Hari ini, Kana tidak masuk kerja. Badan nya tiba-tiba meriang dan dia terus muntah-muntah. Terlepas dari kejadian kemarin, dia sudah tidak ambil pusing. Malas memikirkan hal yang tidak perlu.
Masih sama, rumahnya sepi. Dia tinggal sendiri dengan mbok Darmi sebagai asisten rumah tangga. Ibu? Ayah? Kana tidak mendapat peran mereka yang sesungguhnya. Tidak ada kasih sayang dan rasa hangat dalam keluarganya.
Kedua orang tuanya sibuk bekerja tak kenal waktu dan lelah sedari Kana kecil. Dia terbiasa hidup seperti itu. Beruntung masih ada Bima dan keluarga laki-laki itu yang selalu memberi perhatian lebih padanya. Layaknya anak sendiri.
Seperti sekarang, Siti (ibu Bima) datang mengunjungi Kana yang kata Bima sedang sakit sembari membawa obat dan bubur di mangkok. Rumah Kana dan Bima tidak terlalu jauh jadi tidak heran kalau mereka saling bertukar makanan.
"Kana sakit?" Siti mengecek suhu tubuh Kana dan memang benar, perempuan itu sedang sakit. Badan nya hangat dan bibirnya terlihat pucat.
"Iya, Bu." Kana mencoba bangun dari tidurnya tapi Siti mencegahnya. "Ibu dikasih tahu sama Bima kalau Kana sakit?"
Siti mengangguk. "Iya, dia tadi pagi heboh suruh Ibu bikinin bubur buat kamu. Katanya kamu lagi sendirian di rumah, Mbok Darmi lagi libur ya?"
Kana mengangguk. "Iya. Tadi pagi sempet ke sini nganter obat sama buatin sarapan terus pulang."
"Kamu sendirian, nduk?"
Kana mengangguk, lagi. "Mama sama Papa belum pulang. Katanya tahun depan."
"Dinas di mana sih mereka? Katanya di luar kota? Masa' nggak pernah pulang sama sekali ngunjungin anaknya, sih?! Anak secantik ini nggak di urusin."
Kana hanya tersenyum mendengar kritikan dari Siti. "Bulan kemarin masih di sini, tapi sekarang udah di Amerika. Papa dapaf project dari clien di sana. Kemarin Mama ngabarin bakal pulang tahun depan kalau kerjaan nya udah beres."
Siti menatap prihatin. Merasa kasihan pada Kana. "Yaudah, makan dulu ya. Ini Ibu bawa bubur buat kamu. Habis itu obatnya di minum ya, Kana."
"Sini, Ibu suapin." Siti mengarahkan sendok berisi bubur itu ke mulut Kana.
Kana menggeleng. "Eh, nggak usah. Kana bisa sendiri kok. Ibu pulang aja nggak papa, Bima bentar lagi pulang kerja kan?"
"Aduh, si Bima bisa sendiri. Dia udah gede. Coba aja bayangin ya Kana, Ibu di rumah udah masak banyak eh dia malah masak mie instant. MINTA DI KEPRET EMANG." Siti memaksa Kana untuk membuka mulutnya. "Ayok, ak."
Kana tersenyum. Dia membuka mulutnya lebar-lebar menerima suapan bubur dari tangan Siti dengan senang hati. "Nyam-nyam."
Siti tersenyum. "Enak?"
Kana mengangguk riang. "Enak."
Sembari menerima suapan Siti, Kana diam-diam menahan tangis. Tak pernah sekalipun ibu kandungnya menyuapinya makan. Hanya mbok Darmi yang selalu menemani Kana sedari kecil. Memandikan, mengantar ke sekolah, menyuapi dan merawat saat sakit.
Peran orang tua? Kana tidak mendapatkan ya. Kana hanya tahu ibu dan ayahnya akan memberi uang lebih padanya dengan anggapan semua akan baik-baik saja. Tapi faktanya, tidak semua hal bisa di beli dan di bereskan dengan uang.
Kana bukan barang yang harus di poles terus-menerus oleh uang, dia butuh kasih sayang, butuh rengkuhan dan perhatian dari orang yang dia sayangi. Oleh karena itu, Kana menaruh dirinya sepenuhnya pada Kailash.
Laki-laki yang dia percaya dan laki-laki pertama yang berhasil memberikan Kana semua itu, rasa cinta dan perhatian. Lambat laun, Kana mulai terjebak dan terperangkap oleh prinsipnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Day's with Papa
Romance"Nggak semua anak berhasil dapetin peran Ayah. Anak juga nggak bisa milih mau dapet Ayah yang modelnya gimana dan gue bakal berusaha supaya anak ini bisa dapetin peran itu dari gue." Bimasena Gautama namanya, usianya masih 23 tahun. Laki-laki muda y...