p r o m i s e¿?

228 44 11
                                    


× × × × ×


Di sudut sebuah kafe yang sepi, Love duduk dengan gelisah. Tangannya menggenggam gelas kopi, pikirannya berputar memikirkan cara untuk mengungkapkan kenyataan pahit yang harus disampaikan kepada Gun.
Ketika pintu kafe terbuka, Love melihat Gun berjalan ke arahnya dengan ekspresi penuh tanya.

menarik kursi dan duduk di depan Love, menatapnya dengan penasaran
"haii, ada apa sayang? Kamu bilang kita harus ketemu, tapi dari suaramu tadi di telepon, aku tahu ini bukan obrolan biasa."

Love mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya
"Gun... ada sesuatu yang harus aku ceritain ke kamu. Aku harap kamu bisa dengar dulu sebelum marah."

Gun berkerut, mulai khawatir
"Oke, aku dengerin. Tapi, sayang.. jangan bikin aku khawatir begini. Ada apa sebenarnya?"

suara love mulai bergetar, menunduk, menghindari tatapan Gun
"Aku... aku dijodohin, Gun. Papahku sudah atur semuanya. Sebulan lagi, aku akan... bertunangan.

Gun tertegun, suaranya melemah
"Apa? Dijodohin? Sama siapa? Kamu gak serius, kan?"

Love mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya bergetar
"Aku serius, Gun. Namanya Milk. Papahku sama Papahnya Milk udah rencanain ini lama, mereka pengen kita nikah demi bisnis keluarga."

Gun menggebrak meja dengan keras, membuat beberapa pengunjung kafe menoleh
"Apa?! Love, siapa Milk ini? Kamu bahkan gak pernah cerita soal dia ke aku! Apa yang mereka pikirin, jodohin kamu sama orang yang gak kamu kenal?"

Love menggenggam tangan Gun, suaranya gemetar
"Aku gak kenal dia. Aku cuma tahu dia anak dari mitra bisnis Papahku, dan tiba-tiba aja aku dijodohin sama dia. Aku gak punya pilihan."

Gun masih dengan nada penuh emosi, tatapannya penuh amarah
"Love, kamu tahu gak seberapa gila ini kedengarannya? Kamu dipaksa buat nikah sama orang asing?!"
Love menahan tangis, suaranya penuh dengan kesedihan
"Aku tahu.sayang.. Aku gak mau ini juga terjadi. Tapi Papahku... dia gak mau denger apa yang aku mau. Aku udah coba nolak, tapi gak ada gunanya."

Gun masih dalam keadaan marah, dia berdiri dan bersiap untuk pergi
"Aku gak bisa terima ini, Love. Aku harus bicara sama keluargamu. Ini gak bisa didiemin sayang!"

Love berdiri, menarik tangan Gun untuk menghentikannya
"sayang, please, jangan lakuin itu. Ini cuma akan memperburuk keadaan. Aku mohon, dengerin aku dulu."

Gun tatapannya tajam, tapi dia berhenti "Kenapa, Love? Kenapa kamu gak mau aku lakukan sesuatu? Kamu mau aku cuma diem dan biarin mereka main-main sama hidup kamu?"

Love mencoba menenangkan dirinya dan Gun
"Karena ini cuma sementara, Gun. Aku gak ada niat sedikit pun buat jatuh cinta sama dia. Aku janji, setelah semua ini selesai, kita akan cari cara buat keluar dari pernikahan ini.aku janji."

Gun terdiam sejenak, wajahnya mencerminkan campuran amarah dan kebingungan
"Love, kamu janji gak bakal ninggalin aku kan? Kamu gak bakal biarin ini semua ngerusak hubungan kita kan?"

Love menggenggam tangan Gun erat, menatap matanya
"Aku janji, sayang. Aku gak akan pernah ninggalin kamu. Kamu segalanya buat aku. Tolong percaya sama aku."

Gun menghela napas panjang, perlahan emosi mulai mereda
"Aku percaya sama kamu, Love. Tapi aku gak bakal diem aja. Aku akan cari cara buat kita bisa lepas dari situasi ini."

Love mengangguk pelan, merasa sedikit lega "Aku butuh kamu sekarang lebih dari sebelumnya, Gun. Aku gak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku janji kita akan hadepin ini sama sama."

Gun menarik Love ke dalam pelukan, mengusap rambutnya dengan lembut
"Aku gak akan biarin kamu hadapi ini sendirian, Love. Apapun yang terjadi, kita hadapi ini sama sama."

Forced to say "I Do"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang