Siang sudah berganti malam. Namun Luna, gadis malang itu masih berada didalam kamar mandi, menyandar ke dinding kamar yang ada dibelakangnya. Saking lamanya didalam kamar mandi, pakaiannya yang tadi basah oleh kakaknya kini mulai mengering.
Luna sudah sadar beberapa menit yang lalu. Namun, ia belum ada niatan bangkit dari posisinya. Ia masih merasa sedikit pusing, tentu dengan rasa dingin yang menusuk kulitnya yang hanya dilapisi seragam sekolah.
Atensi Luna memperhatikan sekitar. Lalu, Ia memutuskan bangkit dari posisinya. Meski sedikit kesulitan, akhirnya Luna bisa berdiri dengan tangan gemetar menggapai dinding kamar mandi.
Pengelihatan Luna sedikit memburam. Satu tangannya bergerak memegang kepalanya yang semakin berdenyut nyeri.
"Kenapa pusingnya gak mau berhenti? aku gak boleh sakit! Nanti nenek bakal marah lagi sama aku." Luna berucap pelan. Kemudian, Ia membawa langkahnya pergi dari sana.
Langkah gadis malang itu sedikit pincang. Sebab luka di kaki kirinya yang masih baru, kembali basah karena ulah kakaknya. Tentu rasa sakit dikakinya sangat terasa menyiksa, tapi Luna tetap memaksakan untuk berjalan membawanya keluar dari dalam kamar mandi.
•
Saat keluar dari dalam kamar mandi yang ada didalam kamarnya. Luna lagi-lagi memperhatikan kondisi sekitar kamar yang Ia tepati, dan atensinya tidak sengaja melihat di meja belajar miliknya sudah ada satu piring berisi makanan, dan disebelahnya juga ada segelas air minum disana.
Dengan langkah terseok-seok, Luna membawa langkahnya ke meja. Saat sampai, Luna memperhatikan makanan itu sesaat, kemudian Ia mengalihkan atensinya kearah jam yang terpajang didinding kamar.
"Udah jam setengah sebelas malem."
Lalu, Luna menarik kursi meja belajarnya, dan memutuskan duduk disana. Tepat didepan piring makanan yang entah dibawakan oleh siapa.
Luna masih memperhatikan makanan dan segelas air putih didepannya, "Siapa yang bawa kesini? ini aman gak ya,kalau aku makan.?"
Tidak bisa dipungkiri, ketakutan selalu menghantui Luna. Bagaimana kelima kakaknya itu selalu melakukan hal diluar batas.
Masih berdebat dengan pikirannya sendiri. Dan rasa lapar yang menyiksa, Luna akhirnya memutuskan untuk memakan makanan didepannya. Ia membuang pikiran buruk yang menghantuinya, kini Ia lebih mementingkan kondisi perutnya yang kelaparan minta di isi.
Saat sibuk menikmati makanannya dengan kondisi pakaian belum diganti. Luna dikejutkan, saat punggungnya menerima lemparan cukup keras. Luna dibuat meringis kecil seraya menghentikan kegiatan makannya.
Lalu, Luna membalikkan badan kebelakang untuk melihat siapa pelaku yang sudah melemparnya dengan sebuah botol.
Saat melihatnya. Luna dibuat membeku ditempat, tidak berani protes. Apalagi orang itu sudah berdiri didepan dengan tatapan tak terbaca.
"Jorok banget sih lo. main langsung makan aja, gak ganti pakaian dulu." Wilona, orang yang tadi melempar botol obat yang masih ada isinya itu pada Luna.
Wilona menatap adiknya itu, dimana dia tetap dengan posisi tertunduk diam.
"Kalau orang lagi ngomong itu diliat, jangan nunduk kayak orang bodoh.!" Wilona dibuat kesal sendiri, melihat bagaimana tingkah adik bungsunya itu yang selalu menundukkan kepala, jika ada yang berbicara padanya.
"Maaf kak." Masih dalam posisi menundukkan kepala, Luna memberanikan membuka suara.
Wilona mendengus dibuatnya.
"Gue benci denger kata maaf dari lo.!" Wilona menatap malas adiknya itu. "Sekarang lo bersihin tuh diri lo, trus lo minum obat. Kalau lo sakit,siapa yang bakal ngerjain semua pekerjaan rumah? lo tau sendirikan, semua pembantu di pecat sama nenek."
![](https://img.wattpad.com/cover/376138857-288-k325946.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Dan Luka
Подростковая литератураTinggal dirumah sendiri namun diperlakukan seperti seorang pembantu. Itulah yang dirasakan oleh Luna Amora. Bahkan, Luna juga sering mendapatkan kekerasan dari sang nenek, meski ia tidak melakukan kesalahan apapun. Tidak sampai disitu saja. Kelima k...