CHAPTER 03

1.9K 242 55
                                    

Semangat ku hilang sejak ibu tidak datang di perlombaan ku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semangat ku hilang sejak ibu tidak datang di perlombaan ku. Sejak itu berdatangan kalimat tidak mengenakkan yang ku terima. Mulai dari anak yatim-piatu, Anak angkat, Anak yang tidak sayang. Mereka berkata jika kegagapan ku ini membuat kedua orangtuaku tidak menyayangi ku. Aku tak bisa membantah yang satu itu. Sejak saat itu, aku tak pernah berbicara pada ibu. Aku tak pernah lagi merengek-rengek. Aku tak ingin semakin di benci karena menyusahkan. Aku takut ibu muak dan berakhir membuangku.

"Hei Mocca, sebentar lagi ulangtahun mu bukan?"

Perkataan Rasie merusak nafsu makan ku. Dia duduk di meja sebelah ku bersama teman-temannya.

"Kau tak mau merayakan pesta ulangtahun mu seperti ku setiap tahunnya? Aku selalu mengundang mu ke pesta ku. Teman-teman yang lain juga selalu mengundang mu ke pesta ulangtahun. Tapi kenapa kami tak pernah mendapatkan undangan darimu?"

Mulutku tertutup rapat. Sibuk mengunyah dengan perlahan. Rasie selalu menemuka titik untuk membuat ku dalam masalah. Aku tak pernah mengadakan pesta pernikahan. Ibu tak pernah mengizinkan. Bahkan tak pernah ingat. Sekedar ucapan selamat ulangtahun saja tak pernah datang Untukku.

"Ayolah Mocca! Sekali saja adakan pesta ulangtahun di rumah mu."

"Ya Mocca. Sekali saja undang kami di pesta ulangtahun mu."

Dua teman Rasie menyambar percikan yang Rasie buat.

Rasie tersenyum ke arahku. Tatapannya penuh dengan ejekan. Menunggu ku untuk membuka mulut dan mengatakan penolakan.

Aku mengalihkan pandanganku kembali ke piring. Fokus untuk mengosongkannya. Aku tak mau mengambil resiko lagi. Biarkan saja mereka semua mengejekku.

"Hei Mocca! Tidak sopan mengabaikan perkataan teman. Apa kedua orangtua mu tidak mengajarkan tentang itu?" Kata Rasie.

"Biarkan saja Rasie. Orangtuanya memang tidak peduli. Dia tidak pernah di didik dengan baik. Itu sebabnya dia tidak tahu sopan santun."

Kau mengabaikannya lagi. Berpura-pura tak mendengarnya. Jika aku kembali menerima tantangan Rasie. Aku akan kembali mendapatkan malu. Selalu Ibu juga akan sangat marah. Diam adalah solusi yang terbaik.

"Moccalania!"

Telingaku menangkap suara yang memanggil namaku dengan begitu lantang. Membuatku bersama yang lainnya melihat ke arah akarnya. Miss. Seraphina- Guruku terlihat tergesa-gesa. Matanya persis seperti ibu ketika sedang marah. Langkahnya yang lebar membuat semua orang bertanya-tanya ada apa dengannya?

"Y--ya gu-guru?" Aku bangun dari duduk ku.

Namun ketika Miss. Seraphina sampai. Tamparan keras ku dapatkan langsung dari tangannya. Kekuatannya membuat tubuhku mendarat di lantai. Ku raih pipi ku yang terasa sakit. Ku tatap guruku dengan tatapan bingung. Miss. Seraphina sangat menyeramkan. Aku tak mengerti kenapa pipi ku di tampar olehnya.

STAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang