Pemuda berambut silver itu masih tak menyangka. Suara sorak-sorai penonton yang menonton langsung di venue pertandingan membuatnya terharu. Pelatih yang kini ia peluk juga ikut terharu sambil mengusap punggung dan memeluk snag atlet dengan erat.
Satu Indonesia bangga dibuatnya. Anak panah terakhir yang ia tembakkan berhasil memberi poin X pada target disaat skor lawan berjumlah 30 dengan rincian dua poin X dan satu poin 10. Namun, pemuda tersebut berhasil mengalahkan lawan dengan skor sempurna dan tertinggi. Dengan tiga poin X yang menyempurnakan skornya yang hampir dikalahkan.
"Coach! Aku bisa, aku bisa!!!!"
Atlet muda tersebut menangis haru dalam pelukan sang pelatih.
⸝⸝⸝⸝⸝⸝⸝⸝⸝
Di lain sisi, banyak warga yang berkumpul pada siang itu di aula kantor kelurahan untuk nobar pertandingan pemanah yang akan menampilkan penampilan atlet yang ternyata, merupakan salah satu warga dalam kelurahan tersebut.
Semua warga bersorak kegirangan, mereka gembira ketika atlet favorit, atlet yang mereka dukung dalam doa, berhasil mendapat medali emas. Tentu hal tersebut menjadi sebuah kabar gembira bagi siapapun yang mengetahuinya.
Disaat sesi wawancara setelah penerimaan medali dan naik podium, beberapa warga yang masih menonton melihat ke layar tancap dengan serius.
"Bagaimana perasaan mas Yaksa setelah berhasil menyabet tiga medali emas dalam kejuaraan bergengsi kali ini?"
"Tentunya saya senang sekali! Saya sendiri nggak nyangka, saya bisa berdiri dan memegang medali dari event bergengsi ini. Sebelumnya, target saya bukan di kejuaraan olimpiade kali ini."
"Loh, bukannya dek Yaksa bilang kalau targetnya bisa masuk tiga besar ya waktu pulang kemarin?" tanya seorang bapak-bapak.
Lalu seorang satpam disebelahnya menegurnya, "Sut! Belum selesai itu," ucap si satpam dan hanya dibalas tawa kecil oleh si bapak-bapak tadi.
"Oh iya, saya sempat dengar kalau salah satu alat milik mas Yaksa ini sempat mengalami seperti error begitu ya?"
Dalam tayangan wawancara tersebut, Yaksa, si atlet pemanah muda yang berhasil menyabet medali emas dalam tiga nomor perlombaan tersenyum lebar.
"Awalnya alat saya memang rusak. Jadi, panahan saya yang pertama itu salah satu mur nya lepas dibagian— alat bidik aja lah gampangnya. Jadi, karena sudah kepepet waktu juga untuk membetulkan karena juga mur nya hilang ya, saya paksa saja alatnya. Saya tetap pakai itu alatnya. Karena sebelumnya, panahan cadangan saya itu limb nya malah patah waktu dipakai main beregu campuran itu dan kalo pakai panahan punya teman saya nggak mungkin dong hehe."
Ketika Yaksa selesai berbicara, seorang ibu-ibu pemilik warung pojok menyahut.
"Berarti dek Yaksa bawa dua ya?" tanyanya entah kepada siapa.
"Iya lah, buat cadangan. Saya bangga sekali sama dek Yaksa, kalau dia sudah pulang nanti, saya mau adakan acara makan-makan! Saya sembelih kambingnya pak Somad!"
"Enak aja main sembelih-sebelih lu!"
Semua warga tertawa mendengar percakapan tersebut.
"Pantang menyerah ya, mas Yaksa hehehe. Sampai titik darah penghabisan!"
"Tentu! Hehehe."
"Omong-omong mas Yaksa, tadi kayanya terharu banget ya sampai peluk pelatihnya erat-erat begitu. Bahkan sampai wawancara sama saya, mas Yaksa juga keliatannya masih terharu. Kalau boleh tau, siapa sosok yang memotivasi mas Yaksa sampai bisa berdiri di titik ini?"
