16. makin runyam

28 12 3
                                    

Elora duduk diam di meja kantin setelah Cilla pergi, suasana di sekitarnya terasa begitu tegang. Orang-orang masih memperhatikan, seolah mereka sedang menunggu drama berikutnya. Dalam kepalanya, Disya mencoba memahami situasi yang semakin tidak terkendali.

"Gila, ini makin ribet," pikir Disya, mencoba mencerna semua konflik yang tidak pernah dia rencanakan sejak masuk ke tubuh Elora.

Ethan, yang masih duduk di sampingnya, mengusap wajahnya dengan frustrasi. "Sialan, gue nggak ngerti kenapa Cilla jadi kayak gitu," katanya dengan nada kasar.

"Dia nggak pernah segila ini sebelumnya."

Elora-atau Disya-hanya mengangguk pelan, mencoba untuk tetap tenang meskipun perasaannya sedang berantakan. "Gue ngerti sih, Than. Lo tau sendiri, Cilla emang punya perasaan sama lo, kan? Tapi sekarang kayaknya masalahnya lebih dari itu."

Ethan memandangnya, matanya menatap dalam seolah berusaha mencari jawaban. "Tapi gue nggak pernah kasih harapan sama dia! Dia yang nganggep semuanya berlebihan. Gue bener-bener nggak habis pikir."

Elora menghela napas. "Ya, tapi lo tau gimana rasanya kan, kalau lo udah ngerasa sesuatu buat orang, terus tiba-tiba orang itu lebih deket sama yang lain?"

Ethan membanting punggungnya ke kursi, jelas marah dan frustasi. "Sial! Gue nggak minta semua ini jadi begini! Gue cuma mau bantu lo, gue nggak nyangka bakal jadi serumit ini."

Sebelum Elora bisa menjawab, Guntur tiba-tiba datang, duduk di depan mereka. Dia terlihat serius, dengan wajah yang lebih tegang daripada biasanya. "Gue denger tadi apa yang Cilla bilang. Kayaknya masalah ini nggak cuma soal dia cemburu."

Ethan menatap Guntur. "Apa maksud lo?"

Guntur mendekat, menurunkan suaranya. "Gue dapet kabar dari beberapa orang di luar. Katanya Cilla nggak cuma marah soal lo deket sama Elora. Dia kayaknya punya urusan lain sama Reno."

Elora mengerutkan kening. "Apa? Maksud lo, Cilla ada hubungan sama Reno?"

Guntur mengangguk pelan. "Gue nggak tau pasti, tapi beberapa orang bilang Cilla pernah ketemu Reno diam-diam. Mungkin dia coba cari cara buat ngehancurin lo, Elora."

"Anjing!" Ethan mengumpat kasar. "Ini makin kacau. Jadi sekarang kita harus ngadepin dua orang? Reno dan Cilla? Lo bercanda kan?"

Elora, meski hatinya berdebar keras, mencoba tetap tenang. "Kita harus siap, Than. Kalau ini bener, berarti Cilla udah lebih dari sekedar cemburu. Dia mungkin kerja bareng Reno buat bikin hidup gue makin hancur."

Ethan memukul meja dengan keras. "Sial! Gue bener-bener nggak nyangka dia bakal sampai segila ini. Gue janji, gue nggak bakal biarin mereka nyakitin lo, El."

Elora menatap Ethan, merasa campur aduk. Meskipun dia tahu Ethan tulus, konflik ini jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan. "Kita harus mikir, Than. Nggak bisa cuma ngandelin emosi. Kalau Cilla dan Reno bener-bener kerja sama, kita perlu strategi yang lebih dari sekedar bentrok fisik."

Guntur menyela. "Gue bisa coba cari tahu lebih banyak soal ini. Tapi lo harus hati-hati, Elora. Mereka mungkin udah punya rencana buat ngehancurin lo dari belakang."

Elora mengangguk. "Gue tau, Guntur. Gue nggak akan sembarangan. Tapi sekarang kita harus siap buat apa pun."

Dengan perasaan yang semakin gelisah, Elora tahu bahwa pertempuran berikutnya tidak hanya akan melibatkan Reno. Cilla kini adalah ancaman nyata, dan mungkin jauh lebih berbahaya karena kemarahannya bersifat pribadi. Disya, yang ada di tubuh Elora, harus menggunakan semua kemampuan dan pengalamannya dari dunia lamanya untuk menghadapi situasi ini.

"Siap atau nggak, kita bakal maju," pikir Elora, mencoba menguatkan dirinya sendiri.

Transmigrasi : Disya & Elora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang