02

152 23 2
                                    

Suara dari teh hangat yang dituangkan ke dalam cangkir mengalun lembut bagaikan melodi air terjun, memberi suasana damai layaknya menyambut pagi hari dalam sukacita; tanpa merasakan adanya bahaya apapun. Netra menatap cangkir yang digenggam, senyuman terpatri di wajah jelita sang dara. Suhu hari ini cocok sekali untuk meminum teh.

"Musim dingin masihlah belum selesai," ucapnya dengan aksen british yang kental. Bibir menyesap teh dengan khidmat, menikmati rasa manis yang menyambut lidah. Pagi ini merupakan hari yang baik─setidaknya untuk anak-anak yang tak mengerti masalah orang dewasa, "tetapi seseorang dengan keberanian kurang ajar menyerang Sang Ratu," lanjutnya dengan suara tenang.

"Bagaimana bisa aku diam saja?"

Butler yang berdiri di dekat Nona dari keluarga Rosewood terbenam dalam keheningan yang melingkupi ruangan. Seperti bayangan yang membeku di tempat, setiap gerakan terjaga oleh rasa takut akan kemungkinan menyulut amarah nonanya. Kata-kata terbungkam di bibir; tertahan oleh kepasrahan yang dalam, seolah setiap desah napas adalah doa agar angin tak membawa murka nona.

"Nona [Name], maaf mengganggu waktu bersantai anda."

Nama dipanggil, menolehkan kepala dengan lembut, pandangan mata tertuju pada satu pelayan yang mendekat. Punggung bersandar pada kursi yang diduduki, kaki jenjang disilangkan dengan anggun. Wanita cantik itu menatap pelayan yang menghampiri dengan tatapan netral sekaligus penuh rasa ingin tahu. Hati bertanya dalam bisikan lembut: apakah ada pesan penting kali ini, berkaitan dengan insiden yang mengguncang pihak Istana dan Sang Ratu?

Dengan suara tenang, ia menjawab, "ada apa, Emily?"

Emily: nama pelayan dari [Name], berdiri tegap. Wajah menampakkan ekspresi tenang melihat sang nona menatap matanya secara langsung, meskipun dalam hati dia juga sangat gugup. Dengan nada suara yang monotone, dia menjawab pertanyaan, "ada pesan dari Istana, Nona."

Alis terangkat, tangan lentik berbalut sarung tangan putih menggenggam erat cangkir teh yang dipegang. Mendongakkan kepala, [Name] menunjukkan ekspresi penasaran di wajah cantik miliknya. Bibir yang terbalut lipstik deep red itu terbuka, merangkai beberapa kata sebagai pertanyaan: "Pesan dari Istana, katamu?"

"Benar, Nona. Paman anda memberi pesan jika beliau akan datang kemari dengan membawa tamu," Emily menjawab dengan hati-hati, netra melirik sedikit ke wajah cantik [Name].

"Tamu?"

Dahi berkerut, jarang sekali pamannya ini datang berkunjung, mengingat dia terlalu sibuk di Istana sebagai salah satu orang kepercayaan dari Sang Ratu. Ada kemungkinan kedatangan pamannya ini membicarakan tentang Ratu, secara tiba-tiba menghilang dalam penyamaran setelah insiden percobaan pembunuhan tersebut. Ah, mungkin juga tentang rekan baru; orang yang dibicarakan pamannya.

Cangkir diletakkan di atas meja, punggung tangan bersandar di pelipis kepala. Mata terpejam dalam khayalan, memikirkan puluhan kemungkinan yang akan terjadi; berputar dalam pikiran. Selang beberapa detik, netra indahnya kembali terlihat.

"Siapkan jamuan terbaik yang ada di dapur," perintahnya halus sekaligus tegas. "Kita harus memberikan kesan pertama sebagai orang terpandang terhadap tamu yang dibawa pamanku."

"Baik, Nona."

Semua pelayan menjawab dengan lantang secara bersamaan; mereka segera menjalankan tugas masing-masing, meninggalkan Emily sendirian yang bertugas menjadi asisten [Name], sekaligus kepala pelayan secara keseluruhan di rumah ini.

Sang dara bangkit berdiri, kaki jenjang melangkah mengitari meja hingga berhenti dekat jendela ruangan. Melihat keluar, salju hampir menutupi seluruh tanaman yang ada di halaman depan. Cuaca dingin sangat menusuk kulit ini benar-benar cocok dengan insiden mengerikan yang terjadi di Britania Raya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

amour éternel ─ peter x f!readerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang