PART 4

7 1 0
                                    

Bali

Dara membuka matanya, cahaya silau dari tirai kamar hotelnya. Cahaya yang seolah mengambang bersama kabut. Satu lariknya menimpa wajah cantiknya.

Hari indah kembali datang. Semburat merah memenuhi kaki cakrawala. Burung kenari melengking mengisi senyapnya udara pagi. Ombak pelan menggulung bibir pantai. Bayangan gedung-gedung, pepohonan, tiang listrik, kabel-kabel telepon terlihat asik di jalanan sepi.

Andara Danuarta gadis yang berusia 27 tahun dan mungkin sebentar lagi hampir memasuki 28 tahun. Matanya yang biru, rambutnya lurus sampai ke setengah punggung. Layaknya wanita single kebanyakan, Dara termasuk usia yang matang, sudah punya karier yang mapan. Ini hari kedua setelah semalam dia bergelut dengan pekerjaan untuk hasil pertemuan dengan beberapa relasi.

Tubuhnya yang berbentuk gitar spanyol. Bahkan lebih langsing dari itu. Bukan berarti dia kurus, ada body nya tapi tidak terlalu padat. Tangannya meraba nakas di samping ranjang tidurnya.

Tempat tinggal hotelnya berada di depan pantai Kuta. Memiliki panorama yang menakjubkan, pasir putih yang lembut, air laut yang jernih, dan matahari terbenam yang memesona, Pantai Kuta menjadi destinasi impian bagi para wisatawan. Pantai Kuta menawarkan pemandangan alam yang spektakuler. Dari tepi pantai,  disuguhi pemandangan luas lautan yang biru memukau.

Pasirnya berwarna keemasan yang lembut, hampir seperti tanah dan lembut, bintang yang sederhana dalam pemandangan ini . Dara suka pada pemandangan ini.  Kayu apung yang muncul di ombak yang kuat seperti perahu penyelamat kecil. Lalu ada rumput laut, flora dari ombak asin itu, yang hijau pekat seperti dedaunan musim panas.

Ini yang kedua kalinya dia mendatangi pulau Dewata. Dulu pertama kali dia kesana ketika masih berusia 11 tahun. Bersama keluarga besarnya saat Opa Deka masih ada. Itu juga liburan terakhir bersama Opa Deka, karena di tahun berikutnya opa menghadap illahi. Di susul beberapa bulan kemudian Nenek buyutnya juga meninggal dunia.

Lamunannya terhenti saat deringan telepon terdengar di nakas dekat ranjangnya. Dara meraba karena masih di kuasai rasa kantuk.

"Hey! bangun!" suara dari seberang mengagetkan dirinya.

Dara membuka matanya pelan-pelan. Dia kira yang menelepon adalah mamanya. Ternyata malah pak Ervan.

"Astaga, hampir jam tujuh!" Dara melihat jam dinding di kamar hotelnya.

"Iya, jam tujuh kamu pikir jam berapa ini. cepat ke lobby, saya tunggu!" suara di seberang mengakhiri komunikasinya.

"Ya, ampun. Si bapak rese!" umpat Dara.

Dara langsung masuk ke kamar mandi hotel untuk Membersihkan diri. Memilih beberapa pakaian yang pantas. Dia pun sudah menyiapkan bahan untuk pertemuan dengan relasi.

Ting!

"Dara,  anaknya Fajar sudah lahir." pesan singkat dari mamanya.

Dara hanya tersenyum kecil melihat photo bayi yang di kirim mamanya. Kak Fajar lebih dari tujuh tahun menunggu kelahiran anaknya. Lama kak Embun kosong membuat rumah tangga mereka sempat konflik. Pada akhirnya kebahagiaan kembali menyapa keduanya.

( By the way ini jarak setelah pernikahan Fajar adalah sembilan tahun)

Dara berjalan meninggalkan kamar hotelnya. Apalagi pak Ervan sedari tadi terus menghubunginya. Bahkan sampai gadis itu gerah dan malas mengangkat telepon atasannya. Kalau nanti dia di marahi akan banyak alasan yang dia lontarkan.

Tak berapa lama Dara sudah sampai di lobby hotel. Tempat sarapan yang berada di atas. Dia pun mencari keberadaan atasannya. Mata Dara membulat melihat apa yang di kenakan atasannya.

"Bapak," Dara masih heran pada Ervan.

"Owh, sudah sampai. Ayo duduk kita sarapan dulu." ajak Ervan menarik Dara duduk di sampingnya.

"Maksud bapak apa?" tanya Dara. Masih kesal di tipu sama Ervan.

"Loh, kan saya tadi bilang temui saya di lobby. Apa masih kurang jelas?" kata Ervan.

Bagaimana tidak? Atasannya mengatakan akan ada pertemuan setelah sarapan. Tapi ternyata bos nya sendiri masih memakai piyama. Kalau tahu begitu dia juga tidak akan terburu-buru. Dara menghempas tubuhnya untuk duduk di depan Ervan bukan di samping sesuai permintaan atasannya. Sesekali menarik nafas dalam-dalam. Kesal karena di kerjai.

Ervan hanya tersenyum kecil melihat wajah Dara yang masih kesal. Dia memanggil salah satu waiters untuk memesan makanan. Harusnya memang ambil sendiri. Akan tetapi Ervan menyatakan kalau mereka adalah tamu undangan yang dapat pelayanan full.

"Mas dan mbak mau pesan apa?" tanya waiters.

"Menu yang paling mahal di sini." kata Ervan.

"Satu lagi mbak, pesan ayam goreng tanpa kulit untuk dia." Ervan menunjuk ke arah Dara.

"Bapak tahu dari mana saya tidak suka kulit ayam?" tanya Dara.

"Sudah kamu makan saja. Kalau saya jelaskan sampai kiamat juga tidak akan selesai." kata Ervan.

Resor ini memiliki sejumlah outlet restoran dengan suasana dan menu yang berbeda-beda untuk sarapan. Salah satunya Padi Restaurant yang terdiri dari empat paviliun semi terbuka dan menyajikan menu-menu Asia dengan dapur terbuka, sehingga para tamu dapat menyaksikan juru masak asal Indonesia, India, Thailand memasak aneka hidangan dari negara masing-masing.

Dikelilingi kolam dan teratai bertingkat yang mengingatkan kita akan kontur sawah, setiap minggu disajikan pertunjukan kesenian Bali. Iringan musik tradisional Bali senantiasa mengiringi para tamu menikmati sarapan yang antara lain terdiri dari roti panggang, bubur ayam, atau laksa yang kaya rasa. Hidangan di sini rata-rata bebas gula dan bila membawa balita, para staffnya akan segera menyediakan kursi khusus, sehingga tak heran bila restoran ini menjadi favorit bagi para tamu yang berlibur dengan anak-anak.

Selesai sarapan Dara di minta mengikuti Ervan. Tentu dengan alasan minta bantuan untuk memilihkan pakaian bos nya. Dara merasa kalau Ervan mempermainkan dirinya. Dia bukan sekertaris, melainkan manajer.

"Saya heran sejak semalam anda terlihat memanfaatkan saya. Apa bapak punya maksud tertentu? apa bapak diam-diam suka sama saya? Meskipun anda atasan saya, jangan harap bisa dapatkan hati saya!"

"Saya hanya minta untuk memulihkan baju yang akan di pakai untuk pertemuan nanti. Bukan untuk seperti yang kamu pikirkan. Saya juga punya seseorang, dan dia jauh lebih cantik dari kamu. Paham!" Ervan berkata lantang mendekatkan wajah ke wajah Dara.

"Heh! Kalau begitu jangan memanfaatkan saya untuk kepentingan anda. Saya bekerja sesuai jabatan yang di emban. Pak Hendro saja tidak sebegitu nya." Dara membuka lemari mencari pakaian yang di anggap pantas untuk Ervan.

"Jelaskan alasan kamu meminta saya memakai ini?' tanya Ervan.

"Ini adalah mode smart casual. Di mana terlihat formal tapi tidak di gunakan untuk acara formal."

"Alasannya. Saya tidak mau dengar kamu menjelaskan bentuk bajunya. Ingat kamu itu kerja di perusahaan untuk pakaian." omel Ervan.

Smart casual merupakan gaya berpakaian profesional memadukan tren terkini. Dengan begitu, bisa dibilang akan terlihat seperti semi formal. Tidak terlalu formal, tapi juga bukan casual. Pakaian smart casual pada dasarnya  harus mencakup beberapa jenis pakaian yang nyaman dan bervariasi. Dengan demikian, kamu dapat memadukan jenis pakaian yang nyaman dan formal dengan melihat tren terkini.

"Alasannya..."

"Bapak lebih cocok memakainya." Kata Dara setengah malas.

Dara memilih keluar dari kamar hotel Ervan. Langkahnya terhenti sejenak.

"Saya boleh ada permintaan?" usul Dara.

"Apa?"

"Saya minta bapak jangan pakai parfum itu lagi." pinta Dara.

"Apa karena parfum sama dengan seseorang? Pasti mantan? Kamu takut tidak bisa move on hanya karena parfum. Hadeh! Drama perempuannya!" ucapan Ervan terlihat meremehkan.

"Itu urusan saya, Pak."

"Apapun yang saya pakai juga urusan saya, Nona Dara."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Radar cinta Andara Where stories live. Discover now