C r 4 z y!

334 41 8
                                    



Esok harinya, Love dan Milk sama-sama menghadapi kenyataan yang tidak bisa dihindari. Pertemuan pertama mereka setelah keputusan orang tua mereka tentang pertunangan mungkin akan menjadi awal dari hubungan yang sulit. Keduanya tahu, hubungan ini penuh dengan rasa terpaksa dan ketidaknyamanan.

Namun, apa yang belum mereka sadari adalah, terkadang, kebencian bisa berubah seiring waktu-tergantung bagaimana mereka memilih menjalani perjalanan ini bersama.Milk, yang biasanya bangun dengan perasaan tenang, pagi ini merasa tertekan. Sejak mendengar bahwa Love akan pindah ke kampusnya dan mereka diharapkan untuk semakin dekat, perasaan frustrasi selalu menghantui pikirannya.

Hari ini, Milk harus mengantar Love ke kampus, sesuai instruksi papahnya.Milk turun ke ruang makan di rumahnya dengan wajah muram. Perasaan kesalnya terhadap papahnya masih kuat, terlebih setelah mengetahui bahwa dia harus bertanggung jawab untuk Love selama di kampus.

"Milk, sarapan dulu." saut papah love saat melihat milk melewati meja makan

Milk menjawab dengan nada dingin
"Udah kenyang, Pa. Aku langsung berangkat aja."

Papahnya tidak menyerah dan kembali menyahut, menekankan hal yang paling membuat Milk merasa terkekang.
"Jangan lupa anter jemput Love. Ini penting."

Milk hanya diam. Tanpa sepatah kata lagi, dia mengambil kunci mobil dan langsung keluar dari rumah, menghindari percakapan lebih lanjut dengan papahnya.

Di Rumah Love

Milk akhirnya tiba di rumah Love, mengetuk pintu dengan sedikit rasa jengkel yang masih terasa. Tidak lama kemudian, pintu terbuka, dan yang menyambutnya adalah Mamah Love, dengan senyum hangat di wajahnya.

Milk dengan sopan menyapa mama love
"Tante, aku mau izin buat berangkat bareng Love."
"Oh, Love masih sarapan. Masuk dulu aja, Milk. Kamu udah sarapan belum?"tanya mama love

Milk langsung menjawab dengan cepat, meski sebenarnya dia belum makan apa-apa.
"Udah, Tante. Aku udah sarapan."
Namun, seolah tidak ingin bekerja sama, perut Milk tiba-tiba berbunyi keras. Mamah Love tertawa kecil melihat reaksi Milk yang salah tingkah.

"Hahaha, perut kamu bilang sebaliknya tuh. Perut nggak bisa bohong, Milk."
Milk tersenyum kecut, merasa malu karena kebohongannya langsung terbongkar.
"Habisnya... ya gitu deh, Tante."

Mamah Love yang penuh perhatian akhirnya menawarkan sesuatu yang tak bisa ditolak.
"Yaudah, sarapan bareng aja di sini. Nggak apa-apa, biar sekalian."

Milk, yang merasa sulit untuk menolak lebih lama, akhirnya mengangguk pelan. Dia mengikuti Mamah Love dan masuk ke ruang makan rumah Love dengan perasaan terpaksa. Love yang sedang duduk di meja makan, terlihat agak kaget saat melihat Milk ikut masuk untuk sarapan. Awalnya, Love berpikir Milk hanya akan menunggu di luar, tetapi ternyata tidak. Saat papah Love memanggil Milk untuk duduk, Love dan Milk pun terpaksa duduk bersebelahan, menciptakan suasana yang sangat canggung.

"Milk, duduk di sini aja deket Love. Jadi bisa ngobrol juga." saut papah love

Milk menuruti meski sebenarnya enggan. Suasana meja makan terasa berat dengan keheningan. Love juga tidak tahu harus berbuat apa, mereka berdua sama-sama tidak nyaman dengan situasi ini.Papah Love mencoba mencairkan suasana dengan membuka pembicaraan.
"Jadi, Milk, gimana kuliah kamu di jurusan sekarang? Udah sampai semester berapa sekarang?"

Milk menjawab dengan sopan, tapi datar "Udah semester enam, Om. Lagi sibuk-sibuknya sih."
papah love mengangguk mengiyakan sambil tersenyum

saat suasana menjadi hening ,mamah love tiba tiba memulai pembicaraan
"Milk, titip Love ya. Dia masih adaptasi, pasti butuh bantuan."
Milk tersenyum kecil, tapi dengan nada terpaksa
"Iya, Tante. Aku jagain kok."
Di dalam hati Milk, ia merasa dipaksa menjalani sesuatu yang tidak dia inginkan. Tapi apa boleh buat, dia sudah terjebak dalam situasi ini.Setelah sarapan selesai, Love dan Milk meminta izin untuk berangkat ke kampus.
"Mamah, Papah, kita pamit dulu ya."
"Iya, Om, Tante, kami berangkat dulu."

Forced to say "I Do"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang