Keceriaan para peserta program pertukaran di Universitas Tenjin mendadak hilang. Dua belas peserta yang berasal dari berbagai negara di dunia tersebut kini hanya bisa terduduk lesu di lobi hotel yang disediakan oleh panitia. Meskipun Profesor Kato berulang kali memastikan bahwa peristiwa mencekam seperti tadi adalah sesuatu yang tidak umum terjadi, para peserta tetap tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran mereka.
"Lo percaya sama prof itu?" tanya Axel membuka pembicaraan.
Monita menggeleng pelan.
"Gue juga nggak... jelas-jelas tadi itu kejadiannya aneh banget."
Monita menitikkan air mata. "Xel... lihat pergelangan kaki gue..." ujarnya lirih.
Mata Axel mendelik, ia membetulkan kacamatanya agar bisa melihat dengan lebih jelas. Tak puas, Axel pun bangkit dari sofa lobi. Ia mendekatkan matanya ke pergelangan kaki Monita yang terlihat lebam.
"Shit... ini kek bekas tangan orang ga sih?!!"
Axel mengelap dahinya yang bercucuran keringat dingin dengan telapak tangan kirinya. Ia menggelengkan kepala berulang kali sambil berdecak heran.
"Kita harus laporin ke siapa ini, ini too serious... Apa kita telpon your mom aja?" saran Axel.
"Lo gila ya? Lo ga inget kalau my mom uda bilang gue ga usah ikut program ini. She was against this idea right?" tolak Monita sambil menghapus air matanya.
Axel menarik napas. Ia tentu tidak lupa dengan kemarahan Mamanya Monita saat tahu gadis itu nekat melamar program summer course ke Universitas Tenjin tanpa persetujuan orang tua. Mama Monita memang selalu melarang gadis itu untuk berpergian tanpa pengawasan keluarga. Entah apa alasannya, namun sampai kuliah pun Monita tidak diperbolehkan pergi sendiri bahkan hanya untuk ke kampusnya.
Axel menepuk lembut pundak sahabat kecilnya itu.
"Gue di sini untuk lo... ga usah mikir macem-macem. Pokoknya kalau ada apa-apa, lo kasih tahu gue".
"Thanks, bro..." jawab Monita pelan. Jujur saja pikirannya semakin kalut saat melihat pergelangan kakinya yang lebam. Namun hal yang paling membuatnya khawatir adalah bentuk cengkeraman tangan yang berbekas di kakinya. Ia ingat betul bahwa tidak ada siapa pun di permukaan tanah saat kakinya tidak bisa digerakkan.
Masa iya, setan?! paniknya.
"Monita..." sapa Love, gadis keturunan Filipin- Amerika yang juga menjadi peserta program pertukaran.
Monita menoleh pelan. Ia hanya menjawab dengan kedua alisnya yang terangkat.
"I am scared.... saya rasa profesor itu berbohong. Menurutku aksi burung-burung tadi sangatlah aneh.... masa mereka menabrakan diri begitu saja ke jendela bis kita?"
Mahasiswi lain pun ikutan menimbrung. Mereka sepertinya ingin mendapatkan validasi mengenai peristiwa aneh di rest area tadi. Sambil berbisik pelan, mereka mempertanyakan aksi yang harus mereka ambil untuk menjamin keselamatan para peserta.
"Kita lapor kemana tapi? Uni kita masing-masing aja gitu? Something is definitely wrong here".
"Pada ngomongin apa sih?" tanya Axel menimbrung.
Love memberikan kode kepada Axel. Mata gadis cantik melirik ke arah Profesor Kato yang berjalan mendekati para peserta.
"Students, mohon maaf telah menunggu. Ini kartu kamar hotel kalian, dan ini daftar siapa akan share room dengan siapa ya... makan malam akan disiapkan khusus di hall. Setelah itu acara bebas, kalian boleh berendam air panas di lantai paling atas hotel" jelasnya sambil membagikan kartu kamar dan lembaran flyer tentang pariwisata di Awaji.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOMI NO KUNI (To the Underworld)
FantasyMonita, seorang mahasiswi pertukaran di Universitas Tenjin, tak pernah menyangka bahwa perjalanannya ke Pulau Awaji merupakan awal dari mala petaka. Gadis itu sama sekali tidak mengira bahwa kedatangannya dapat membangkitkan Amatsu-Mikaboshi, dewa k...