Chapter - 2 (JJ)

182 39 0
                                    


“Jadi kamu berencana untuk merusak rumah tangga mereka?”

Jaemin ngangguk mantap sembari mengunyah, tidak perduli dengan ekspresi aneh di wajah istri temannya itu. “Appa bilang semalam suruh aku tunggu sebentar, sepertinya appa punya rencana juga.”

“Tetap saja, itu cukup beresiko, Hyung. Bagaimana kalau dia sangat mencintai istrinya, dan tidak perduli apa yang sudah istrinya lakukan.”

“Tentu aku akan ganti ke rencana candangan dong, Hwan. Apa pun akan aku lakukan untuk merusak rumah tangga mereka, akan kupastikan anakku memihak aku. Tenang saja, tidak usah khawatir.”

“Hyung tidak ada kepikiran untuk bicara baik-baik langsung, kah? Hyung bilang pria itu sangat bertanggungjawab.”

“Junghwan, perempuan itu menggunakan segala cara mendapatkan apa yang dia mau hingga hidupnya merasa sangat nyaman sekarang, aku pun harus melakukan hal yang sama untuk merusak kenyamanannya. Kamu jangan terlalu polos ya, dunia ini sangat kejam. Apalagi keluarga suamimu pengusaha, itu lebih parah.” Jaemin ngomong serius sekali sampai lawan bicaranya jadi panik.

“Yang benar?”

“Kamu pikir apa yang menimpa ku waktu itu murni karena kecelakaan?”

Mata Junghwan membulat kaget mengerti apa yang Jaemin maksud. “Jadi itu jebakan?”

“Menurutmu saja. Aku bukan mabuk malam itu.”

“Mengerikan.”

“Memang.”

“Sore.” Pria lain ikut bergabung dilingkaran para ibu muda itu.

“Kamu terlambat 10 menit.”

“Tidak boleh perhitungan begitu, Jaem. Aku telat karena ada hubungannya denganmu.”

“Apa itu?”

“Aku melihat putramu di café depan, hanya berdua dengan ayahnya. Sudah kupastikan karena ya aku menguntit mereka sebentar.”

“Kamu setuju dengan rencana Jaemin Hyung?” Junghwan melihat suaminya.

“Kenapa tidak? Kita yang menjadi saksi susahnya Jaemin waktu itu.”

“Iya sih, apalagi pas ngidam.”

“Ya, aku seperti memiliki dua istri.”

Jaemin hanya terkekeh pelan ngingat kelakuannya waktu itu. “Sudah, aku mau melihat anak dan calon suamiku dulu.” Jaemin pergi dari sana meninggalkan pasangan suami istri itu.

Jaemin masuk ke café itu dengan santai, tapi matanya awas mencari targetnya duduk di mana. Tapi matanya tidak menemukan pasangan ayah dan anak itu. Apa mereka sudah pergi? Batin Jaemin. Agak kecewa sih, selama ini dia sering melihat dari layar saja. Bayinya dulu yang rewel dalam kandungan tidak bisa dia lihat dan sentu sepuas hatinya setelah lahir, memang sialan istrinya Jung Jeno itu.

“Awas kau Annelise, awas. Tidak sabar sekali aku merusak rumah tanggamu.”

Sudah terlanjur masuk café, jadilah Jaemin memesan minuman saja, duduk si sini sejenak juga tidak masalah. Jaemin memesan kopi hangat sekalian menyiram hatinya yang panas, biar semakin berkobar tuh rasa ingin membalas dendamnya.

Jaemin mengambil pesanannya yang sudah jadi, berniat langsung duduk kembali ditempatnya tadi, tidak berespetasi kalau ada orang di sampingnya, membuat cup  berisikan kopi hangat itu tergungcang nyaris terlepas dari tangannya. Kabar buruknya cairan hitam pekat itu mengenai tangan dan bagian perut kanannya.

Hasrat ingin memakin dari dalam Jaemin berkobar walaupun dia juga salah atas kejadian ini. Dia yang nyaris mengomel itu uruang kala mendapati wajah anak kecil yang menatap dirinya panik, mana sopan lagi meminta maafnya sampai nunduk-nuduk. Niat mengomelnya juga benar-benar sirna, bagaimana ya, ini anaknya ternyata, mana mungkin dia tega memarahinnya.

“Daddy, tolong kakak ini kena air panas.” Katanya panik mengadu kepada orang yang buru-buru berjalan ke arah mereka berdua.

Jaemin pun menoleh ke arah yang anaknya lihat. Tampannya suami orang, batin Jaemin terperangah. Untung dia masih sadar situasi, jadinya Jaemin langsung meringis seolah benar-benar kesakitan. Kulit tangannya memang langsung memerah sih, dan masih memegang teguh cup itu.

“Siram dengan air, ayo.” Sedangkan Jaemin diam saja dibawa oleh ayah dan anak ini ke arah toilet. 

“Perut kakaknya juga kena, Dad.”

Jaemin ikut menunduk melihat ke perutnya, sedangkan sebelah tangannya terjulur di wastafel, membiarkan air mengalih mendinginkan tangannya.

“Kamu tunggu di sini sebentar, Daddy ke mobil dulu. Dan kamu, bilas dengan air juga perutmu, takutnya melepuh nanti.”

Sedangkan Jaemin hanya melongok saja melihat kehebohan yang terjadi, tidak ada panik-paniknya.

“Kakak, bersihkan juga perutnya.”

“Tapi tangan Kakak bagaimana?” Tanpa disadari Jaemin punya bakat terpendam membuat orang bingung sekaligus panik. Anaknya saja sudah menahan nangis itu karena ulahnya.

“Kok masih pakai baju?” Jeno masuk ke dalam toilet lagi, dengan kemeja di tangannya.

“Masa aku telanjang dada di sini, bagaimana kalau ada yang masuk?” Jaemin melontarkan pertanyaan balik.

“Sana masuk ke dalam bilik, sekalian ganti baju. Kami tunggu di sini, dan jika perlu ke rumah sakit, saya antar.”

Jaemin mengangguk, menerima kemeja yang Jeno berikan. “Sayang sekali orang sepengertian itu menjadi suami Annelise.” Gumam Jaemin sepelan mungkin. Jaemin memeriksa perutnya yang sudah sama merahnya seperti tangannya. Apa dia terlalu bahagia sampai tidak merasakan terlalu sakit kena air panas, seingat Jaemin rasanya dulu sangat tidak nyaman.

Menyeka perutnya sebentar, barulah Jaemin mengenakan kemeja itu. Tidak ada labelnya lagi sih, dari baunya ini sepertinya kemeja milik Jeno. Kepala Jaemin melongok dari balik pintu bilik, pasangan ayah dan anak itu langsung menoleh ke arahnya.

“Bagaimana? Mau ke rumah sakit?” Tanya Jeno.

“Entahlah, menurut kamu kalau seperti ini kondisinya perlu ke rumah sakit tidak?” Tanpa aba-aba Jaemin keluar dari bilik dan mengangkat kemeja itu dan memperlihkan kondisi perutnya.

Jeno sempat kaget seperkian detik, sebelum mata sipitnya itu semakin menyipit melihat kulit yang memerah itu. “Ke rumah sakit saja ya.” Bujuk Jeno. Tidak akan dia biarkan korban putranya ini lepas begitu saja.

Singkat cerita Jaemin ditemani oleh dua Jung ini. Setelah menebus obat di apotek barulah Jaemin usir halus keduanya. Bagaimana ya, kalau semakin lama melihat anaknya, Jaemin kesulitan mengontrol dirinya untuk tidak memeluk anak kecil menggemaskan ini. Sudah lucu, pintar, tampan lagi, benar-benar keturunan Jeno.

Setelah ditinggalkan sendiri barulah Jaemin menghubungi temannya. “Masih di tempat tadi tidak? Kalau iya tolong jemput aku di rumah sakit.”

“Kenapa malah di rumah sakit? Kamu pingsan kah melihat dua mahkluk tampan?” Pertanyaan yang tidak terduga, Jaemin sampai melongok mendengarnya. Memangnya ada orang sampai pingsan melihat ketampanan?

“Mana ada yang begitu, Yosh. Aku ketumpahan air panas, makanya di rumah sakit sekarang.” Jelas Jaemin singkat.

“Kebiasaan, ceroboh terus. Ya sudah, tunggu, aku sama Junghwan ke sana.”

~•~

“Pakai baju siapa tuh?” Junghwan langsung salah fokus.

Jaemin yang sudah duduk nyaman di belakang malah tersenyum tidak jelas, sampai Yoshi memandang Jaemin aneh. Anak ini tidak salah minum lagi kan? Terakhir kali kena obat perangsang soalnya.

“Ini kemeja milik Jeno tahu~” Jaemin malah pamer.

“Kok bisa?” Junghwan mau percaya tapi ragu. Niat buruk Jaemin ini agaknya akan berjalan mulus.

“Ya namanya takdir.”

“Tapi jangan membahayakan diri juga, Kim Jaemin. Apa-apaan itu tiba-tiba sudah kena siram air panas.”

Jaemin mendelik menatap Yoshi tidak suka. “Ini ulah keponakanmu sendiri ya, Yosh. Dia yang menyenggol aku, makanya kopiku tumpah.”

“Oh, tidak apa-apa kalau begitu.”

“Dih!”

~•~

Your Husband is The Father Of My Child.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang