pintu kamarnya yang terkunci rapat terdengar ketika Dino sedang asik-asiknya menjawab soal latihan matematika.
"Dino-ya, Eomma bawakan kau makan siang. Kau pasti lapar karena belum makan sedari tadi." Ternyata Ibunya yang barusan mengetuk pintu.
"Taruh saja didepan pintu." Jawab Dino cuek dengan masih mengerjakan latihan soal tanpa sedikit pun menoleh pada pintu.
Tidak lama kemudian, Dino bisa mendengar suara langkah kaki yang menjauh. Sepertinya Ibunya sudah pergi setelah meletakkan makan siangnya didepan pintu. Tapi Dino tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya. Dia terus mengerjakan semua latihan soal yang bisa dia kerjakan, walau sebenarnya dia bukan seorang yang ambisius.
.
Tok tok tok~
Dino sedang mengerjakan latihan soal bahasa inggris ketika telinganya menangkap suara ketukan lagi pada daun pintu kamarnya
"Dino-ya, Eomma bawakan kau cemilan untuk menemani mu belajar." Ternyata Ibunya datang lagi dan kali ini membawakannya camilan.
Dino menghentikan kegiatannya menulis sebentar. "Aku tidak lapar, Eomma. Letakan saja didepan pintu." Ucapnya setengah kesal lalu kemudian menulis kembali.
Drap drap drap
Dino kembali bisa mendengar suara langkah kaki Ibunya yang menjauh dari dalam kamar. Dino seketika menghela nafas lega lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
.
Tok tok tok ~
Lagi, ketukan pada pintu itu terdengar. Kali ini Dino sudah selesai belajar namun dia masih berdiri didekat meja belajarnya dan menghadap pada pintu kamarnya
"Dino-ya, Eomma bawakan yoghurt kesukaan mu sebagai dessert." Suara Ibunya kembali terdengar dari balik pintu.
"Taruh saja didepan pintu, Eomma." Ucap Dino yang kembali menyuruh Ibunya untuk meletakkan yoghurt tersebut didepan pintu, sama seperti sebelum-sebelumnya.
Ibunya maupun Dino sama-sama terdiam. Dino pikir, Ibunya akan kembali pergi menjauh. Tapi ternyata tidak. "Buka dulu pintunya, Dino." Pintanya lembut sambil kembali mengetuk pintu tersebut.
"Aku tidak lapar, Eomma." Sentak Dino dengan keras.
Tapi Ibunya tidak perduli. Ibunya terus mengetuk pintu tersebut sambil mengucapkan hal yang sama 'buka dulu pintunya'. Tapi tidak pernah sedikitpun Dino beranjak dari tempatnya. Justru Dino mulai mencari tongkat baseballnya.
Ketukan-ketukan yang semula normal dan terkesan lembut berubah menjadi ketukan yang kasar, bahkan sampai menggebrak. Bahkan suara lembut Ibunya perlahan berubah menjadi suara yang berat dan tidak Dino kenali sama sekali. Dino mulai berjongkok dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya mulai memerah menahan tangis.
GRAK
Pintunya sedikit jebol pada bagian tengah. Tak lama kemudian ada 2 jari yang memiliki cakar panjang dan tajam berusaha masuk melalui lubang pada pintu tersebut. Tapi hal itu tidak cukup bisa membuatnya membuka pintu yang terkunci itu. Lubang pada pintu itu cukup membuat Dino bisa melihat apa yang ada dibalik pintu kokoh tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ridle Seventeen
RandomHanya berisi One Shot yang dikembangkan menjadi sebuah cerita dari ridle dengan Seventeen sebagai karakternya