Prolog.
"Kocak!" Elaine mengoceh singkat sembari berlari di sepanjang jalan menuju gerbang sekolahnya. SMA Karyasastra, tempat menuntut ilmu yang tak jauh dari rumahnya. Dia yang masih berada di tahun pertama itu, telah mengalami kejadian tak biasa pada pertengahan semester.
Dirinya terus melangkah secepatnya. Merasa bahwa sedang berlomba di festival olahraga. Masalahnya bukan begitu, jantungnya kadang bisa bereaksi lebih terhadap ini. Tapi semua itu bisa ia atasi. Dilawan, lalu berpikir bahwa hidup masih panjang.
Rambutnya yang tidak diikat dan sepanjang punggung itu terkibas oleh angin sembari ia berlari. Ia mengitari dan terus membelok di jalanan yang tentunya sudah ramai. Namun, ia bisa saja menabrak tiang atau pohon tanpa sesuatu di matanya.
Elaine menggunakan kacamata tebal. Tanpa perhatian keluarganya, ia menjadi anak yang jarang keluar rumah di masa SMP. Temannya saat itu hanyalah telepon genggam. Membuat matanya menjadi kurang jelas untuk memandang sesuatu. Meski begitu, ia bukan seseorang yang culun.
Justru, ia bisa menjadi gadis aneh yang mengejar sesuatu.
***
Jam tujuh lebih sepuluh. Harusnya ia mengikuti pembiasaan pagi hari, namun ia malah masih berdiri tegak di depan pintu gerbang yang sudah tertutup. Napasnya terhembus berat dan tersengal-sengal. Lagi-lagi ia bertemu sapa dengan kekurangannya, yaitu sulit bangun pagi. Membuatnya berlari sampai kelelahan.
"Pak! Buka pintunya, pak!" tangannya terus menggedor-gedor dan mengguncang gerbang besi itu. Namun si satpam yang biasa dipanggil Pak Hartanto itu seakan cuek. Dia tahu kalau siswi ini terlambat karena bangun kesiangan.
Elaine kemudian berhenti dengan aktivitasnya yang berisik, kemudian wajahnya menjadi semakin suntuk. "Saya mohon, pak. Hari ini saya ada ulangan kimia!"
Walaupun rautnya terlihat terpaksa, tapi Pak Hartanto memiliki secercah keprihatinannya kepada Elaine. Sehingga ia membuka gembok gerbang dan membiarkan Elaine masuk. Sebelum itu ia berwenang, "Kalau besok telat lagi, kamu harus lewat tembok tinggi di belakang sekolah."
Beranjak berlari, siswi itu mengangguk cepat dan menoleh ke Pak Hartanto. "Iya, pak! Saya janji nggak telat lagi, makasih!" ia kemudian melangkahkan kakinya dengan sekuat tenaga menuju lorong kelas.
Perasaannya gusar dan takut, jantungnya berdebar kencang. Keringat tak henti-hentinya menetes dari pelipisnya. Saat melihat penampakan kelasnya di lantai dua dari jalan ia berlari, sepertinya masih ramai. Belum ada guru yang masuk. Membuatnya sedikit lega.
Sebelum di perjalanan pada sepanjang lorong menuju kelasnya, ia menemukan Bu Amel yang baru saja keluar dari kelas 10 MIPA 2, guru mapel Bahasa Indonesia yang menakutkan di seantero SMA Karyasastra. Lututnya melemas, tubuhnya gemetar kembali.
Mengingat ia punya traumatis dengan Bu Amel. Seperti saat ujian lisan, ulangan, bahkan jika diberi pertanyaan langsung. Elaine pasti menjadi sosok yang diincar oleh Bu Amel. Daripada banyak berpikir, dia langsung beranjak balik badan untuk sembunyi. Namun dia bertemu sapa dengan kekurangannya lagi, yaitu kurang cepat.
"Hei, kamu! Baru berangkat, ya?!" teriak Bu Amel, membuat Elaine kaget dan justru terus berlari tanpa arah. Sementara Bu Amel juga mengejarnya dari belakang. Elaine semakin takut dan mencari belokan. Di mana ia memasuki toilet siswa.
Sebelum Bu Amel menemukan dirinya, Elaine bersembunyi di sebuah bilik toilet. Pagi hari ini, dia sungguh sial. Ia tak bisa memikirkan apapun selain masuk ke kelas dengan aman. Dia tak tahu mengapa melakukan keputusan yang ia buat tanpa ragu.
Matanya terpejam kuat. Ia mendengar langkah seseorang, menandakan keberadaan seseorang yang mendekatinya. Elaine terkejut dengan ketakutannya, "Ampun, Bu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpulan Simpel [Fiksi]
Teen FictionHanya hasil tumpahan stres karena tugas video. 12 September 2024. "Mimpiku simpel, yaitu mencari kesimpulan hidup." Hanya pengalaman pribadi dari kedua insan yang pernah hidup di dunia. Elaine, seorang gadis yang merasa dirinya penuh kekurangan. Kem...