Beberapa hari ini Julian telah kembali ke rumahnya setelah kejadian teror bom dan menginap selama sehari di hotel. Saat ini, Julian tengah menikmati sarapannya di ruang makan bersama Bi Ami.
“Alhamdulilah ya, Den. Terornya udah mulai nggak ada. Mungkin karena penjagaannya diperketat ya? Kemaren-kemaren mah ngeri pisan.”
“Iya, Bi. Semoga situasinya segera membaik. Julian udah mulai capek dengan semua ini.”
“Amin. Oh, iya Den Julian udah punya petunjuk baru soal pelakunya?”
“Hmm … sekarang sih belum ada, Bi. Rencananya nanti sore Julian mau selidiki lagi bareng Jessica.”
“Oh, gitu. Bibi selalu doain supaya Den Julian bisa segera mengetahui kebenarannya.”
“Amin, Bi. Terima kasih doanya.”
Julian melanjutkan sarapannya. Selesai sarapan, ia langsung berangkat ke kantor. Sekitar pukul 08.00 kurang beberapa menit, Julian tiba di kantor. Ia langsung memasuki ruang kerjanya. Ia duduk di kursi kerjanya, kemudian menghela napas panjang.
“Kapan teror ini berakhir? Bagaimana cara agar aku bisa mengetahui siapa pelaku pembunuhan Papa?”
Tiba-tiba saja ponsel Julian berdering nyaring. Julian meraih ponselnya itu. Tertera nama James Ardian melakukan panggilan telepon.
“Halo, James.”
“Halo, Jul. Kemarin sore, gue ke lapas tempat Mr. Bintang dan Mr. Chandra ditahan.”
“Oh, iya? Ngapain lo ke lapas?”
“Jenguk Om gue yang dituduh membunuh atasannya.”
“Oh, gitu. Gue turut prihatin. By the way, lo telepon gue ada apa?”
“Gue nggak sengaja liat Kak Ardan temuin Mr. Bintang. Mencurigakan banget, Jul. Apa ini ada kaitannya sama teror yang lo sama Jessica alami selama ini?”
“Hmm … bisa jadi, James, tapi kita nggak bisa sembarangan nuduh tanpa bukti.”
“Iya, sih, tapi Kak Ardan perlu dicurigai. Mau bagaimana pun dia anak dari Pak Ardian Permana.”
“Iya, James. Sorry, gue harus tutup telepon sekarang. Gue ada meeting. Nanti kita sambung lagi.”
“Oke, Jul. Bye.”
“Bye.”
-oOo-
Jessica sudah berada di kediaman Julian sejak beberapa menit yang lalu. Jessica memutuskan untuk menunggu Julian di ruang makan sambil menikmati teh hangat buatan Bi Ami.
“Teh buatan Bibi enak banget. Jessica yang tadi penat karena kerjaan langsung plong.”
“Ah, masa sih, Non? Padahal bikinnya biasa aja. Tinggal masukin bubuk teh, terus tinggal kocek-kocek.”
“Beneran, Bi. Ini enak banget.”
“Makasih, Non.”
“Julian biasa pulang jam berapa, Bi?”
“Nggak tentu, Non. Kadang jam tujuh, kadang jam sembilan.”
“Oh, gitu. Paling malem jam berapa?”
“Jam sepuluh, Non.”
“Oh, makasih ya Bi infonya.”
“Sama-sama, Non. Bibi permisi ke belakang lagi ya, Non?”
“Okay, Bi.”
Jessica beralih ke ponselnya, mencoba menghubungi pacarnya.
Julian Maxime Ardiaman ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Terror Games
Mystery / ThrillerPermainan teror dimulai. Malam setelah acara wisuda, Julian harus menghadapi kenyataan bahwa Maxime telah menjadi korban penusukkan oleh orang yang tidak dikenal. Selain itu, Julian harus menghadapi teror yang mengancam hidupnya dan orang-orang terd...