Part 1 | 5 Juli 2024

1 0 0
                                    

Pernikahan yang diselenggarakan dengan sebegitu mewahnya membuatku tersenyum tipis. Entah aku harus bahagia atau tidak ketika pernikahan yang telah aku impikan dirayakan. Sayangnya pernikahan ini tidak didasari dengan cinta. Kami dijodohkan dari setahun yang lalu. Aku berulang kali menolak akan perjodohan itu karena aku mempunyai pilihan pasangan hidup. Tapi aku kalah dengan materi, karena keluarga mempelai pria adalah keluarga terpandang sedangkan aku hanya keluarga yang selalu direndahkan.

"Kesempatan emas! Tidak akan datang dua kali." Ucap Tanteku

"Kamu harus lepaskan dia, sayang. Karena dia gak punya apa-apa. Kamu mau hidup seperti kami? Menderita karena tidak kaya." Sambung Nenekku.

"Mah, sudahlah. Anakku punya pilihan hidupnya sendiri biarkan dia memilih" ucap Mama sambil melirikku sebentar.

"Kak! Kamu tuh seharusnya bersyukur anakmu tidak akan sama sepertimu yang hidupnya susah di atur, rumah tangga yang berantakan karena masalah ekonomi dan sekarang anakmu ada yang minta kamu tolak gitu ya?" Ucap Tanteku membuat aku muak.

Sering kali aku disamakan dengan Mamaku karena hidup dengan kegagalan. Tapi itukan dulu! Mamaku sekarang bisa menemukan pendamping yang benar benar bisa membuatnya berubah. Meskipun nikah berkali-kali dan gagal lagi, tapi Ayah tiriku mampu menerima Mama dengan penuh cinta.

"CUKUP! Aku akan menerima perjodohan ini. Tapi ingat satu hal ya jika ada-apa apa dengan rumah tanggaku, aku tidak akan memaafkan kalian semua yang sudah memaksaku untuk menikah." Ucapku sambil menahan amarah

Akhirnya pernikahan itu diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2024. Dengan harapan hidupku akan membaik setelah menikah dengan lelaki berusia 31 tahun itu. Awalnya aku percaya, karena pria itu yang memintaku untuk menikah dengannya. Mungkin dia akan menjagaku dan menyayangiku setelah pernikahan ini.

Bagaimana para saksi? Sah?

SAHHHHH!

Tepuk tangan bergemuruh di sekelilingku, senyum bahagia terpancar dari mereka yang berharap padaku dan suamiku. Aku menatap lelaki yang telah menjadi suamiku itu, wajahnya begitu tenang saat ia menggenggam tanganku lalu mencium keningku. Munafik jika aku bilang aku tidak bisa menerima perjodohan ini karena aku pun merasa sangat bahagia ketika melihat cincin, gelang dan kalung melingkar. Aku selalu memimpikan memakai perhiasan dan akhirnya semuanya terkabul.

Saat malam pertama setelah pernikahan kami selesai, ia memelukku dari belakang tanpa berkata apapun. Lalu perlahan mencium leherku sambil membuka seluruh pakaian yang aku kenakan. Sedikit ada rasa canggung karena aku sama sekali tidak begitu kenal dengan dia. Aku memejamkan mata sambil merasakan apa yang sedang terjadi. Saat sesuatu masuk ke dalam alat vitalku, aku tersentak terkejut karena terasa sangat sakit. Aku memohon untuk tidak dilanjutkan dan akhirnya iapun memberhentikan kegiatan itu lalu tertidur. Apakah aku melakukan kesalahan?

.......

Sinar matahari menembus jendela kamarku membuatku beranjak dari tempat tidur. Melihat sekeliling ruangan ini aku tidak menemukan suamiku, dimana dia?

"Lily bangun! Kita sarapan." Ucap mertuaku

Saat aku keluar kamar yang pertama ku cari adalah suamiku. Tapi aku tidak melihatnya.

"Ma, Mas Ega kemana ya?"tanyaku sambil celingak-celinguk keluar rumah.

"Tadi pagi bilang mau ngopi dulu keluar sama temannya sebentar kok" ucap Mama mertuaku langsung diangguki olehku.

Sebenarnya aku merasa tidak nyaman dengan ini karena dia seperti tidak senang dengan pernikahan kami. Padahal yang pertama kali menginginkan pernikahan ini kan dia? Tapi kok dingin banget ya gak kaya waktu acara pernikahan kemarin. Huftt! Berpikirlah positif Lily, kamu ga boleh mikir yang aneh-aneh. Siapa tau kan dia emang pengen ngopi keluar sama temen-temennya sebelum kembali ke Surabaya.

Dua.. Tiga... Empat.. sampai lima hari ini aku dan suami tidak pernah ada percakapan apapun. Setiap aku masuk ke dalam kamar dia langsung keluar kamar seperti sedang menghindar dariku. Berhubungan suami istri pun hanya malam pertama saja. Apakah aku melakukan kesalahan? Rasanya enggan jika harus menanyakan langsung padanya.

"Mas mau aku bikinin kopi gak?" Tanyaku saat melihat ia sedang sibuk dengan ponselnya.

"Nanti aja ngopi diluar" ucapnya tanpa menatap ke arahku.

Ia masih sibuk dengan ponselnya. Bermain game dengan begitu seriusnya.

"Mas kamu kenapa sih? Kok kaya yang ngehindar dari aku."

Aku memberanikan diri bertanya seperti itu karena aku merasa tidak nyaman, namun jawaban dia selalu bilang katanya malu kalau disini. Dia bilang kalau di Surabaya dia sama aku bisa bebas ngapain aja. Dari jawaban itu aku sedikit lega karena tidak melakukan kesalahan padanya.

............

Mending ceritakan hidupmu di wattpad biar hatimu bisa lega. Daripada bercerita sana-sini ga ada hasilnya, mending curahkan saja disini. Lagian kalian juga pasti pernah ngalamin kan klo cerita ke orang dengan permasalahan hidup kebanyakan disuruh sabar atau enggak di suruh ikhlas. Iya kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secarik Harapan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang