1. Kepergian

266 63 143
                                        

HALLOO...
WELCOME TO MY STORY.
Sebelum membaca, jangan lupa tinggalkan jejak dengan komen dan vote.


"Luka yang dalam adalah benih kebijaksanaan dalam perjalanan."

Happy Reading guys
.
.
.

ฅ⁠^⁠•⁠ﻌ⁠•⁠^⁠ฅ


"Kita sampai sini ya, Lulla? Sampai bertemu di pribadi yang lebih baik."

Kalimat itu meluncur dari bibir Chandra, begitu tenang, begitu pasti, seakan-akan kata-kata itu telah lama ia persiapkan. Seakan-akan mengakhiri segalanya adalah keputusan yang tidak lagi bisa diubah.

Calulla berdiri mematung, mencoba mencerna setiap suku kata yang baru saja didengarnya. Sejenak, dunia terasa berhenti berputar. Hatinya bergetar, tetapi bibirnya kaku, tak mampu mengucapkan satu kata pun untuk menahan kepergian Chandra.

Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Dua tahun yang penuh dengan cerita, tawa, dan kebersamaan yang melampaui batas sahabat. Mereka bukan sekadar teman berbagi keluh kesah, mereka adalah rumah bagi satu sama lain. Tapi kini, rumah itu tiba-tiba runtuh, meninggalkan puing-puing yang berserakan dalam hatinya.

Chandra melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang. Setiap langkahnya terasa seperti paku yang menancap dalam di dada Calulla. Ia ingin memanggil, ingin meminta Chandra untuk tetap tinggal, tapi apa gunanya? Jika seseorang telah memutuskan untuk pergi, sekeras apa pun ia bertahan, tetap saja ia akan ditinggalkan.

Mungkin benar, mereka harus bertemu lagi di pribadi yang lebih baik. Tapi kapan? Apakah benar mereka masih punya kesempatan untuk bertemu kembali? Ataukah ini perpisahan yang tak berulang?

Calulla hanya bisa menatap punggung Chandra yang semakin menjauh, menghilang dalam keramaian. Dadanya sesak, matanya panas, tapi tak ada satu pun air mata yang jatuh.

Mungkin ia sudah terlalu lelah untuk menangis.

Di hari perpisahan antara Chandra dan Calulla, Langit turut serta untuk menangis.

Tak ada yang tau mengapa langit menangis sesaat setelah mendung itu menyelimuti. Awan yang hitam mengabu bahkan tak sesekali gemuruh kilat mengikuti. Tentang bagaimana langit menyaksikan pilu yang menguyuri kedua insan yang saling berhadapan.

Hujan menjadi saksi perpisahan persahabatan antara Chandra dan Calulla.

Mulut Calulla terasa pedih seolah ada orang yang memotong lidahnya sehingga dirinya bisu, tak bisa membuka suara sedikitpun. Dirinya hanya bisa melihat Chandra yang mulai pergi meninggalkannya seorang diri, membiarkan tubuh mungil milik Calulla basah akibat derasnya air hujan.

"Dra,Dua tahun bukan hal singkat. Kamu pergi begitu saja, setidaknya beri alasan mengapa perpisahan ini terjadi." ringis Calulla.

Tak berguna. Itu adalah hal bodoh yang ia lakukan. Mengapa dirinya mulai berbicara saat Chandra benar benar pergi dari sisinya?

"Dra, dingin."

Pandangan Calulla mulai kabur. Dirinya terombang ambing di derasnya air hujan yang tak kunjung menunjukkan keindahan bianglala.

Calulla mulai terjatuh kuat ke tanah. Naasnya tak seorang pun yang ada di sekitar Calulla saat ini.

Dari kejadian itu, Calulla hanya berdiam diri. Menatap ke luar jendela setiap harinya. Berharap bahwa Chandra akan datang dengan bunga matahari di genggaman tangannya.

Satu minggu, Dua bulan , lima bulan hingga satu tahun Calulla masih sentiasa menuggu kehadiran Chandra. Tapi itu hanyalah penantian yang sia sia.

Tak lagi bertegur sapa, Chandra mulai menghindar pertemuan antara dirinya dan Calulla. Tak lagi memberikan Calulla bunga kesukaannya, Bunga matahari. Chandra hanya menghindar, berlari dan bersembunyi saat bertemu dengan Calulla.

Mimpi di langit MalioboroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang