Dua tahun telah kujalani, kini aku telah menginjak bangku kelas 12 SMA. Aku sudah tidak lagi mengiriminya pesan selama belakangan ini. Seperti orang asing, aku mengamatinya dari kejauhan dan aku tersenyum melihatnya bahagia meski hati ini membara. Entah aku harus bagaimana.
Selama 2 tahun ini, perasaanku tidak berubah sama sekali seperti awal aku menyukainya. Kutitipkan jiwaku padanya, jiwa yang penuh akan kehadirannya namun dibuat hampa oleh kepergiannya. Bahkan selama 2 tahun ini aku sempat menjalin hubungan dengan dua gadis dan hanya sekedar dekat saja dengan beberapa gadis lain di luar sana, tetapi hanya kehampaan yang memenuhi perasaanku. Aku hanya ingin mencari sosoknya di dalam diri orang lain, dan ternyata itu mustahil, sama sekali tak mungkin.
Aku mencintainya, perkara siapa yang ada di hatinya itu urusannya. Dan ada kerinduan padanya pada puncak hatiku, dan tidak ada obat untuk kerinduan ini kecuali bertemu dengannya. Aku iri pada seseorang yang sering melihatnya sedangkan aku tidak, seperti halnya sang kekasih yang cemburu kepada kekasihnya. Aku tidak ingin rinduku mengganggunya, tetapi aku juga tidak ingin rindu ini menyiksaku.
Pahami lah bahwa hari-hari terbodohku diiringi dengan mencemburui orang-orang di sekitarnya. Mereka tentu leluasa melihatnya, disenyuminya, tertawa bersamanya, sedang aku seperti sebuah pohon yang menunggu hujan turun. Hampir mati, rindu akan kehadirannya.
Aku mendapat kabar bahwa dia telah usai dengan pacarnya, entah aku harus bagaimana, bingung harus merasa sedih atau senang. Aku mendapat kabar itu dua bulan setelah dia putus. Aku ingin memastikan kabar itu benar atau tidak, lalu aku mengirim pesan padanya di room chat untuk menanyakan seputar itu. Dan ternyata kabar itu benar adanya. Sempat aku bertanya padanya tentang apakah dia sudah bersedia untuk menerima orang baru atau belum. Entah bagaimana nasib pertunangan mereka, aku tidak peduli. Kukira dalam kurun waktu dua bulan setelah putus sudah cukup untuk move on dari pacarnya.
Dia belum bersedia untuk menerima orang baru, jujur aku kecewa tapi tak apa. Jika itu yang dia inginkan, aku pasti akan menghargainya. Aku bisa menerimanya, aku akan menanti meski aku harus menanti dalam kurun waktu yang lama.
Disini aku masih terjaga akan bayangnya dalam balutan cinta yang senantiasa sama. Tiada jenuh, tiada bosan, kuselimutkan pada sosok dirinya dan kelopak hatiku tumbuh subur bunga jantungnya. Tak peduli hari telah menjelma rindu, tak peduli jemari kita belum saling menggenggam sampai detik ini, biarkan semua mengalir seperti air dan berhembus seperti angin.
Dan ketahuilah, aku tak mampu untuk banyak berbicara tapi aku masih ingin berkata lewat kata-kata. Jika kata-kata tak ada artinya, biar cukup kurangkai saja. Aku hanya pandai memendam, menaruh rasa pada setiap kata-kata pada kisah yang kutulis, disana aku menaruh segala harap dan rasa. Biarkan aku disini menunggu, menghabiskan banyak lembaran tuk pada akhirnya didengar. Tapi tak perlu juga didengar, cukup rasakan tentang cinta yang kubalut dalam dada. Kamu adalah karya indah, sementara aku hanya pengunjung yang kagum.
Sempat terbesit di pikiranku pertanyaan tentang bagaimana jika aku tetap menunggunya dalam waktu yang lama, apakah hanya aku yang membawa perasaan kepadanya? Bagaimana dengan dia? Sepertinya tidak, sepertinya hanya aku yang membawa perasaan padanya. Sejujurnya aku sudah merasa lelah harus menahan sakitnya cemburu setiap hari, entah sampai kapan aku harus menahan rasa sakitnya cemburu ini.
Tetapi, tenang saja. Hingga kini aku masih bisa menahannya. Antara aku yang sudah terbiasa atau aku yang sudah mati rasa.
Pada akhirnya kami berdua buta, dia tidak melihat aku, dan aku tidak melihat selain dia. Jika benar multiverse itu nyata, kuharap ‘aku’ yang lain bisa bersamanya. Aku jatuh cinta dengan jiwanya, bahkan sebelum aku bisa menyentuh kulitnya. Jika itu bukan cinta sejati, tolong beri tahu aku apa itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, yang abadi di hati [OS]
RomanceAku akan membenci diri sendiri ketika aku masih menyimpan rasa padanya padahal dia sudah menjadi milik orang lain. Tapi, aku juga bersyukur karena perasaanku kepadanya masih sama selama ini. Walau harus menerima kenyataan bahwa kita memang tidak per...