***
Agian bersiap-siap. Seragam putih yang rapi di lengkapi dasi bewarna hitam putih bergaris, tanpa mengenakan blazer, serta celana seragam berwarna hitam. Identik dengan rambut nya berwarna hitam legam, tinggi badan mencapai 190 cm, berat badan 86 kg, berkulit putih. Agian menyukai olahraga basket.
Menuruni anak tangga. Bergabung ke meja makan yang sudah siap. Satu keluarga itu tengah sarapan.
"Agian. ibu sudah menyeduh susu coklat kesukaan mu. Hasbiskan nak." sahut Meza, menyodorkan gelas berisi penuh lautan berwarna coklat.
Agian mengangguk, "Terimakasih".
"Sama-sama," duduk di kursi.
"Bayi kita masih menyusu?" ujar Aksa, kakak sulung Agian. Dia seorang Jaksa.
Agian tidak menjawab, duduk di kursi sebelah Artha kakak kedua nya.
"Diam bang. Bayi kita sekarang sudah besar. Dia semakin irit berbicara," jawab Artha mengacak-acak rambut Agian yang sudah rapi.
Agian berekspresi datar, "Bang".
"Sorry, begitu saja merajuk" kata nya dengan mulut penuh roti panggang, sembari merapikan rambut Agian asal.
Agian merapikan rambutnya kembali, lalu meneguk susu coklat favorit nya tidak tersisa.
Masing-masing sarapan dengan tenang dan keadaan menjadi sunyi.
Beberapa menit kemudian...
"Bagaimana dengan kantor, Aksa?" ujar Robby dengan suara khas, memecah keheningan. Usia nya sudah berkepala enam itu masih terlihat sehat dan bugar.
"Baik. Saat ini sedang banyak menangani kasus pelecehan seksual seorang siswa, Ayah" jawab Aksa.
"Kamu yang menangani kasus tersebut?".
Aksa mengangguk, "Banyak hal mengganjal di kasus nya secara beruntun. Maka dari itu Aksa mengambil alih" selesai sarapan.
"Baiklah. Ayah selalu mendukung mu," jawab nya tersenyum bangga.
"Artha, Agian bagaimana dengan rumah sakit dan sekolah?" mengajukan pertanyaan dengan bersamaan.
"Sangat baik, Ayah." jawab Artha merapikan dasi "Banyak pasien yang tidak apa-apa, memaksa ku untuk meriksa keadaan nya. Aku tahu-" terjeda.
"Aku tahu karena wajah tampan ini" ujar Agian sudah selesai sarapan, menggendong tas.
"Di sekolah baik juga. Aku pamit terlebih dahulu Ibu, Ayah" sambung nya tanpa menoleh ke arah Robby.
Meza berdiri membawa tumbler berisi susu coklat, mengasongkan kepada Agian. "Terimakasih Bu,".
"Sama-sama, tolong katakan kepada Thania minum selagi hangat" titah Meza.
Mengangguk "Hati-hati," Agian pergi terlebih dahulu.
Agian tidak terlalu dekat dengan kedua kakak nya.
Robby yang tegas kepada Aksa dan Artha. Beda hal nya kepada Agian, dia acuh. Bukan tidak peduli.Agian tipikal orang yang tidak mudah diatur sekalipun itu orang tuanya. Robby sudah mendaftarkan Agian menjadi seorang pelajar Detektif. Namun Agian menolak. Karena dari kecil Agian mempunyai sifat dingin dan semau nya. Robby tidak lagi mengarahkan apa yang di inginkan untuk keluarga.
Dia hanya mengikuti arah apa yang diinginkan Agian. Mengekang anak untuk menjadi seseorang yang kita inginkan justru itu tidak baik. Yang ada di benak Robby sekarang. Dahulu dia sangat tegas kepada Aksa dan Artha. Untuk menjadikan mereka seorang Jaksa dan Dokter.

KAMU SEDANG MEMBACA
B A L A N C E D
Fiksi Remaja'Hallo' 'Bantu follow dan vote ya teman-teman, semoga kalian suka dengan cerita ini' Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar dan kekerasan fisik. *** Mengingat semua penindasan bukanlah ingatan yang baik. Munafik bagi seorang korban yang mengat...