01. Raffa Pov

9 1 0
                                    

Nama gue adalah Hafizan Raffa Khairi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nama gue adalah Hafizan Raffa Khairi. Biasa dipanggil Raffa.

Sejak kecil gue hanya tinggal bersama ibu, dan engga pernah sekalipun melihat wajah ayah. dan sejujurnya pun gue engga peduli  sama sekali tentang semua itu.

Dari kecil gue terbiasa sendirian, bermain dengan teman untuk menghabiskan waktu menunggu ibu pulang kerja. Sekaligus menghindari laki-laki yang paling gue benci seumur hidup gue.

Sebut aja laki-laki itu adalah Ayah gue, Ayah tiri.

Di umur gue 8 tahun, Ibu dengan tiba-tiba mengambil keputusan yang akan selalu gue ingat sampai kapanpun dan selalu gue anggap keputusan ibu sangatlah bodoh dengan beralasan demi kebahagian gue.

Dia memutuskan menikah dengan seorang  laki-laki dengan harapan akan kasih tempat untuk berlindung bagi dia dan juga gue, namun kenyataannya laki-laki itu hanyalah seorang brengsek yang suka minum dan memukul.

Hampir setiap hari yang dia lakukan hanya berteriak marah dan terkadang memukul gue sebagai tempat pelampiasan marahnya yang entah apa alasannya. Hingga semua cacian dan pukulan itu terhenti pada malam itu.

Malam dimana gue merasakan ketakutan dan menimbulkan luka terbesar dalam hidup gue.

malam itu semua terjadi begitu cepat ketika ayah tiri gue itu tanpa sebab memukuli gue dengan gagang sapu. Tentu saja diiringi dengan bau alkohol yang menyelimuti tubuhnya.

Gue juga ingat betul suara teriakan ibu dimalam itu. Ibu meminta dan memohon untuk dia berhenti memukuli gue. Ibu benar- benar berusaha semampunya untuk menghentikan laki-laki itu.

Dan ternyata usaha ibu terbilang cukup ekstrim dan membuat gue trauma seumur hidup gue. Ibu menancapkan pisau dapur berkali-kali pada lelaki itu, yang gue sendiri tidak tahu sejak kapan pisau itu ada ditangan ibu.

Kejadiannya begitu cepat, gue melihat banyak darah mengalir dari tubuh laki-laki yang sudah engga bergerak itu, gue hanya bisa diam membeku melihat kejadian itu sambil menahan rasa sakit ditubuh gue yang sangat terasa luar biasa sakit ini, bekas pukulan laki-laki itu.

Seolah belum selesai rasa takut dan trauma yang gue terima malam itu, ibu malah menambahkan rasa itu. Dia menatap gue dengan air matanya dan bilang "kamu harus bahagi yah nak, dengan ada atau engga adanya ibu. Ibu berharap kamu selalu ingat bahwa ibu sangat sayang sama kamu."

Kata ibu yang kemudian melakukan hal yang sama seperti dilakukan pada ayah tiri gue pada tubuhnya sendiri.

Iyah, dia mengakhiri hidupnya dan juga ayah tiri gue tepat di depan mata gue dengan harapan bahwa keputusan yang telah dia ambil sudah tepat dengan lagi-lagi alasan untuk kebahagiaan gue.

Bukankah hal itu malah menjadikan dia ibu yang jahat yah? Bagaimana bisa dia pergi begitu saja setelah meninggalkan luka dan trauma besar untuk gue.

Saat itu gue cuma bisa menangis dan meringis kesakitan sambil memanggil ibu yang sudah gak bergerak dengan lantai yang dipenuhi oleh darah dimana-mana. Rasa takut yang hingga sekarang masih membuat gue engga berdaya kalau inget itu.

Dikala ketakutan dan ketidak berdayaan gue saat itu, ada seseorang yang entah dari mana menjadi penolong dalam hidup gue. Dia teriak dari luar dan bertanya "ada orang didalam?" Dan dengan  sisa tenaga gue, tanpa pikir panjang gue berteriak meminta pertolongan pada siapapun orang yang ada dibalik pintu rumah itu.

Dan orang tersebut yang ternyata adalah ayah randy, seseorang yang telah menjadi salah satu orang paling berharga dan gue sayangi.

Ayah Randy membuka paksa pintu rumah gue saat itu. entah apa yang terjadi saat itu hingga perlahan pandangan gue menjadi gelap, namun yang pasti ayah randy dengan tergesa menghampiri gue yang udah engga berdaya.

Apapun yang terjadi setelahnya gue gak mengetahui, gue terbangun berharap semua itu hanya mimpi. kembali memanggil nama ibu, namun nihil gak ada jawaban. gue juga melihat keseliling ruangan yang diyakini kamar rawat di rumah sakit.

Tiba saat pintu ruangan terbuka, besar harapan gue untuk melihat wajah ibu tapi ternyata itu hanyalah harapan saja karna yang muncul adalah seorang wanita muda masih dengan seragam sekolahnya.

Perlahan air mata gue turun ketika melihat sosok yang membuka pintu bukanlah seseorang yang gue harapkan. Melihat gue menangis dia langsung berlari mengampiri gue, kemudian memeluk gue dengan erat.

“Engga apa-apa! Kamu akan baik-baik aja...” Sebenarnya juga gue mengenal siapa sosok ini, maka dari itu gue membiarkan dia meluk gue.

Gue memberi dia julukan kakak cantik yang selalu suka memberi kue enak. namanya Kak Raya, dia selalu menghampiri ketika melihat gue berjalan sendiri sambil memegang luka baru dari ayah tiri gue.

Dia lah yang selalu menyembuhkan luka gue saat itu, hingga tanpa sadar membuat gue menjadikan dia tempat pelarian ketika mendapat pukulan lain dari ayah. Dia dan ayahnya selalu menerima gue dengan tangan terbuka.

Setelah kejadian yang membuat gue menjadi yatim-piatu dalam semalaman itu, gue tinggal bersama mereka. ayah Randy melakukan berbagai cara untuk bisa membuat gue tetap bersama mereka. Bahkan berusaha membuat gue sah secara hukum untuk menjadi bagian dari keluarga mereka.

Dan ternyata Usaha nya berhasil, ayah randy mendapatkan hak asuh atas gue. terkadang gue mempertanyakan apa hal yang membuat mereka begitu menginginkan gue dalam kehidupan mereka.

Semenjak bersama mereka, kehidupan gue berangsur berjalan dengan sangat normal. Hidup berkecukupan, mempunyai seorang ayah yang tidak suka kekerasan, dan sangat di sayang oleh sang kakak perempuan.

Mulai saat itu, gue udah lagi gak mencium bau alkohol atau teriakan marah setiap harinya. Gue bahagia bersama mereka, sangat bahagia. Walaupun engga ada sosok seorang ibu dalam keluarga ini, bagi gue kak Raya dan ayah Randy lebih dari cukup.

Tapi untuk kesekian kalinya takdir begitu jahat ke gue. Baru belum lama merasakan kebahagiaan itu, takdir memisahkan gue dan kak raya dari ayah Randy.

Ayah Randy pergi untuk selamanya karena penyakit yang di deritanya.

Sebelum ayah Randy pergi, gue berjanji akan melindungi atau melakukan apapun demi kak Raya. Gue engga akan mau lagi menjadi seseorang yang hanya bisa melihat tanpa berdaya melakukan sesuatu.


***

Samar-samar gue mendengar suara lembut diiringi sebuah tangan yang mengelus rambut gue pelan.

“Raffa, bangun sekarang kalo engga nanti kamu terlambat ke sekolah.”

Kak Raya, seseorang dengan suara indah yang selalu menolong gue dari mimpi buruk yang akan selalu menghantui gue seumur hidup.

“Masih ngantuk banget ka, 5 menit lagi yah...” gue mencoba untuk menawar yang malah membuat dia tertawan pelan.

“Engga dek, Kamu harus bangun sekarang. kakak tadi udah siapin sarapan buat kamu. Menunya Roti bakar kesukaan kamu.”

Gue masih enggan untuk membuka mata. Sehingga membuat kak raya menarik gue pelan untuk segera duduk, ia memaksa gue untuk membuka mata dengan memberikan minum.

“Bangun Fa, kamu kan juga harus jemput Dira.” kata Kak Raya mengingatkan rutinitas berangkat sekolah gue.

“oke siap, aku bangun kak.”

Puas dengan jawaban gue dia bangun dari duduknya "Kakak juga udah siapin air hangat buat kamu. Jangan lama-lama yah, soalnya Tama udah sampe dari tadi dan udah ngomel terus anaknya.”

Gue hanya tertawa. Gue dan Kak Raya sudah sangat terbiasa dengan sifat kekanakannya Tama.

Melihat gue sudah bisa tertawa dan dimana itu dipastikan gue udah sadar sepenuhnya. Kak Raya kemudian beranjak dari kasur gue dan melangkahkan kaki meninggalkan kamar gue.

Namun sebelum dia menutup pintu kamar gue. Gue selalu mengatakan hal yang sama pada kak Raya setiap hari nya. “Makasih banyak yah kak, aku sayang banget sama kakak.” dan kemudian akan dibalas oleh Kak Raya "kakak juga sayang kamu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
About Us!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang