Bab 1

23 3 0
                                    

Aku berpikir bahwa sudah saatnya untuk berhenti "bekerja".

Sepanjang tahun 1800-an adalah tahun-tahun kengerian yang pernah kusaksikan. Takkan pernah kubiarkan tahun berikutnya menjadi tahun yang sama. Sudah saatnya aku mengakhiri penderitaanku.

Malam telah merayap dalam kesunyian, hanya dihiasi suara angin yang berbisik di antara pepohonan kering. Dari tempatku bersembunyi, aku melihat gudang usang di tepi kampung itu, bangunan yang menjadi saksi bisu dari segala kebusukan yang tersembunyi. Di dalamnya, kesepakatan gelap terjadi—perdagangan senjata kerajaan ilegal dan ekspor bahan-bahan langka, dijual kepada saudagar negeri asing yang tak peduli pada penderitaan rakyatku. Tapi malam ini, segalanya akan berubah.

Aku melangkah pelan dari balik bayang-bayang. Wajahku tersembunyi di balik topeng hitam yang melekat erat, hanya mataku yang berkilat tajam dalam kegelapan. Nayashan, itulah yang semua orang sebut padaku, antihero yang bergerak tanpa suara, dan malam ini adalah malam terakhir bagi para penjahat itu.

Sepasang celurit peninggalan keluarga yang telah dimodifikasi sudah tergenggam erat di kedua tanganku, senjata yang tak pernah gagal menelan jiwa tanpa ampun. Ini bukan sekadar senjata mematikan; ini adalah instrumen kehancuran, perpanjangan dari kebencianku. Gerakanku menyatu dengan kegelapan, tak terlihat, tak terdengar, sampai aku memutuskan waktunya untuk menyerang.

Aku mengincar para penjaga di depan pintu gudang. Tak ada peringatan. Dengan satu gerakan cepat, kedua celuritku terbang, mengoyak udara dan langsung mengenai kulit daging mereka. Tubuh mereka ambruk, darah membasahi tanah. Aku terus bergerak maju, hantu pembalasan yang tak bisa dihentikan.

Di dalam gudang, transaksi masih berlangsung. Meja panjang dipenuhi tumpukan senjata kerajaan yang berkilauan, sementara peti-peti kayu berisi hasil rampasan dari tanah kami, siap dikirim ke tangan Tuan Van De Broek, saudagar jahat dari negeri yang jauh. Di tengah ruangan itu, Sutan Sagara, kepala kelompok berdiri sombong, merasa tak tersentuh oleh hukum atau keadilan.

Namun, aku akan menghancurkan kesombongan itu malam ini.

Aku bergerak dalam diam, seperti bayangan mematikan. Celuritku menari di udara, jiwa demi jiwa musuh terenggut dalam sekejap. Teriakan kematian mereka terdengar bergema, tapi tak ada yang mampu melawanku. Dalam hitungan rintik air, ruangan itu kini berubah menjadi medan pembantaian. Darah membanjir, tubuh-tubuh bergelimpangan.

Kepala kelompok yang selalu merasa hebat kini berdiri membeku, ketakutan merambat hingga ke tulangnya saat aku mendekat. Tapi aku akan memberinya penyeselan yang menusuk. Aku ingin dia merasakan sesuatu yang lebih mengerikan dari kematian—kehancuran.

Dengan tenang, aku menyulut api. Peti-peti yang penuh kekayaan haram mereka terbakar, meleleh di bawah panas api yang berkobar. Semua yang mereka rampas, hancur bersama dengan keangkuhan mereka. Pria itu hanya bisa menyaksikan dalam ketakutan.

"Belum sampai menuju akhir hidupmu," kataku dingin, namun penuh ancaman. "Penyesalanmu sudah datang di akhir ini, satu kesalahan lagi, dan kematian akan menjadi rahmat yang terlalu mewah untukmu."

Dia lari, tergopoh-gopoh, berusaha menyelamatkan diri. Tapi ketakutannya mendorongnya untuk mencoba sesuatu yang bodoh—dia mencoba menyerangku dari belakang, berharap merobek topeng yang selama ini menjadi identitasku.

Aku berdiri tegak saat wajahku terbuka di bawah sinar api yang membara. Wajahku—wajah Damar yang dipenuhi kebencian dan dendam yang tak pernah padam—membuatnya terpaku. Tanpa ragu, aku meraih belati beracun dari sepatuku, dan dalam sekejap, senjata itu menancap di punggungnya. Tubuhnya jatuh, tak berdaya, darahnya mengalir.

Malam ini, kontrakku selesai. Seluruh operasi haram mereka hancur. Namun, wajahku yang kini terlihat mengungkap rahasia yang akan membebaniku lebih dalam. Identitas Nayashan—yang selama ini tersembunyi—telah diketahui.

"Bersyukur aku selalu menyimpan belati itu untuk keadaan tak terduga."

Dan aku tahu, permainan ini baru saja dimulai. Saatnya aku pulang dan mengambil bayaran terakhir atas pekerjaan kotor ini. Aku harap pekerjaan ini hangus tak bersisa.

-------------------------

Author's note

Hai semua! Makasih banyak udah nyempetin waktu buat baca cerita ini. Aku super excited akhirnya bisa share kisah Nayashan dan perjalanan gelap Damar Warta Wirawan sama kalian! Semoga kalian enjoy ngikutin jalan ceritanya. Nah, menurut kalian, apa sih yang bikin Nayashan dianggap ngeri? Kira-kira, siapa itu Damar? Kok bisa Damar nganggap kotor pekerjaan itu?

Aku bakal update cerita ini kedepannya, jadi jangan lupa buat terus ikutin episode-episode berikutnya ya! Oh iya, cerita ini emang berdiri sendiri, tapi kelanjutannya bakal seru. Jadi, stay tuned! Selamat baca! 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

NayashanWhere stories live. Discover now