Rumah Kosong

2.4K 4 0
                                    


Desa Sanjaya terletak jauh dari hiruk-pikuk kota, tersembunyi di antara lembah hijau dan hutan lebat. Masyarakatnya hidup tenang, dengan rutinitas yang sederhana namun memuaskan. Di ujung desa, berdiri sebuah rumah tua yang telah lama ditinggalkan, terbungkus misteri dan kesunyian. Dulu, rumah ini dikenal sebagai tempat tinggal keluarga terhormat, namun setelah serangkaian peristiwa tragis, rumah ini ditinggal dan lambat laun dilupakan.

Ketika Maya, seorang penulis muda yang lelah dengan kehidupan kota yang sibuk, memutuskan untuk pindah ke desa ini, dia tidak tahu apa yang akan dia temui. Keputusan untuk menyewa rumah kosong itu datang dari keinginannya untuk mencari ketenangan dan inspirasi untuk novel terbarunya. Rumah itu, dengan dindingnya yang retak dan jendela yang pecah, tampak seperti sebuah kanvas kosong, menunggu untuk diisi dengan cerita baru.

Saat Maya pertama kali melangkah masuk ke dalam rumah, dia merasakan aura yang aneh—sebuah rasa dingin yang menyentuh kulitnya dan keheningan yang sangat mendalam. Namun, rasa penasaran dan semangatnya untuk memulai babak baru dalam hidupnya mengatasi semua keraguan. 

"Huffff sial banget gue"

Keadaan jauh dari yang diharapkan. Barang-barang yang dia kirimkan dari kota, yang seharusnya sudah ditata rapi oleh orang yang disuruh, masih berserakan di berbagai sudut rumah. Kotak-kotak berisi buku, pakaian, dan perabotan kecil menumpuk di ruang tamu, sementara furniture besar teronggok di sudut-sudut yang tidak teratur.

Maya mendapati dirinya harus merapikan semuanya sendirian. Dengan napas dalam-dalam dan semangat yang tak tergoyahkan, dia mulai membuka kotak demi kotak, menata barang-barang ke tempat yang lebih sesuai. Tangan dan bajunya cepat kotor karena debu yang menempel, namun dia terus bekerja dengan tekun. Saat dia mengatur perabotan di ruang tamu, dia mulai membayangkan bagaimana rumah ini akan berubah—dari rumah kosong yang sunyi menjadi tempat yang penuh dengan kehidupan dan kreativitas.

Walaupun lelah, ada kepuasan dalam setiap langkah yang diambil, dan dia merasakan bahwa setiap barang yang ditempatkan di tempatnya masing-masing seperti menghidupkan kembali rumah tersebut, sedikit demi sedikit.

Selesai membersihkan bagian depan Maya menuju ke kamar, dia merasakan secercah kelegaan. Berbeda dengan bagian rumah lainnya yang berantakan, kamar tersebut tampak utuh dan tidak ada yang rusak. Tempat tidur, meskipun berselimut debu, masih kokoh dan nyaman. Lemari pakaian dan meja rias juga dalam kondisi baik, tanpa tanda-tanda kerusakan.

Maya dengan cepat mulai menata barang-barangnya di kamar, merasa lebih mudah karena tidak perlu mengkhawatirkan perbaikan besar. Sambil merapikan, dia membayangkan kamar ini sebagai tempat yang penuh ketenangan dan inspirasi—tempat di mana dia akan mencurahkan ide-ide dan menyusun cerita-cerita baru. Rasa syukur menyelimuti hatinya karena setidaknya bagian ini dari rumah tetap terjaga dengan baik, memberikan harapan bahwa tempat ini akan segera menjadi rumah yang nyaman.

"Hahhh akhirnyaaaaa"

Setelah berjam-jam membersihkan dan merapikan kamar, Maya akhirnya selesai. Dia duduk di pinggir tempat tidur yang baru saja dia atur dengan rapi, merasa kelelahan namun puas. Dengan gerakan lambat, dia melepaskan sepatunya dan meregangkan tubuh, menghilangkan rasa penat yang mulai merayap ke dalam setiap sendi.

Maya memandang sekeliling kamar yang telah berubah menjadi tempat yang nyaman, meskipun sederhana. Kasur yang baru saja dipasang terlihat mengundang untuk beristirahat. Lampu meja yang lembut memancarkan cahaya hangat, menciptakan suasana yang menenangkan setelah seharian bekerja keras. Dia meletakkan bantal-bantal di tempatnya dan menggulung selimut dengan rapi.

Tanpa bisa menahan rasa kantuk yang begitu mendalam, Maya akhirnya merebahkan diri di tempat tidur. Aroma segar dari seprai yang baru dicuci dan kelembutan kasur membuatnya merasa sangat nyaman. Dia menutup mata, dan dengan cepat, rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya membuatnya tertidur dalam waktu singkat.

Maya terlelap dengan tenang, hanya terdengar desahan lembut dari nafasnya. Di dalam tidurnya, dia merasa seperti melayang di antara mimpi dan kenyataan, dikelilingi oleh rasa damai yang jarang dia rasakan di kota yang sibuk.

Di luar jendela, bulan bersinar lembut, dan angin malam berbisik lembut melalui celah-celah jendela. Rumah yang telah lama kosong itu kini penuh dengan kehidupan baru yang dibawa oleh Maya—sebuah awal yang baru di tempat yang penuh misteri dan keajaiban.

Saat Maya terlelap di tempat tidurnya, suasana kamar tampak tenang dan damai. Namun, di sudut kamar yang sedikit lebih gelap, sebuah sosok samar mengamati dengan penuh perhatian. Sosok itu, yang hampir tidak terlihat dengan mata telanjang, berdiri di sana dengan aura yang halus namun intens.

Sosok itu mulai mendekati Maya, memperhatikan wanita itu lebih dekat. Menyentuh wajah Maya yang terlelap. Perlahan tubuhnya yang samar mulai terlihat jelas. Sosok tinggi dengan kulit putih dan pakaian kuno itu mulai menggoda Maya.

Jari panjangnya membelai rambut pendek Maya. Lalu mengelus kulit wajahnya yang berwarna sawo matang. Matanya terpejam merasakan halusnya kulit Maya. Jarinya berpindah ke bibir penuhnya, menunggu untuk dilahap habis olehnya.

Sosok itu membuat Maya terlelap dalam tidurnya, wanita itu tidak akan bangun sampai esok hari. Tangannya mulai melucuti seluruh pakaiannya dan milik Maya. Menangkup kedua p*yud*r*nya, ia mulai meremas-remas kecil. Membuat Maya mendesah dalam tidurnya.

Ahhh ehmmm eungghh

Puas dengan dua gunung kembar itu, ia beralih ke bagian bawah Maya.

Masih sangat rapat. Sepertinya wanita ini masih perawan. Hal itu semakin membuat sosok itu senang bukan main, energinya akan semakin cepat pulih.

Sosok itu memasukkan kejantanannya ke dalam v*gin* Maya. Tidak akan merobek selaput darahnya jika mereka melakukannya dalam keadaan tertidur.

Ahhh ahhh ahhh

Tubuh Maya tersentak sentak dalam tidurnya, naik turun mengikuti gerakan sosok itu yang menggenj*tnya brutal.

Plok plok plok

Pen*snya terus keluar masuk ke dalam lub*ng Maya. Mengantarkan energi listrik yang menyengat, membuat desahan Maya semakin keras. Sosok itu menancapkan pen*snya dalam, nafasnya memburu karena sudah mencapai pelepasannya. Benihnya tumpah seluruhnya di dalam milik Maya. Ia mulai menarik keluar pen*snya yang berkilau karena cairan mereka. Sebagai sentuhan terakhir, ia menjilat cairan miliknya yang bercampur dengan milik Maya. Tak membiarkan benih berharganya terbuang sia-sia.

To be continued

Fantasy (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang