Bab ketiga belas : Pulang dan Terbang

6 0 0
                                    

"Yang dulu datang kini sudah kembali berpulang."

Hari ini adalah hari Senin seharusnya Arthur tengah berada di sekolah tetapi sebab berita pesawat jatuh kemarin disusul oleh telepon dari pihak maskapai yang membuatnya mengurungkan niat untuk berangkat ke sekolah pagi ini. Pihak maskapai tersebut mengkonfirmasi kebenaran berita bahwa pesawat yang ditumpangi Rena sore itu memang sempat hilang kontak. Serta adanya kabar terbaru bahwa tengah dalam tahap evakuasi di tengah puing-puing pesawat yang jatuh.

Hatinya tak tenang, jantungnya berdegup sangat kencang. Raganya mungkin di sana tetapi pikirannya melanglang buana entah kemana. Berkali-kali ia berusaha memikirkan kemungkinan terbaik tetapi rasanya sangat nihil disaat ia tahu bahwa pesawat yang ditumpangi bahkan sudah luluh lantak. Di samping itu, kondisi Shera juga mengkhawatirkan, tubuhnnya panas dingin dan sempat tak sadarkan diri.

Saat membuka ponsel terdapat banyak notifikasi yang masuk dari teman-temannya yang menanyakan kabar karena ketidakhadirannya hari ini. Ada lima telepon panggilan tak terjawab dari Skifo dan enam pesan dari Julian yang masuk tetapi ia abaikan. Dirinya hanya fokus terhadap kabar terbaru mengenai informasi lanjutan dari pihak maskapai itu. Barulah saat ada telepon yang ia harapkan muncul ia segera mengangkatnya.

"Baik, Pak. Saya menunggu kehadiran jenazah siang ini. Terima kasih atas informasinya," balas Arthur melalui sambungan telepon.

Arthur tak sadar meneteskan air matanya. Entah mengapa ada perasaan sakit dan lega di saat yang bersamaan. Seseorang yang ia khawatirkan dari kemarin sudah ditemukan tetapi hanya raganya saja, jiwanya sudah terbang ke surga. Arthur lega karena akhirnya ia menerima kepastian keberadaan Rena, setidaknya dengan begitu keluarga dapat memberikan peristirahatan terakhir yang layak. Namun, tak dipungkiri hatinya juga hancur karena ditinggal oleh orang berharga yang ada di hidupnya.

Kaki yang menopang tubuhnya perlahan melemas dan tubuhnya jatuh ke bawah. Pipinya sudah basah oleh air matanya yang sedari tadi turun deras, isak tangisnya kini sudah tak terbendung lagi. Di detik itu Arthur merasa dunianya berhenti dan hancur, dirinya merasa terpukul atas kepergian Sang Ibu.

Di hari itu juga Andre-Sang Ayah langsung pulang ke rumah. Dirinya yang juga berada di luar kota segera pulang ke rumah saat Arthur menelepon tentang kabar itu. Segala keperluan untuk mengurusi jenazah telah disiapkan serta papan duka cita kini sudah berjejer rapih di luar rumah yang berasal dari kolega Rena dan Andre.

Hingga waktu sudah memasuki siang hari dan jenazah Rena yang diantar mobil ambulance sudah tiba. Semua orang yang sudah hadir di rumah termasuk keluarga inti segera menyambutnya. Shera hanya menatap kosong raga Rena yang tengah dibawa ke ruang keluarga. Matanya membengkak dan tatapannya sendu. Sementara Arthur hanya menunduk dan sebisa mungkin menahan tangisnya. Dirinya merasa harus tegar dan menjaga Shera disampingnya saat ini.

Segala prosesi pengurusan jenazah seperti pemandian dan pengkafanan jenazah sudah dilakukan. Orang-orang yang berdatangan kini lebih banyak dari yang sebelumnya memberikan salam perpisahan terakhir terhadap wanita yang sudah terbaring kaku dan ditutup kain di tengah ruangan itu. Tak henti-hentinya Shera menangis hingga ia merasa tubuhnya sangat tak bertenaga. Arthur hanya dapat menenangkan Shera dengan memegang tangannya dan mengelusnya lembut.

Saat tengah duduk, Arthur merasa ada tangan yang menepuk pundaknya pelan. Ia melihat sosok Skifo dan Julian di sana yang kemudian disusul Rania dibelakangnya. Mereka masih lengkap menggunakan seragam sekolah dan memang saat ia melihat jam tangannya waktu menunjukkan pukul 3 sore yang berarti teman-temannya langsung bergegas kemari saat bel pulang sekolah. Namun, entah bagaimana mereka tahu kabar duka ini karena Arthur tak mengabarkan pada mereka sama sekali. Mungkin mereka memang nekat langsung kemari untuk mencari tahu tetapi Arthur tak sempat menanyakannya. Pikirannya terlalu penuh untuk hal itu.

Skifo dan Juan menempuk pelan pundak Arthur memberikan kekuatan pada temannya yang tengah berduka. Skifo menghela napas pelan mengerti betul bahwa hal ini sangat berat untuk dihadapi. Sementara Juan memandangi Arthur di sebelahnya dengan prihatin.

"Thur, turut berduka cita. Yang tabah ya, semoga Bunda ditempatkan yang terbaik di sisi Tuhan," tutur Rania.

Arthurtak menjawab, ia hanya mengangguk lesu. Wajahnya pucat dan matanya memerah. Kondisinyasaat ini sangat kacau dan berantakan. Sepanjang hari yang ia pedulikan hanya prosesipemakaman Rena.

Setelah ini akan dilanjut dengan prosesi sholat jenazah dan mengantarkanya ke tempat peristirahatan terakhir. Skifo dan teman yang lainnya juga turut hadir hingga pemakaman. Satu demi satu acara pemakaman dilakukan dan kini sosok wanita yang ia cintai sudah menyatu dengan tanah. Dirinya hanya bisa melihat gundukan tanah yang masih basah dengan nama Rena yang tertulis di batu nisan itu. 

Dadanya bergemuruh hingga rasanya ingin sekali dirinya berteriak tetapi ia tahan. Arthur kemudian menaburkan bunga di atas makam dengan hati yang penuh sesak. Hingga prosesi pemakaman selesai satu persatu orang-orang sudah mulai pergi meninggalkan area pemakaman. Kini hanya Andre, Shera, dan Arthur yang tersisa, berdiri untuk waktu yang lama sebagai momen terakhir kumpulnya keluarga secara lengkap.

Andre terlihat menitikkan air matanya. "Sekarang bunda sudah bisa istirahat dengan tenang. Ayo mari kita pulang."

Arthur terlihat mengusap batu nisan sebelum akhirnya melangkahkan kakinya keluar area pusara. Hatinya masih berat tetapi ia tak bisa berbuat banyak. Shera berjalan pelan di sampingnya dan dituntun oleh dirinya dan Andre hingga masuk ke dalam mobil.

Bunda yang tenang di sana ya, semoga jauh lebih bahagia di surga. Aku pamit pulang ya, Bunda.

COME AND GONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang