Gadis cantik dengan dress merah di atas lutut tampak mengitari area aula yang berada di kapal pesiar. Echa terlihat mencari sesuatu sambil sesekali melihat ke arah ponselnya.
“Di mana Denis?” gumamnya.
Denis, kekasihnya mendadak tidak ada kabar setelah izin ingin pergi ke toilet. Entah ke mana perginya lelaki itu sampai tidak mengangkat telepon sejak tadi.
Saat ini, mereka sedang berada di sebuah pelayaran kapal pesiar, di mana acara pernikahan paman Denis akan dilaksanakan. Echa sudah menunggu terlalu lama, dan berada di tempat ini sendirian tanpa kekasihnya itu cukup membosankan.
Hubungan mereka berjalan sudah lumayan lama, bahkan sejak kecil mereka selalu bersama karena keluarga Paramitha dan Raymond adalah teman dekat. Tidak mudah untuk bisa mempertahankan hubungan, tetapi Echa selalu percaya bahwa Denis memang ditakdirkan untuk hidupnya. Karena itulah semua masalah yang terjadi hanya dianggapnya sebagai warna bagi kehidupan percintaan mereka.
Echa selalu mengandalkan Denis, bahkan untuk hal kecil sekali pun. Berharap suatu hari nanti dia bisa menikah dengan kekasihnya itu. Impian setiap wanita, menjadi pengantin dari pria yang sangat dicintainya.
Cukup lama dia berkeliling untuk mencari, sampai akhirnya dia mencoba untuk menuju ke geladak kapal. Langkah kaki yang dibalut sepatu heels hitam itu pun perlahan, dan dengan tenang menapaki lantai kayu. Bola matanya yang cantik tampak berbinar saat melihat pria yang tengah dicarinya berada pada jangkauan penglihatannya. Sebuah senyuman menghiasi bibir ranum, melengkung dengan indah.
Mulutnya baru saja terbuka, hendak memanggil nama kekasihnya. Namun, sebuah panggilan mendadak masuk. Dengan cepat Echa mengangkat panggilan tersebut. “Halo?”
Sesaat tidak terdengar suara apa pun, bahkan si penelepon. Beberapa detik selanjutnya, terdengar gemesik angin hingga muncul suara yang tak asing di telinganya.
“Itu suara Denis?” gumam Echa sambil mengerutkan dahi.
Lalu, saat Echa hendak berpaling ke arah geladak, tempat di mana dirinya melihat Denis, kini pria itu telah tiada. Merasa ada yang aneh, Echa segera melangkah cepat untuk mencari keberadaan pria itu. Sampai saat di mana dia melihat Denis masuk ke kamar Cindy.
Langkahnya mendadak terhenti. Jantungnya berdegup kencang untuk alasan yang tidak bisa Echa pahami. Ponsel masih tertempel di telinganya, dan kini bukan hanya suara Denis saja melainkan ada suara lain yang merupakan suara wanita—Cindy.
Cindy adalah kawan dekat Echa. Mereka memiliki hubungan pertemanan yang baik antara satu sama lain. Paling tidak sampai saat ini. “Apa yang mereka lakukan?”
“Aku tahu, Echa memang semembosankan itu!” Terdengar suara Cindy yang tertawa renyah setelah mengatakan kalimat tersebut. “Aku tidak menyangka kau bisa bertahan dengannya sampai saat ini.” Mulut Cindy berdecak.
“Kau memang benar.” Denis menyahut ucapan Cindy dengan nada suara ringan, bahkan terdengar seperti sedang tersenyum lebar. Lelaki itu antusias. “Tapi, mau gimana lagi? Aku sudah bersama Echa sangat lama. Keluarga kami juga sudah saling nyaman sejak dulu. Akan sulit untuk mengakhiri hubungan hanya karena aku sudah tidak menyukainya lagi.”
Dada Echa teramat sakit saat ini. Berat dan menyesakkan. Sulit sekali untuk bisa benar-benar merespons apa yang dia dengar barusan. Tangannya yang memegang ponsel seketika menguat, mencengkeram benda pipih itu sampai bergetar.
“Akhiri saja. Aku muak melihatmu berpura-pura bahagia dengannya, Sayang.”
Tubuh Echa membeku. Apa itu tadi? Panggilan apa yang Cindy gunakan untuk Denis? Echa harap dia salah mendengar barusan. Namun, sayangnya, suara Cindy berikutnya menegaskan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Mess Perfect Relationship
RomanceEcha, mendapati dirinya telah dikhianati oleh pacarnya dalam pelayaran wisata kapal pesiar. Denis berkenalan dengan Cindy yang seksi dan centil, hingga kemudian memadu kasih terlarang dengan wanita muda itu. Didorong oleh kemarahan impulsif dan kein...