08|Janji

342 24 5
                                    

Ayo dong vote dan komen sebanyak banyaknya. Karena vote dan komen kalian adalah stamina semangatku untuk terus up cerita ini(⁠๑⁠♡⁠⌓⁠♡⁠๑⁠)

***

Arka mengambil alih ciuman dari Rani yang teramat amatir. Pria itu dengan sekali sentak kemudian juga mendaratkan bokong Rani diatas pangkuannya.

Hanya dengan ciuman saja tubuh Arka kembali merasa panas. Sihir apa sebenarnya yang ada pada diri pembantu kecilnya ini?

Seperti seorang bayi yang kehausan, Arka menghisap bibir bahkan liur dari dalam mulut Rani. Ini terasa memabukkan bagi Arka. Ia bukanlah seorang pria pemain seperti Papanya, bahkan ia belum pernah melakukan hubungan intim dengan perempuan manapun selama ini, sekalipun dengan perempuan yang amat ia cintai. Namun sebagai seorang pria sejati, Arka sangat tau bagaimana caranya bercumbu.

Kedua tangannya pun tak tinggal diam, Arka menggerayangi bagian belakang tubuh Rani, hingga saat ia meremas kedua bongkahan area bawah yang bisa dikatakan tidak besar itu, terdengar pekikan yang keluar dari mulut Rani yang masih tersumpal oleh bibir Arka.

"Oh, shit," geram Arka gemas ketika mendengar suara itu.

Ingin merasakan lebih, bibir Arka kemudian merambat ke area leher Rani. Menghirup aroma khas tubuh perempuan muda di pangkuannya ini, Arka semakin dibuat lepas kendali. Mengecup, menjilat, hingga menyedot kulit leher Rani sampai si empunya menggelinjang dan beberapa kali mengeluarkan suara rintihan lirih.

Arka sudah tidak tahan, ia sengaja menekan pinggul Rani hingga kejantanannya terasa terhimpit. Payudara yang tadi menjadi pemicu kebrutalan Arka didapur juga tak lepas oleh tangan nakalnya.

Secara reflek karena telah diselimuti oleh gairah, Arka menggoyangkan tubuh Rani sehingga sensasi bercinta lebih terasa. Tidak lama kemudian saat itu pula, Arka merasakan tubuh Rani bergetar, dan tak hanya itu saja, Arka juga merasakan rasa asin dari air yang rupanya meluncur dari mata Rani ketika ia kembali menciumi bibir perempuan itu.

Arka sontak menghentikan kegiatannya. Dan sesaat kemudian suara rintihan tangis pun mulai terdengar.

Rani kontan memeluk tubuhnya sendiri ketika Arka melepaskan rengkuhannya.

Rani trauma. sesuatu yang pernah merusak miliknya waktu itu seolah kembali ingin merobeknya. Meskipun keduanya masih sama-sama saling tertutupi pakaian lengkap, namun Rani dapat sangat jelas merasakan bagaimana kerasnya suatu benda dibawahnya.

"Kenapa? Bukannya kamu sendiri yang tadi datang ke aku, Ran?" ucap Arka dengan suaranya yang masih terdengar serak dan berat.

Rani menunduk tak membalas.

Arka mendengus. Ia kemudian menurunkan Rani dari pangkuannya.

"Sudah larut, lebih baik kamu kembali tidur, atau kalau kamu masih lapar lanjutkan kegiatanmu memasak tadi."

Lalu setelah mengucapkan kalimat tersebut, Arka pun bangkit dan melenggang meninggalkan Rani yang masih terpekur di tempat.

***

Sudah tiga hari pembantu dan majikan di rumah itu tidak saling bertegur sapa, bahkan ketika waktu sarapan, Arka yang biasanya selalu mengajak Rani mengobrol kali ini sama sekali tidak mengeluarkan suara apapun. Arka makan dalam diam, ia yang biasanya juga selalu menyuruh Rani untuk sarapan bersama di satu meja kini berperan selayaknya majikan yang angkuh, jadi Rani tak berani untuk mendudukan diri di kursi meja makan jika bukan Arka sendiri yang meminta. Lalu ketika kegiatan sarapan selesai, tanpa berpamitan seperti biasanya, Arka langsung berangkat pergi bekerja.

Rani sebenarnya merasa lega, karena setelah kejadian malam itu setidaknya Arka tidak meminta janji yang telah Rani buat agar bisa bekerja disini lagi.

Tapi suasana bekerja di rumah ini jelas jadi lebih berbeda.

Setelah sarapan dan menyelesaikan pekerjaannya, Rani kemudian kembali ke kamar. Menatap ponselnya yang tergeletak di atas nakas, ia mengingat telepon dari Ibunya semalam yang meminta untuk segera di kirimkan uang. Karena selain untuk biaya rumah sakit, Ibunya juga sangat memerlukan biaya untuk kebutuhan sehari-hari, karena uang pesangon yang dimiliki oleh Mbah Jumi katanya sudah habis tak tersisa digunakan untuk berobat dan biaya sekolah adik-adiknya.

"Sabar dulu, Buk, aku seminggu lagi gajian. Aku bakal transfer uang ke Ibuk."

"Terus kamu nyuruh kita orang serumah makan batu, Ni?"

"Emang uang pesangonnya si Mbah kemana, Buk?"

"Yo kamu mikir aja, mbahmu masuk rumah sakit, adekmu Rita baru masuk SMA, apa ndak habis duit pesangon Mbahmu itu! Buat kebutuhan rumah aja ini sampek ngutang ke Paklikmu. Bosmu 'kan kaya, pinjem duit dulu ke dia atau minta gajimu lebih awal, bilang kalau lagi darurat karena Mbahmu masuk rumah sakit."

Rani merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan mendesah. Jika ia tidak segera transfer uang, pasti Ibunya akan terus menerornya, ia pun juga kasihan kepada adik-adiknya jika memang benar uang untuk kebutuhan sehari-hari telah habis.

***

Sudah hampir tiga puluh menit Rani duduk di kursi teras menunggu kepulangan sang Tuan.

Hingga tak lama sebuah cahaya dari lampu mobil yang biasa di kendarai oleh Arka terlihat menyorot.

Sebelum Arka secara mandiri keluar mobil untuk membuka gerbang, Rani dengan segera mendahuluinya. Mobil pun memasuki area rumah dan Rani kembali menutup pintu gerbang.

Setelah parkir ke dalam carport, Arka keluar dari mobil dan melangkah, dahinya tampak berkerut dengan sorot mata bertanya-tanya menyadari gelagat Rani. Namun Arka tetap memilih diam.

Hingga Rani dengan suara gelagapan berujar.

"Eum... Tuan, mohon maaf, saya boleh bicara sebentar dengan Tuan Arka?"

Arka kontan menghentikan langkahnya tepat ketika sampai di ruang tamu, namun ia tak membalikkan tubuhnya menghadap Rani dan menunggu perempuan muda itu melanjutkan kembali ucapannya.

Menyadari sikap Arka yang masih tak bersahabat, nyali Rani jadi menciut, namun ia sudah sangat membutuhkan uang sehingga dengan nekat ia pun langsung menjelaskan maksud dan tujuannya.

"Mohon maaf kalau saya lancang, Tuan. Apa saya boleh mengambil gaji saya terlebih dulu hari ini?"

"Buat apa?"

"Eum... keluarga saya sedang butuh, Tuan."

"Gajimu akan cair seminggu lagi," setelah mengucapkan kalimat tersebut, Arka dengan cuek langsung kembali melangkahkan kakinya.

Rani yang berada di tempat kontan membelalak dan mengejar langkah sang Tuan.

"Saya mohon Tuan, keluarga saya di kampung sudah sangat butuh sekali. Mbah saya masuk rumah sakit, dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari habis digunakan buat berobat. Kasian adik-adik saya, Tuan."

Dan setelah mengucapkan kalimat panjang lebar tersebut akhirnya berhasil menghentikan langkah Arka sekali lagi.

"Oke, tapi sebelum itu, kamu ingat 'kan janjimu apa?"

Ah, rupanya sang Tuan tidak semudah itu luluh meskipun Rani sudah menjelaskan jika Mbahnya, wanita paruh baya yang juga sejak dulu telah mengasuh Arka, masuk rumah sakit.

Bagi Rani, Arka sekarang tidak lebih bagai seorang majikan yang kejam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Your SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang