Empat

7 2 0
                                    

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Nayra menoleh dan mendapati Ustadzah Halimah berdiri dihadapannya. Meskipun sedikit terkejut, Nayra mencoba untuk mengontrol raut wajahnya.

"Iya Ustadzah? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Nayra.

"Maaf ganggu, Ning. Apa Ning sedang tidak sibuk?"

Nayra menggelengkan kepalanya. "Engga. Ada apa ya?"

"Saya mau memitipkan sesuatu dan juga pesan untuk Gus Raka." jawab Ustadzah Halimah dengan wajah sumringah.

Sementara Nayra menatap Ustadzah Halimah tanpa ekspresi. "Boleh. Apa yang mau di titipkan, Ustadzah?"

Ustadzah Halimah memberikan sebuah plastik besar kepada Nayra. "Ini ada oleh-oleh dari paman saya untuk Gus Raka dan Kyai Anwar. Semuanya sudah dipisah. Jadi nanti bisa langsung diberikan kepada Kyai Anwar dan Gus Raka."

"Ini dari paman Ustadzah Halimah?" tanya Nayra memastikan. Ustadzah Halimah menganggukkan kepalanya. "Insya Allah nanti saya berikan kepada Gus Raka dan abah." Nayra tersenyum. "Lalu pesannya apa?"

Ustadzah Halimah tersenyum lebar. "Tolong sampaikan, kata paman saya, kedatangan Gus Raka di kampung ditunggu."

Nayra kembali menatap Ustadzah Halimah tanpa ekspresi. "Pesannya juga Insya Allah nanti saya sampaikan." Nayra tersenyum sekilas. "Ada yang mau disampaikan lagi?"

"Tidak ada, Ning. Sudah itu saja. Terima kasih."

"Sama-sama. Nanti Insya Allah semuanya saya sampaikan. Baik itu untuk abah, atau untuk Gus Raka."

"Terima kasih, Ning. Kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

***

Raka kembali menatap istrinya yang sejak dia pulang untuk makan siang hanya diam. Setelah menjawab salam darinya dan mencium tangannya,  Nayra hanya diam sambil menemaninya makan siang. Semua pertanyaan yang ditanyakannya juga dijawab seadanya.

"Ono opo to, sayang? Kamu kok sejak mas pulang mukanya cemberut begitu? Apa mas ada buat salah?"

Nayra menoleh sebentar lalu bangkit dari tempat duduknya. Dia mengambil kantong plastik putih dan menyimpannya di hadapan Raka. Hal itu justru membuat Raka semakin bingung.

"Ini apa?"

"Ngak tau. Buka aja!"

Raka menurut dan membuka plastik dihadapannya itu. Raka mengeluarkan satu per satu isi plastik tersebut. Dan beberapa makanan khas daerah juga buah-buahan adalah isi plastik yang sudah Raka buka itu.

"Ini dari siapa?" tanya Raka menatap Nayra.

"Pamannya Ustadzah Halimah."

Raka tampak bingung. "Pamannya Ustadzah Halimah?" Nayra mengangguk malas. "Dalam rangka apa beliau ngasih mas oleh-oleh begini?"

"Ngak tau! Aku cuma diminta buat ngasihin ini ke mas. Ada satu plastik lagi buat abah. Tapi udah aku kasihin ke umi tadi." Nayra menatap Raka. "Pamannya Ustadzah Halimah juga nitip pesen. Katanya kedatangan mas di tunggu di kampung!"

Raka hanya terdiam mendengar ucapan Nayra. Dia menyadari jika istrinya itu tidak suka dengan pemberian serta pesan yang dia terima.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NayRakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang