Prolog

48 2 2
                                    

"Aku bodoh dan lamban. Aku tak bisa apa-apa." Gadis kecil itu terus berjalan di bawah hujan, dia merentangkan tangannya. Mendongak seperti menantang hujan untuk lebih banyak menerpa wajahnya yang dingin dan pucat. Dia sudah tak merasakan apa-apa. Otaknya seperti tidak berfungsi lagi untuk mentransfer perasaan sakit ke seluruh tubuhnya.

Matanya yang putus asa kemudian menatap ayunan. Dia ingat di sana seorang anak laki-laki memandanginya dengan mata berbinar-binar. Mereka sangat bersemangat membicarakan akting.

"Koji." Desisnya lirih. Bibirnya sekarang membiru. Perlahan gadis itu mendekati ayunan dan duduk di sana. Terus berkata-kata, "Semuanya sudah hilang. Sampai akting pun ... sekarang aku tak bisa lagi ...."

"Tangan ini sekarang kosong, tak punya apa-apa. Semuanya telah hilang."

Tubuhnya semakin mengigil. Semakin dingin. Semakin pucat.

"Ibu ..."

Dalam deras air hujan, gadis itu melihat sebuah siluet. Melihatnya dengan kosong. Pikirannya yang tersisa mengenal sosok itu. Masumi Hayami.

"Hayami-san ... kenapa Anda di sini ...?

Lelaki itu menatap gadis mungil di depannya dengan sedih. Tersenyum sedikit.

"Aku tahu inilah tempat yang membuatmu tenang. Kau tak punya tujuan lain. Ayo pulang ..."

'Tidak. Biarkan aku sendiri. Aku tak bisa berakting lagi! Caranya pun tak bisa. Aku tak bisa menjiwai peranku ..."

"Aku Maya Kitajima. Aku telah berhenti. Aku telah kembali pada diriku. Anak yang tak bisa apa-apa. Itulah Aku."

Tiba-tiba seluruh kekuatannya seperti kembali, dengan mata menyala dia berteriak. "Tolong pergi dari hadapanku. Jangan pedulikan aku. Aku benci kamu!"

Brukk! Gadis itu terjatuh begitu saja dari ayunannya.

"Maya!" Masumi terkejut. Segera dihampirinya tubuh gadis mungil itu. Dibawanya dalam dekapannya.

**

Suasana begitu tenang. Seorang perawat mengganti infus. Memeriksa oksigen, mencatat sesuatu. Beberapa saat berbalik ...

"Ngg ..." Perawat yang bersiap membuka pintu jadi menoleh. Dilihatnya wanita muda yang berbaring itu bergerak. Perlahan membuka matanya.

"Nyonya ... Anda sudah bangun." Perawat yang terlihat berusia setengah baya tersenyum senang melihatnya. "Syukurlah. Aku akan segera memanggil dokter."

Maya hanya menatapnya. Memperhatikan langit-langit kamar. Dia tahu dia sedang berada dalam sebuah kamar rumah sakit.

Perlahan Maya mengumpulkan ingatanya. Berada di ayunan. Deras hujan. Putus asa. Ingin mati. Lalu datang orang yang paling dibencinya. Masumi Hayami. Saat mengingat nama terakhir, membuat kekuatan gadis itu pulih.

"Dia membawaku ke rumah sakit, rupanya." Aku tidak akan berterimakasih. Aku lebih suka mati. Pikirnya jengkel.

Beberapa saat seorang dokter masuk, memeriksa nadinya, jantungnya. Kemudian melepaskan oksigen dari mulutnya.

"Syukurlah, semua alat vital Anda sudah berfungsi normal, Nyonya ..." Maya mengernyitkan keningnya. Sudah dua kali orang memanggilnya Nyonya. Mereka pikir aku setua apa sih. Aku bahkan seusia anak mereka.

"Tapi untuk lebih memastikan, kami akan mencoba ingatan Anda. Anda terbaring di sini hampir satu bulan."

Selama itu ... Maya kembali mengernyitkan keningnya.

"Siapa namamu ..." Dokter itu tersenyum sambil memandangnya.

"Maya ..." Maya menjawab, "Maya Kitajima ..." jawabnya lagi. Dokter itu menoleh pada perawatnya.

"Itu nama gadisnya, dok." Dokter mengangguk-angguk. Maya memandang tak mengerti.

"Nah sekarang ..." Dokter kembali bertanya, "Ini berapa?" Dokter merentangkan jarinya.

"Lima ..." Kemudian dokter menanyakan hal-hal remeh lainnya, yang dijawab Maya dengan benar.

"Baiklah, Nyonya. Pemeriksaan selesai. Kami akan segera mengabari suamimu ..."

Suami? Mata Maya membulat. Tapi belum lagi Maya berkata, dokter dan perawat itu beranjak keluar. Suami? Apa maksudnya. Siapa berani-berani bilang aku telah bersuami. Kalau begitu pantas saja mereka memanggilku Nyonya. Apa ini perbuatan Masumi?

Masumi Hayami. Yang benar saja. Kalau benar ini perbuatan dia. Lihat saja. Aku akan membunuhnya.

Pintu terbuka, seorang wanita dengan rambut panjang lurus dan berkacamata tersenyum saat Maya menolehkan wajahnya. Mizuki Saeko, sekretaris Masumi.

Benar wanita itu. Pikir Maya. Wanita jahat yang telah membuat teman-temannya pergi meninggalkan dirinya. Kau sama jahatnya dengan Masumi, aku juga tak sudi melihatmu. Maya memalingkan wajahnya dengan kesal.

"Syukurlah Anda sudah sadar. Tuan Masumi sangat senang. Beliau sedang menjemput Tuan Muda Ryuchi ..."

Maya masih berkata-kata.

"Nyonya Maya ... apa Anda ..."

"Jangan panggil aku Nyonya. Aku jijik dengan panggilan itu." Maya langsung berteriak.

Mizuki tercengang.

"Nyonya ..."

"Aku bukan nyonyamu. Kau juga sama saja dengan Masumi Hayami itu. Kalian berkomplot kan ...." Maya sekarang duduk dari pembaringannya. "Meski dia telah membawaku ke rumah sakit, jangan harap aku akan berterimakasih. Aku lebih suka mati!"

Mizuki sekarang yakin. Pasti ada sesuatu yang salah. Entah apa yang terjadi pada wanita muda di depannya, tapi pasti ada sesuatu yang salah.

"Tenanglah, Nyonya eh ..." Mata Maya mendelik. Saat itulah pintu terbuka. Seorang laki-laki muda dan anak umur 3.5 tahun dalam gendongannya. Buket bunga lily putih pada tangan yang lain. Laki-laki itu tersenyum melihatnya. Masumi Hayami.

Pandangan mata Maya langsung sengit, memandang Masumi dengan mata penuh dendam.

"Maya, sayang, syukurlah kau sudah sadar ..." Napas Maya terdengar memburu. Panggilan itu membuat kebenciannya berlipat ganda.

"Mizuki, kenapa kau mematung begitu ..." Masumi menoleh pada sekretarisnya sambil menurunkan bocah dari dekapannya. Bocah laki-laki kecil itu memandang Maya dengan tatapan polos dan memikat. Matanya bulat besar, rambutnya ikal dan hitam. Wajahnya mirip dengan Masumi. Perlahan kemarahan Maya mengendur melihat bocah polos itu menghampirinya.

"Ma-ma."

Maya tersentak mundur. Menjauh. Masumi mengernyit. Mizuki perlahan mendekati bosnya.

"Tuan ada yang salah pada Nyonya."

"Mama? Aku lebih pantas jadi kakakmu ..." kata Maya sambil menatap Ryuchi

"Sayang, kau kenapa ... kau tak mengenali Ryu ..."

"Aku bukan sayangmu." Suara Maya sekarang bergetar.

Masumi tak sabar lagi, dia mendekat. Bocah yang dipanggil Ryu itu digendongnya lagi. Mereka mendekati Maya.

"Sayang, ini Ryu. Anak kita ... kau tak kenal?"

Maya sekarang turun dari ranjangnya, dari sisi sebelahnya.

"Ka-kalian mempermainkan aku ..." Mata Maya memandang Masumi dan Mizuki bergantian, "Kalian sedang menciptakan kebohongan besar apa ... bagaimana aku sudah punya anak ...."

Maya memandang Ryu lagi.

"Aku masih enam belas tahun ..."


MagicWhere stories live. Discover now