Terlihat di layar tancap, Yaksa terlihat seperti akan kembali menangis lalu kemudian berusaha tersenyum sambil mengambil nafas dalam-dalam.
"Sebelumnya, mbak. Target saya ini bukan memenangkan pertandingan di kejuaraan olimpiade kali ini. Tetapi di kejuaraan PON atau Kejurnas sebelumnya. Saya juga kaget kok bisa lolos seleksi terus dan sampai di titik ini. Omong-omong, saya ingat dulu ada lima sosok yang bisa buat saya sampai bisa berdiri di sini. Yang pertama, kakak tiri saya. Namanya mas Tirta, dia yang melatih saya sampai bisa jadi pro-player gini, saya kan awalnya main di divisi compound bow yang dilatih sama coach Tama, terus saya coba pindah ke divisi recurve bow. Yang kedua ada keluarga saya, yang selalu support saya.
Tapi mbak, masih ada lagi. Teman-teman saya. Buat mas Tirta— mas ku, mas Kenan atau coach Tama ya orang-orang bilang, mas Winar, mas Dejun sama mas Aksa juga ... mereka itu yang menjadi motivasi dan support system aku. Mas Tirta yang ngelatih aku waktu aku masih latihan di club dulu pas pindah divisi. Mas Kenan juga yang sabar banget ngajarin aku kalau mas Tir nggak ada, mas Dejun sama mas Aksa yang sering ajak aku latihan bareng, terus mas Winar juga yang sering traktir aku vitamin atau jajan sehat."
"Jadi, mereka adalah sosok yang berperan penting dalam perjalanan kamu ya? Eh aduh mas, tolong tisunya! Kameraman megang kamera mulu ini, tisu mana tisu."
"Ehe makasih mbak. Iya benar sekali. Mereka berpengaruh banget!"
"Ada kata-kata atau kalimat panjang yang mau disampaikan, mas Yaksa?"
"Buat warga Indonesia, keluarga ku, teman-teman di pelatnas dan pelatih, teman-teman ku, terimakasih banyak atas dukungan positif kalian! Berkat itu ... aku bisa sampai di titik ini dan membanggakan kalian semua. Terlepas dari semua ini, buat mas Kenan, mas Tirta, mas Winar, mas Dejun dan mas Aksa, tiga medali emas ini aku persembahkan untuk kalian semua! Nanti ku simpan ini di dalam lemari memori kita. Terimakasih banyak ya atas jasanya, doa baik selalu menyertai, kenangan dan momen kita. Terimakasih banyak! Juga, mas Tirta, ku harap mas Tirta bisa lihat ini. Aku berhasil, Mas! Impian mas Tirta, berhasil aku wujudkan!"
"Baik, terimakasih banyak mas Yaksa atas waktunya dan— eh mas Yaksa! Cup cup cup jangan nangis yaaaa."
Semua warga yang menonton jadi ikut terharu mendengar sesi wawancara Yaksa pada hari ini. Tentu mereka tau bagaimana kisah perjalanan Yaksa selama ini.
Apa yang dilalui oleh Yaksa dan kawan-kawan juga cerita-cerita seru ketika makan di warung pojok Bu Windi.
Kini, ku ajak kalian untuk melihat kilas balik perjalanan Yaksa dan kawan-kawannya selama ini.
Ini bukan hanya tentang berlatih demi menjadi juara. Tetapi bagaimana jalan yang dilalui agar bisa menjadi juara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf Ya Kalau Kita Sibuk, Karena Kita Coklat; Cowok Atlet
FanfictionBagi Yaksa, medali itu adalah memori. Panahan milik mereka adalah memori. Cerita mereka adalah memori. Makanya bagi Yaksa, dunia panahan adalah segalanya. Versi novel dari AU yang- udah lah ngga ngerti dilanjut apa engga :')