Segenggam Harap

176 23 20
                                    

Komen and vote yes ^^

"Ck! Sayang, kamu ke mana, sih?"

Jayendra berjalan mondar-mandir di depan teras menunggu kepulangan sang istri. Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Namun wanita tercintanya itu tak kunjung pulang.

Pria itu telah mencari Sheila di semua tempat yang sering istrinya datangi. Namun nihil. Istrinya tak ditemukan di mana pun. Jayendra dilanda kepanikan. Apalagi Sheila tengah hamil tua dengan usia kandungan 7 bulan.

Dan ketika baru saja ingin kembali melesat ke garasi rumah untuk mulai mencari Sheila, dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Sebuah nomor telepon dengan digit 022 terpampang jelas di sana. Jayendra sangat mengenali nomor itu.

"Rumah sakit Cahaya Kasih?"

Jantungnya mendadak berpacu dua kali lipat dari detakan normal. Perasaannya semakin tak karuan.

"Halo, apa ini dengan Pak Jayendra, istri dari Ibu Sheila Anastasya?"

Jayendra terdiam sesaat. Berbagai pikiran buruk mulai berdatangan. Pria 20 tahun itu mulai dikungkung oleh rasa takut.

"Pak? Anda masih di sana?"

"I-Iya. Maaf. Istri saya kenapa, ya?"

Dan begitu sosok yang Jayendra yakini sebagai ners di rumah sakit itu menjelaskan, tubuh Jayendra refleks melemas. Pria itu bahkan tanpa sadar melepas genggaman tangannya pada ponsel.

"Mohon maaf, Pak Jayendra. Kami ingin mengabari bahwa istri Anda mengalami kecelakaan tunggal. Dan Bu Sheila sekarang dalam keadaan kritis."

Bahkan suara ners yang memanggil namanya tak mampu membuat Jayendra kembali dari keterpurukannya. Pria itu berteriak frustrasi seraya menjambak kasar rambutnya.

***

Dan kini ketakutan akan terpisah oleh kematian kembali membelenggu hati Jayendra. Pria itu tak bisa terlelap hingga detik ini. Padahal waktu telah menunjukkan pukul 3 pagi. Pandangannya tak mau lepas dari sosok yang selama ini ia abaikan. Seakan jika ia mengalihkan matanya sedetik saja, putranya akan menghilang.

'Sheila, tolong jangan ajak Adek pulang.'

Jemari Jayendra memainkan helaian rambut sang putra. Pria itu memilih menginap di rumah Arshaka. Ia tak mungkin gegabah langsung membawa Riki pulang tanpa persetujuan.

'Riki juga pengin digendong sama Ayah. Temen-temen Riki cerita mereka pas kecil sering digendong ayahnya.'

Cairan bening itu kembali lolos. Perlahan, otaknya mulai kembali menangkap banyak ucapan Riki di masa lalu. Dan hal itu seolah membuat hati Jayendra seolah mendapat sengatan. Perih sekali.

"A-Adek mau Ayah gendong?" Jayendra merebahkan tubuhnya di samping sang putra, "ayah bakal gendong setiap hari. Kapan aja Adek pengin digendong, Ayah bakal turutin."

Dunia seolah menghukumnya dengan sejuta penyesalan yang kini ia pikul. Pria itu menangis dalam diam sembari merengkuh tubuh kurus Riki. Sakit sekali rasanya ketika baru menyadari tubuh itu bahkan terasa kecil dalam pelukannya.

Ternyata udah sejauh ini gue menyiksa Riki.

'A-Ayah, sekali aja Riki pengin dapet kado dari Ayah. Kadonya peluk juga nggak apa-apa.'

Jayendra tak akan marah jika semua orang mengatainya sebagai ayah yang gagal. Pada kenyataannya ia memang suami dan ayah yang gagal.

"Sembuh ya. Pukul Ayah sampai puas, asal kamu sembuh."

Menggapai Asa [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang