Bab 3

6 5 0
                                    

Bab 3

Aira mempercepat langkahnya, ia tidak menghiraukan teriakan Naumi yang terus memanggil. Temen gak ada akhlak. Bisa-bisanya dia buka rahasia. Lihat sekarang hasilnya, Pak Bima jadi senyum-senyum aneh gitu. Duh, Tuhan, mau disembunyikan dimana muka ini… Gumam Aira dalam hati sambil menggigit bibir. Aira setengah berlari menuju jalan raya meninggalkan gerbang kampus. Ia berjalan cepat menjauh agar tidak terlihat oleh Naumi.

Tiiiin…

Spontan Aira menoleh mendengar bunyi klakson. Sebuah mobil Pajero hitam berhenti tepat di sampingnya. Perlahan kaca pintu mobil terbuka. Aira terkesiap melihat pria berjas putih di dalam mobil itu. Ia mematung seperti terjebak dalam sebuah perangkap. Ia berharap ada keajaiban yang merubah dirinya menjadi kupu-kupu. Ia ingin terbang menjauh dari pemilik mobil mewah itu.

“Mau pulang bareng, nggak?” teriak  Atha dari dalam mobil menawarkan tumpangan.

Aira berdiri terpaku, sayangnya keajaiban yang ia tunggu tak kunjung datang, tubuhnya tidak berubah menjadi kunang kupu-kupu seperti yang ia harapkan. Dan, sekarang, ia harus cepat mengambil keputusan, karena tempat itu menjadi brisik dengan bunyi klakson kendaraan yang tidak bisa lewat karena terhalang mobil Atha.

“Buruan naik!” teriak Atha sambil membuka pintu.

Seolah tersihir, Aira segera masuk ke dalam mobil. Dari kaca spion ia bisa melihat kemacetan yang ditimbulkan karena mobil Atha perlahan terurai.

“Kenapa nggak nunggu kak Atha di parkiran seperti biasa?” tanya Atha sedikit kesal melihat tingkah aneh Aira seharian ini.

“Eum….” Aira berpikir keras mencari alasan menjawab pertanyaan itu. “Soalnya, kadang kak Atha nggak langsung pulang, ngobrol dulu sama dokter dokter disana... Aira ngantuk pengen cepet sampai di rumah.” Jawabnya sambil melemas-lemaskan tubuhnya seperti orang yang belum makan dua hari.

“Kalau memang alasannya itu, kamu tinggal Wa dan bilang pengen cepat pulang. Jadi kak Atha ngerti harus melakukan apa.”

“Iya, Maaf, Aira salah,” sahut Aira memelas.

“Kak Atha bukan mau nyalahin kamu. Kak Atha hanya heran dengan sikap kamu yang aneh seharian ini, tidak seperti biasanya.” Atha menoleh sekilas pada Aira, lalu kembali focus menatap lurus ke depan. “Kamu ada masalah?” tanya Atha membuat Aira bertambah kikuk.

“Nggak! Nggak ada masalah apa-apa…” geleng Aira berusah meyakinkan Atha bahwa semua baik-baik saja.

Atha menarik napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan, “Syukurlah kalau memang tidak ada masalah apa-apa. Tapi, kalau kamu ada masalah, jangan sungkan bilang sama kak Atha, mungkin kak Atha bisa bantu,”

“Iya, makasih, kak Atha,” angguk Aira pelan, “tapi beneran, Aira nggak punya masalah apa-apa. Aira Cuma ngantuk mau cepat pulang.” Lanjut Aira tanpa menoleh pada Atha. Ia enggan beradu pandang dengan Atha. “Ohya, sudah beberapa hari ini Aira belum nengokin tante Yulia. Bagaimana keadaan tante hari ini?” tanya Aira mengalihkan pembicaraan.

“Alhamdulillah, mama sudah membaik. Tadi sore Zafira mengajak mama menemui prof. Ibrahim.”

Aira menahan napas sesaat mendengar nama Zafira disebut. “Terus, hasilnya gimana?” tanya Aira berusaha bersikap biasa saja.

“Prof Ibrahim bilang, mama harus melakukan beberapa test laboratorium. Mungkin besok Zafira akan membawa mama ke laboratorium.”

“Semoga tante Yulia nggak kenapa-kenapa.”

“Amiin,” sahut Atha berharap doa Aira terkabul.

“Ohya, tadi mama pesan, besok sebelum berangkat ke kafe, temui mama dulu.”

Rahasia hati AiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang