Chapter 1 : Mimpi yang Tak Bisa Diungkapkan
_________________________________________Jakarta, dengan segala hiruk pikuknya, adalah tempat yang penuh kontradiksi. Di satu sisi, ia menawarkan impian besar, ambisi yang tak terbatas. Namun di sisi lain, kota ini juga bisa menjadi racun bagi jiwa-jiwa yang terjebak dalam keramaian dan tekanan kehidupan.
Dhara Pramita Enchara duduk di sebuah kafe kecil di dekat kampusnya, Universitas Negeri Jakarta. Kopi hitam yang belum sempat ia minum dingin begitu saja di atas meja. Pikirannya terombang-ambing di antara realita yang membebaninya dan mimpi-mimpi aneh yang selalu hadir di setiap tidurnya. Mimpi itu, yang penuh dengan racun, terus datang, seolah mengisyaratkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar kelelahan kuliah.
Di sudut lain kafe, Daniswara Gilbert Athelstan duduk sendirian dengan laptop di depannya. Sama seperti Dhara, dia juga seorang mahasiswa. Namun, Daniswara memiliki kepekaan lebih terhadap dunia mimpi-sesuatu yang tak banyak diketahui orang lain. Ia sering membantu teman-teman yang mengalami mimpi buruk, menyarankan teknik-teknik untuk menenangkan pikiran sebelum tidur. Tapi Dhara... mimpinya berbeda.
"Kamu belum tidur nyenyak lagi, ya?" Suara dari samping mengejutkan Dhara. Rina Fidela, sahabatnya sejak SMA, menyandarkan tasnya di kursi sambil memesan kopi.
Dhara tersenyum lelah. "Sudah dua minggu ini mimpi-mimpiku aneh banget, Rin. Rasanya seperti ada yang mengintai di setiap mimpi. Setiap kali bangun, aku merasa ada yang hilang."
Rina mengerutkan dahi. "Mimpi apa sih? Kalau sampai dua minggu gak nyenyak, itu gak wajar, Dhara."
Dhara menghela napas panjang. "Aku selalu berada di sebuah tempat yang aneh, seperti kota yang dipenuhi asap beracun. Ada suara yang terus memanggil namaku, tapi aku gak tahu siapa. Lalu, di ujung mimpi, aku selalu merasa tubuhku mulai teracuni, perlahan-lahan."
Rina terdiam, tidak tahu harus berkata apa. "Kamu gak pernah cerita tentang ini sebelumnya..."
Sebelum percakapan mereka berlanjut, suara dari meja sebelah membuat Dhara menoleh. "Mimpi beracun, ya? Itu bisa berarti banyak hal." Daniswara memandang mereka dengan senyum tipis.
Dhara dan Rina saling bertukar pandang, sedikit bingung dengan campur tangan orang asing ini. "Maaf, kamu siapa?" tanya Rina dengan nada sedikit waspada.
Daniswara tersenyum lebih lebar. "Maaf kalau aku lancang. Aku Daniswara. Aku cuma... tertarik dengan obrolan kalian. Aku belajar tentang mimpi di jurusan Psikologi, jadi sedikit tahu soal itu."
"Psikologi?" Dhara mengernyit. Dia tidak pernah berpikir bahwa mimpi-mimpinya bisa dikaitkan dengan sesuatu yang ilmiah, apalagi psikologis.
"Iya. Mimpi-mimpi kita bisa mencerminkan kondisi pikiran atau perasaan kita yang paling dalam," lanjut Daniswara sambil menutup laptopnya. "Tapi, kalau mimpi beracun seperti yang kamu alami, itu biasanya tanda ada sesuatu yang gak beres di kehidupan nyata."
Dhara terdiam. Kata-kata Daniswara menancap dalam pikirannya, mengaduk-aduk segala hal yang dia coba abaikan selama ini. Apakah benar mimpi-mimpi itu adalah manifestasi dari masalah yang selama ini ia pendam?
"Gak mungkin..." gumam Dhara lebih kepada dirinya sendiri.
"Aku bisa bantu kalau kamu mau," tawar Daniswara. "Aku sudah beberapa kali membantu teman-teman yang mimpi buruk. Kadang, solusi untuk masalah di mimpi itu ada di kehidupan nyata."
Rina menatap Dhara dengan tatapan bertanya. Dhara merasa ragu, tapi di saat yang sama, ia tak bisa terus begini. Mimpi-mimpi beracun itu bukan hanya membuatnya lelah, tapi juga mulai mempengaruhi performa akademiknya. Nilai tugas-tugasnya menurun, dan ia semakin sulit fokus di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI SEJUTA RACUN
RomanceTentang Dhara yang terbebani oleh banyaknya harapan dari orangtuanya, juga jurusan yang ia muak. Dirinya hanya ingin menjadi diri sendiri tanpa campur tangan orang lain dengan menaruh banyak harapan ke dirinya. Lalu Dhara bertemu dengan Daniswara se...