Suasana di ruangan terasa begitu hening, tak ada suara yang terdengar bahkan anak-anak kecil juga ikut menutup mulut seakan tahu ketegangan yang terjadi di sini. Adapun uap dari minuman yang kemudian menghamat di atas meja menyerbakkan aroma beserta kepulan asap samar ke arah kanan dimana disana terduduk seorang lelaki dengan tangan yang tak henti melilit jemarinya berulang kali. sedangkan di seberang sana terlihat seorang perempuan yang tengah berusaha menyembunyikan tubuh bergetarnya di balik pelukan seorang pria yang jika di perhatikan lebih tua beberapa tahun darinya.
sebuah helaan nafas lumayan keras mengalihkan seluruh atensi kearah seorang pria dengan kopiah usang berwarna hitam di kepalanya. disampingnya juga terlihat seorang wanita paruh baya dengan wajah sembab seperti habis menangis yang tangannya bergerak mengusap pelan lengan pria tersebut.
"saya rasa sudah tidak ada lagi jalan keluar lain"
lelaki yang tadi sempat melirik perempuan yang masih setia bersembunyi itu kemudian menoleh, menatap lamat wajah kaku dengan jenggot lumayan tebal yang tertanam di bawah dagu pria paruh baya di hadapannya.
"kalian harus menikah"
rengekan samar terdengar membuat pria paruh baya itu menunduk seakan merasakan kekesalan sang putri yang kini tengah ditenangkan oleh sang kakak dengan cara mengelus juga membisikkan kata-kata padanya.
sedangkan, di hadapan keluarga kecil tersebut, lelaki yang menjadi awal mula hal ini terjadi hanya terdiam menatap perempuan itu kemudian menunduk. tak ada raut wajah yang jelas di wajahnya, semua campur aduk dengan berbagai umpatan juga omelan dalam fikirannya. ia mengepalkan kedua tangannya bersama menatap gelas kopi yang sedari tadi menjadi pengharum ruangan ini.
"papa, Nisa gak mau"
suasana berubah menjadi senduh setelah suara lirih yang terdengah sulit itu terdengar, perempuan itu akhirnya menampakkan parasnya yang penuh dengan air mata menatap sang ayah dengan penuh permohonan. namun bukannya menenangkan sang ayah malah enggan menatapnya, bukannya apa rasa sakit dan amarah berkecamuk jika melihat putri kesayangannya tersebut. akhirnya karena tak tahan pria paruh baya itu kemudian bangkat dan meninggalkan ruangan meninggalkan suara panggilan yang terus diikuti kalimat penolakan dari sang anak.
"kaka..Nisa gak mau, Nisa gak bisa tinggal bareng orang yang udah ngehancurin masa depan aku"
tak ada balasan hanya rengkuhan yang perempuan itu dapatkan, setelah hanya keheningan yang menyelimuti kini tangisan wanita itu menghilangkan kesunyian membuat hati orang yang ada di sana ikut merasakan kepiluannya, sang ibu tanpa sadar meneteskan air matanya ia kemudian bangkit dan meninggalkan mereka. kini hanya tinggal dua laki-laki dan seorang perempuan yang tengah menangis di ruang tamu. lama mereka mendengar tangisan perempuan itu akhirnya sang lelaki yang sedari tadi hanya bisa menatap dari seberang angkat suara.
"sepertinya saya harus pamit sekarang, untuk selanjutnya saya akan membahasnya di lain waktu dan pastinya dalam waktu dekat. "
"baiklah, karena Nisa juga sudah begini mau bagaimana lagi"
sang kakak bangkit dari duduknya mengantar sang tamu untuk pulang, setelah tiba di teras rumah keduanya saling beradu pandang, sang kakak menepuk dua kali bahu pria tersebut yang hanya dibalas dengan anggukan kecil.
"gue titip adek gue, gue harap lo bisa jaga dia dengan baik"
pria itu hanya dia tapi ada senyuman kecil yang muncul dibibrnya.
"gue udah gagal buat jagain dia, dan sekarang gue relain dia buat lo dan gue harap lo bisa jadi lelaki yang gak cuman mau enaknya aja tanpa mau bertanggung jawab"
"... gue balik, untuk jadwal dan semuanya gue serahin sama lo, apapun keputusannya gue siap kapan pun itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
Novela Juvenilakan ku jelaskan secara indah bagaimana diriku terpikat oleh kilauan yang dirimu miliki... dengan begitu, kau tidak akan lagi memiliki celah agar bisa pergi dari sisiku.