Bab 1

261 22 2
                                    

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu yang cukup keras membuat seorang gadis muda bergegas membuka pintu rumahnya.

Di luar sana, berdiri seorang gadis cantik dalam balutan dress mewah berwarna merah maroon. Penampilannya terlihat berantakan, berbanding terbalik dengan penampakan barang-barang mewah yang membalut tubuhnya.

"Raline?" Gadis yang berdiri di ambang pintu itu tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut dan tak percaya di wajahnya.

"Giselle, tolongin gue," ucap gadis bernama Raline itu dengan suara yang serak menahan tangisnya.

"Ayo masuk, Raline," tutur Giselle sembari menarik tangan Raline hingga gadis itu melangkah masuk ke dalam rumahnya.

"Lo kenapa bisa tiba-tiba ada di sini?" tanya gadis itu bingung.

Raline menelan salivanya dengan susah payah. Jemarinya mengusap mata indahnya yang berkaca-kaca.

"Giselle, gue mau dijodohin," ungkap Raline mengadu.

Gadis yang disapa Giselle itu membulatkan kedua matanya. Ekspresi terkejut dan tak percaya kembali terlihat di wajah cantiknya.

"M-maksudnya?" tanya Giselle tak mengerti.

"Orang tua gue mau ngejodohin gue sama anak temennya. Gue bakal dinikahin, Sell," jelas Raline dengan tatapan mata yang sendu.

Giselle mengigit bibir bawahnya, perasaan cemas mendadak muncul di hatinya.

"Terus gimana? Lo mau?" tanya gadis itu lagi.

Raline menghembuskan napas berat. Gadis itu menggeleng pelan. "Makanya itu gue kabur dari rumah," ucap Raline dengan air mata yang tiba-tiba terjun dari pelupuk matanya.

"Apa? Lo kabur? Raline! Lo gila?" seru Giselle tak percaya.

"Gue serius, Giselle! Makanya sekarang gue ada di rumah lo. Tolong tampung gue di sini, Sell. Plis, gue mohon," tutur Raline mengiba sembari menggenggam erat jemari gadis dihadapannya.

Tanpa pikir panjang, gadis bernama Giselle itu menganggukkan kepalanya. "Malam ini lo nginap dulu di sini. Besok gue bicara sama orang tua gue dulu ya," sahutnya lembut.

Raline menganggukkan kepalanya sambil tersenyum simpul. "Tapi jangan bilang ke siapapun kalau gue ada di sini ya. Gue takut, Sell," ucap Raline lagi.

"Iya, lo tenang aja," ucap Giselle sembari mengelus punggung tangan milik gadis yang sudah menjadi sahabatnya kurang lebih selama tiga tahun itu.

****

Raline menatap langit-langit kamar milik Giselle dengan seksama. Sudah satu minggu lamanya ia menginap di sana.

Selama itu pula ia bersembunyi dan tak pernah menginjakkan kakinya keluar rumah. Untungnya, Giselle pandai berpura-pura saat ditanyai tentang keberadaan Raline oleh kedua orang tua gadis itu. Sehingga akhirnya, tak ada yang curiga jika Raline bersembunyi di rumah Giselle.

Raline menghembuskan napas berat. Rasanya Raline mulai malu karena harus merepotkan orang lain. Meski Giselle dan keluarganya tak merasa demikian, Raline tetap merasa tak pantas berada di sana dalam waktu yang lebih lama.

"Raline, ngapain bengong?" tanya Giselle yang tiba-tiba datang dari arah luar.

Raline mengedipkan matanya beberapa kali, kemudian menatap Giselle dengan seksama. Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

"Lagi mikirin apa sih? Kok murung gitu?" tanya Giselle penasaran.

Raline beranjak bangkit dari posisinya. Gadis itu menatap Giselle lamat-lamat, hingga membuat lawan bicaranya itu mengernyit heran.

"Lo kenapa sih, Ral?" tanya Giselle dengan kening yang berkerut.

"Kayaknya gue mau pergi aja deh dari sini," ucap Raline membuka suara setelah lama diam.

Kedua mata Giselle sedikit membola, gadis itu menatap sahabatnya dengan seksama.

"Lo mau pulang ke rumah?" tanya Giselle.

Raline menggelengkan kepalanya pelan. "Untuk saat ini kayaknya gue belum bisa pulang deh," tutur gadis itu sembari menundukkan kepala.

"Terus lo mau pergi kemana, Raline? Mendingan lo jangan macam-macam deh, stay aja di sini. Orang tua gue nggak masalah kok," sahut Giselle tak setuju.

Raline kembali menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa, Sell! Gue udah banyak banget ngerepotin kalian. Gue nggak bisa terus-terusan tinggal di sini," jelas Raline dengan raut wajah yang sendu.

"Raline!" geram Giselle tak habis pikir.

"Kenapa sih lo harus mikir gitu? Gue sama sekali nggak merasa direpotkan. Udah, lo di sini aja. Nggak usah kemana-mana," sambung gadis itu sembari mengelus lengan putih nan mulus milik sahabatnya.

"Nggak bisa, Giselle. Gue nggak mau terus-terusan jadi beban," balas Raline masih dengan pendiriannya.

Gadis bernama Giselle itu menghembuskan napas berat. "Terus lo mau kemana, Raline Zevania? Mau jadi gembel di jalanan?"

Raline terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawahnya sembari berpikir keras.

"Gimana kalau gue jual perhiasan aja? Terus uangnya buat bayar kost-an," ucap Raline sembari tersenyum manis.

Giselle menatap perhiasan yang bertengger indah di tubuh sahabatnya. Ia tahu jika Raline sangat menyukai hal-hal seperti itu.

"Lo yakin?" tanya Giselle ragu.

Raline menganggukkan kepalanya. "Temenin gue ya," pinta gadis itu.

"Lo nggak akan nyesel, Ral? Itu kan set perhiasan kesayangan lo," sahut Giselle yang lagi-lagi masih ragu.

Raline menghembuskan napas berat. Senyuman di wajahnya luntur seketika. Giselle benar, perhiasan yang saat ini dipakainya adalah satu set perhiasan yang terdiri dari cincin, kalung, dan gelang kesayangannya. Diantara banyaknya koleksi perhiasan dan aksesoris miliknya, Raline paling menyukai yang ini.

"Gimana kalau lo aja yang beli perhiasan gue?" tanya Raline tiba-tiba.

Kedua mata Giselle terbelalak. Tak habis pikir dengan isi kepala sahabatnya itu.

"Duit dari mana gue beli begituan, Raline?" sahut Giselle.

Raline kembali menghembuskan napas berat. "Tolongin gue dong, Sell. Nanti kalau gue ada duit gue tebus deh," pinta Raline setengah memohon.

"Tapi gua bisa-bisa nggak jajan selama sebulan, Raline Zevania," balas Giselle sembari memutar bola matanya malas.

"Ya udah, gimana kalau nyokap lo aja? Tante Shinta pasti mau nolongin gue kan?" usul Raline lagi.

Lagi-lagi Giselle menghembuskan napas berat. "Coba aja tawarin," ucap gadis itu kehabisan akal.

Raline menganggukkan kepalanya sambil tersenyum simpul. Gadis itu kembali berbaring di ranjang dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda.

"Kayaknya gue harus cari kerja juga deh, Sell," ucap Raline lagi.

Giselle yang baru saja hendak menyusul gadis itu dengan berbaring di ranjang lantas mengurungkan niatnya.

"Apa lo bilang? Kerja? Emang lo bisa?" tanya gadis itu tak percaya.

"Nggak tahu, yang penting usaha dulu. Iya kan?" balas Raline santai.

"Mending lo balik aja deh, Ral. Jangan kebanyakan tingkah. Lo tuh anak orang kaya, nggak mungkin bisa kerja sama orang lain," tutur Giselle.

"Kalau gue balik, perjodohan ini pasti bakal berlanjut, Giselle. Gue nggak mau dinikahi sama orang yang nggak gue suka," ucap Raline sembari menatap Giselle dengan raut serius.

"Lagian kenapa kalau anak orang kaya? Gue pasti bisa kok. Gue bakal buktiin sama lo!" sambung gadis itu.

To be continued.

Halo!
Aku kembali lagi dengan cerita sickmale yang baru!
Pantengin terus yaa, jangan lupa vote dn komennya juga:)


Pengasuh Tengil Tuan Rajendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang